M. Fakhrul Islam Masruri | BMKG (original) (raw)
Papers by M. Fakhrul Islam Masruri
2018 2nd International Conference on Applied Electromagnetic Technology (AEMT), Dec 13, 2018
The megathrust region of Sumatra is an active seismic area. Before the earthquake happened, geoma... more The megathrust region of Sumatra is an active seismic area. Before the earthquake happened, geomagnetic field anomaly was recorded at the geomagnetic recording station located in Sumatera. In the lithospheric layers that gain stress and strain before an earthquake generate electromagnetic emissions that can be recorded at a geomagnetic station at a certain distance. The electromagnetic emission propagation passed the rock until it reaches the ionosphere which is often called the LAI coupling (Lithosphere, Atmospheric, and Ionosphere). The purpose of this study is to confirm the existence of geomagnetic field anomalies before the earthquake. This research uses the earthquake data in Sumatera region with period between August to October 2016. The earthquake data used were Mukomuko earthquake August 24 (M 5.8), South Bengkulu earthquake September 17 (M 5.4), and Padang earthquake October 21 (M 4.5). The geomagnetic sensor used is MAGDAS 9 located at 3 stations in Gunungsitoli station, Sicincin station, and Liwa station. The method used is the ULF data signal filtering method from the multi-station geomagnetic data to obtain an azimuth geomagnetic field anomaly. From the research results obtained lead time ranged between 9 to 18 days before the earthquake. The results from the azimuth direction of the geomagnetic field anomaly correlated to the epicenter location of the earthquake.
American Institute of Physics Conference Proceedings, Oct 17, 2018
Based on topography, Batu city can be categorized as a lightning-prone area. Located at 700-1700 ... more Based on topography, Batu city can be categorized as a lightning-prone area. Located at 700-1700 m above sea level with an average temperature of 19C as well as its location on the slopes of mountains, make this area prone to lightning strikes. Lightning strikes, especially lightning type CG (cloud-to-ground) cause serious impact on objects on the surface of the earth. Therefore, spatial information about the distribution of lightning strike is required to reduce the losses caused by lightning strikes. This research discusses the distribution of lightning strikes in Batu city during 2017 and is able to be used to classify the area based on lightning vulnerability. The lightning data used was obtained from the lightning detector BOLTEK record at Karangkates Geophysical Station during 2017. The analysis of lightning strike distribution was correlated with rainfall data in the area and was also grouped into different season periods including rainy, dry, and transition. kriging interpolation method was used for the spatial analysis to determine a contour map of lightning strikes for each square kilometer. Overall, the analysis showed that the highest frequency of lightning strikes in Batu city in 2017 was during the wet season; furthermore, it was correlated to the rainfall in the area.
Bulletin of Scientific Contribution GEOLOGY , 2019
Letusan Gunung Sinabung yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Sumatra Utara pada tanggal 9 Juni 2... more Letusan Gunung Sinabung yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Sumatra Utara pada tanggal 9 Juni 2019 menyebabkan adanya kolom abu vulkanik berwarna hitam pekat dengan ketinggian mencapai ±7.000 m di atas puncak gunung. Kolom abu vulkanik itu tersebar hingga menyelimuti sekitar lima kabupaten di sekitar lokasi gunung api tersebut. Proses evakuasi perlu dilakukan untuk meminimalisir jumlah korban akibat peristiwa letusan ini. Proses evakuasi dapat dilakukan dengan mengetahui jejak persebaran dari kolom abu vulkanik. Ada beberapa cara untuk mengetahuinya, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan data dari citra satelit Himawari-8 yang diolah dengan memanfaatkan metode RGB (red-greenblue) untuk mengetahui dimana arah persebaran abu vulkanik berdasarkan arah gerak angin. Hasil penelitian yang dilakukan, dapat dengan baik mendeteksi pola persebaran dari kolom abu vulkanik yang terjadi. Sehingga dapat diketahui wilayah yang berpotensi terdampak dari sebaran abu vulkanik. Selain itu deteksi abu vulkanik, dapat pula dimanfaatkan oleh sektor penerbangan, dan juga mempermudah pendataan kerugian sosial-ekonomi yang timbul akibat sebaran abu vulkanik.
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jul 29, 2018
Badai geomagnet terjadi akibat aktivitas abnormal di matahari yang mempengaruhi intensitas angin ... more Badai geomagnet terjadi akibat aktivitas abnormal di matahari yang mempengaruhi intensitas angin matahari. Badai ini ditandai dengan perubahan nilai variasi harian medan magnet bumi yang besar, cepat dan tidak beraturan. Efek badai geomagnet di sekitar bumi dapat berdampak pada aktivitas manusia di luar angkasa dan di permukaan bumi. Salah satu kejadian badai geomagnet yang pernah tercatat adalah pada tanggal 13 Oktober 2016. Dalam penentuan tingkat gangguan geomagnet digunakan indeks geomagnet. Indeks geomagnet merupakan ukuran sederhana yang menggambarkan aktivitas magnetis yang berasal dari ionosfer dan magnetosfer bumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks geomagnet ketika terjadi badai tanggal 13 Oktober 2016. Indeks geomagnet yang dianalisis antara lain indeks K, indeks A dan indeks Dst khususnya di wilayah Sumatera. Data yang digunakan adalah data variasi harian komponen H medan magnet bumi dari rekaman sensor magnetometer BMKG di Stasiun Gunungsitoli, Tuntungan, Sicincin, Liwa dan Tangerang. Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasi jika badai geomagnet pada tanggal 13 Oktober 2016 tersebut termasuk kriteria badai geomagnet kuat jika ditinjau dari nilai Dst indeks yang menyentuh angka dibawah-100 nT.
Jurnal Fisika Universitas Negeri Semarang, 2017
Zona subduksi Selat Sunda atau "sunda megathrust " merupakan daerah seismik yang aktif. Sebelum g... more Zona subduksi Selat Sunda atau "sunda megathrust " merupakan daerah seismik yang aktif. Sebelum gempa bumi terjadi, didapati anomali medan geomagnetik tercatat di stasiun perekaman geomagnetik. Pada lapisan litosfer yang mendapati stress dan mengalami strain sebelum patah/fracture menghasilkan emisi elektromagnetik yang dapat direkam di stasiun geomagnetik pada jarak tertentu. Perambatan emisi elektromagnetik melewati batuan sampai mencapai ionosfer berdasarkan teori LAI-coupling (Litosfer-Atmosfer-Ionosfer). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkonfirmasi adanya anomali medan geomagnetik sebelum terjadinya gempa bumi. Penelitian ini menggunakan data geomagnetik di wilayah Jawa bagian barat dengan periode bulan Juni 2016. Data gempa bumi yang digunakan adalah gempa bumi yang terjadi di Selat Sunda pada tanggal 28 Juni 2016 dengan M 5.0. Data geomagnetik diperoleh dari rekaman sensor magnetometer tipe LEMI yang terletak di Stasiun Geofisika Tangerang, Banten. Metode yang digunakan adalah metode polarisasi rasio komponen Z/H pada frekuensi 0.012 Hz dengan single-station untuk mendapatkan anomali medan geomagnetik dan azimuth dari anomali tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh lead time selama 8 hari sebelum terjadinya gempa bumi. Hasil analisis arah dari azimuth anomali medan geomagnetik dapat merepresentasikan lokasi episenter gempa bumi.
Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2018, Feb 2019
Kota Bogor, Jawa Barat terletak pada ketinggian 190-330 meter di atas permukaan laut dengan suhu ... more Kota Bogor, Jawa Barat terletak pada ketinggian 190-330 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata terendah mencapai 21 derajat celsius serta lokasinya di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede, membuat daerah ini rentan terhadap hujan orografis yang disertai dengan sambaran petir. Sambaran petir, terutama jenis petir CG (cloud-to-ground) bersifat merusak objek-objek yang ada di permukaan bumi. Oleh karena itu, informasi spasial tentang distribusi sambaran petir cukup diperlukan untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh sambaran petir. Penelitian ini membahas distribusi sambaran petir di Kota Bogor selama tahun 2017 untuk menentukan daerah mana yang paling rawan akan sambaran petir. Analisis distribusi sambaran petir dikorelasikan dengan data curah hujan per bulan di daerah tersebut. Dilakukan juga pengelompokan data petir berdasarkan periode iklim musim di Indonesia. Data petir yang digunakan diperoleh dari rekaman detektor petir BOLTEK Stasiun Geofisika Bandung selama tahun 2017. Dan data curah hujan bersumber dari data Stasiun Meteorologi Citeko. Analisis spasial untuk menentukan daerah rawan petir yang digunakan adalah interpolasi metode kriging. Hasil penelitian menunjukkan Kecamatan Bogor Selatan sebagai daerah yang paling rawan sambaran petir. Kemudian kejadian petir terbanyak pada musim pancaroba dan belum ditemukan korelasi positif antara kejadian petir dengan curah hujan.
Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2017, Feb 2018
Bogor dikenal sebagai kota dengan frekuensi petir tertinggi di dunia. Salah satu kejadian ekstrem... more Bogor dikenal sebagai kota dengan frekuensi petir tertinggi di dunia. Salah satu kejadian ekstrem yang terjadi di Stasiun Meteorologi Citeko pada 17 Juni 2016 merupakan kejadian hujan dengan intensitas lebat dan disertai petir. Hujan dengan jumlah curah hujan terukur 80,5 mm/24 jam ini merupakan hujan yang berasal dari awan Cumulonimbus. Diketahui melalui suhu puncak awan yang mencapai -80⁰C pada pukul 09 UTC dan 18 UTC. Awan Cumulonimbus ini juga mengakibatkan sambaran petir yang terdeteksi melalui lightning detector yang terpasang di Stasiun Meteorologi Citeko. Dengan mengidentifikasi suhu puncak awan yang menunjukkan awan CB, maka dapat diketahui luasan awan CB di sekitar wilayah citeko yang berpotensi terjadinya sambaran petir. Sambaran petir ini dapat dibedakan menjadi petir CG (Cloud to Ground) + dan petir CG -. Melalui pengamatan di synoptik diketahui bahwa hujan disertai petir mulai terjadi pukul 09 UTC dan masih berlanjut pada 5 jam berikutnya. Pada pukul 14 UTC petir tidak terjadi namun hujan dengan intensitas ringan masih terjadi, petir kembali terjadi pada pukul 20 UTC hingga pagi hari. Pada tulisan ini akan mengamati lebih jauh pada frekuensi sebaran petir, jumlah sambaran, serta jenis sambaran selama satu hari pada kejadian hujan ekstrem yang teramati di Stasiun Meteorologi Citeko 17 Juni 2016 lalu.
Prosiding Seminar Nasional Bumi dan Atmosfer, 2018
Halmahera Barat akhir-akhir ini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan kalangan s... more Halmahera Barat akhir-akhir ini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan kalangan seismolog. Pasalnya kabupaten dengan Jailolo sebagai pusat pemerintahannya ini pada tanggal 27 September 2017 kembali terjadi gempa bumi yang berturut-turut atau yang biasa disebut dengan gempabumi swarm. Fenomena ini bukan pertama kalinya terjadi di wilayah Jailolo, pada akhir tahun 2015 juga kota ini dihebohkan dengan kejadian gempabumi swarm. Tipe gempabumi ini merupakan gempabumi tipe III yaitu tidak terdapat gempabumi utama, magnitude dan frekuensi kejadian akan bertambah pada pertengahan periodenya dan selanjutnya berkurang sampai akhir periode kejadiannya. Gempabumi swarm ini juga ditengarai memiliki hiposentrum atau kedalaman yang sangat dangkal yang diperkirakan dipicu oleh aktivitas magmatik di bawah permukaan tanah Kota Jailolo. Pada penelitian ini menggunakan metode HypoDD, metode ini menghitung banyak data gempabumi secara simultan dengan algoritma Double-Difference untuk menentukan hiposentrum gempabumi. Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data waktu tiba fase gelombang primer dan sekunder katalog BMKG dengan rentang periode dengan batas koordinat penelitian radius 0,5 derajat dari Kota Jailolo, Halmahera Barat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membandingkan hiposentrum dari kedua periode gempabumi swarm yang terjadi di wilayah Jailolo sehingga dapat mengetahui perkembangan letak aktivitas gempabumi swarm seiring bertambahnya waktu. Menggunakan metode relokasi hiposentrum HypoDD pada gempabumi swarm periode akhir tahun 2015 terhitung kedalaman terdangkal mencapai 7,3 km dan pada periode September 2017 mencapai 7,7 km. Kemudian rata-rata kedalaman pada masing-masing periode ternyata berkurang seiring bertambahnya waktu, yaitu 12,22 km pada periode akhir tahun 2015 menjadi 10,68 km pada periode September 2017.
Artikel BMKG, Jul 17, 2018
Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat menggambarkan bentuk struktur baw... more Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat menggambarkan bentuk struktur bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravity yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas batuan dapat menginterpretasikan anomali gravity sehingga memberikan informasi keadaan batuan yang terdapat dibawah permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman sedimen yang dilakukan dengan menggunakkan metode gravity yaitu dengan menggunakan metode analisis power spectrum. Metode analisis power spectrum juga merupakan salah satu metode gravity yang sering digunakan untuk mengetahui kedalaman batas diskontinuitas. Studi kasus pada penelitian ini adalah pada Pulau Bali, Indonesia, yang merupakan wilayah dengan seismisitas cukup tinggi karena terdapat back-arc thrust sebagai akibat dari tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Pulau Bali secara geologi berumur masih muda, batuan tertua berumur miosen sehingga sedimentasi di wilayah Bali tidak terlalu tebal. Data anomali gravity yang digunakan adalah data TOPEX di wilayah Pulau Bali. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai estimasi kedalaman sedimen Pulau Bali rata-rata sebesar 810,6 meter dan untuk nilai estimasi kedalaman diskontinuitas mohorovicic rata-rata sebesar 6348,6 meter.
Prosiding Seminar Pekan Ilmiah Fisika (PIF) XXVIII UNNES, 2017
Pada tanggal 23 April 2017, terjadi fenomena petir yang menewaskan tiga orang pendaki Gunung Prau... more Pada tanggal 23 April 2017, terjadi fenomena petir yang menewaskan tiga orang pendaki Gunung Prau. Sebanyak lima pendaki tersambar petir ketika melakukan pendakian di Gunung Prau, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Minggu (23/4/2017) pukul 14.00 WIB, tiga diantaranya tewas (Kompas, 24 April 2017). Fenomena tersebut diperkuat dengan rekaman data sensor lightning detector boltek Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Banjarnegara yang mencatat adanya sambaran petir di puncak Gunung Prau pada tanggal 23 April 2017 pukul 14.00 WIB. Oleh karena itu dibutuhkan suatu studi kasus mengenai fenomena alam yang menelan korban jiwa tersebut. Studi kasus pada penelitian ini membahas tentang analisis tingkat kerawanan petir di wilayah Gunung Prau dan sekitarnya. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial dengan metode interpolasi kriging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan petir khususnya di sekitaran wilayah Gunung Prau, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Berdasarkan fenomena tersambarnya pendaki di Gunung Prau tersebut mengindikasikan jika wilayah Gunung Prau cukup rawan terjadi sambaran petir.
Prosiding Seminar Pekan Ilmiah Fisika (PIF) XXVIII UNNES, 2017
Semarang merupakan wilayah kota dengan kepadatan bangunan penduduk yang cukup tinggi. Tercatat se... more Semarang merupakan wilayah kota dengan kepadatan bangunan penduduk yang cukup tinggi. Tercatat sebanyak 350.531 bangunan penduduk yang terdapat di seluruh wilayah Kota Semarang yang tersebar di 16 kecamatan berdasarkan data Monografi BPS Kota Semarang. BMKG memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pengamatan, pengolahan, analisa salah satunya pada bidang kelistrikan udara atau petir, sesuai yang diamanatkan dalam UU RI Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Dengan fungsi pelayanan tersebut maka dilakukan penelitian menggunakan data rekaman sensor Lightning Detector Boltek BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara mengenai analisis pengaruh tingkat kuat arus petir yang akan dikorelasikan dengan data kepadatan bangunan penduduk di wilayah Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara tingkat kuat arus petir terhadap kepadatan bangunan penduduk sebagai informasi masyarakat khususnya untuk masyarakat Kota Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial dengan metode interpolasi kriging. Dengan pengolahan sampel data sementara dapat diindikasikan bahwa terdapat korelasi antara kuat arus petir yang terjadi dengan kepadatan bangunan di wilayah Kota Semarang.
2018 2nd International Conference on Applied Electromagnetic Technology (AEMT), Dec 13, 2018
The megathrust region of Sumatra is an active seismic area. Before the earthquake happened, geoma... more The megathrust region of Sumatra is an active seismic area. Before the earthquake happened, geomagnetic field anomaly was recorded at the geomagnetic recording station located in Sumatera. In the lithospheric layers that gain stress and strain before an earthquake generate electromagnetic emissions that can be recorded at a geomagnetic station at a certain distance. The electromagnetic emission propagation passed the rock until it reaches the ionosphere which is often called the LAI coupling (Lithosphere, Atmospheric, and Ionosphere). The purpose of this study is to confirm the existence of geomagnetic field anomalies before the earthquake. This research uses the earthquake data in Sumatera region with period between August to October 2016. The earthquake data used were Mukomuko earthquake August 24 (M 5.8), South Bengkulu earthquake September 17 (M 5.4), and Padang earthquake October 21 (M 4.5). The geomagnetic sensor used is MAGDAS 9 located at 3 stations in Gunungsitoli station, Sicincin station, and Liwa station. The method used is the ULF data signal filtering method from the multi-station geomagnetic data to obtain an azimuth geomagnetic field anomaly. From the research results obtained lead time ranged between 9 to 18 days before the earthquake. The results from the azimuth direction of the geomagnetic field anomaly correlated to the epicenter location of the earthquake.
American Institute of Physics Conference Proceedings, Oct 17, 2018
Based on topography, Batu city can be categorized as a lightning-prone area. Located at 700-1700 ... more Based on topography, Batu city can be categorized as a lightning-prone area. Located at 700-1700 m above sea level with an average temperature of 19C as well as its location on the slopes of mountains, make this area prone to lightning strikes. Lightning strikes, especially lightning type CG (cloud-to-ground) cause serious impact on objects on the surface of the earth. Therefore, spatial information about the distribution of lightning strike is required to reduce the losses caused by lightning strikes. This research discusses the distribution of lightning strikes in Batu city during 2017 and is able to be used to classify the area based on lightning vulnerability. The lightning data used was obtained from the lightning detector BOLTEK record at Karangkates Geophysical Station during 2017. The analysis of lightning strike distribution was correlated with rainfall data in the area and was also grouped into different season periods including rainy, dry, and transition. kriging interpolation method was used for the spatial analysis to determine a contour map of lightning strikes for each square kilometer. Overall, the analysis showed that the highest frequency of lightning strikes in Batu city in 2017 was during the wet season; furthermore, it was correlated to the rainfall in the area.
Bulletin of Scientific Contribution GEOLOGY , 2019
Letusan Gunung Sinabung yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Sumatra Utara pada tanggal 9 Juni 2... more Letusan Gunung Sinabung yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Sumatra Utara pada tanggal 9 Juni 2019 menyebabkan adanya kolom abu vulkanik berwarna hitam pekat dengan ketinggian mencapai ±7.000 m di atas puncak gunung. Kolom abu vulkanik itu tersebar hingga menyelimuti sekitar lima kabupaten di sekitar lokasi gunung api tersebut. Proses evakuasi perlu dilakukan untuk meminimalisir jumlah korban akibat peristiwa letusan ini. Proses evakuasi dapat dilakukan dengan mengetahui jejak persebaran dari kolom abu vulkanik. Ada beberapa cara untuk mengetahuinya, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan data dari citra satelit Himawari-8 yang diolah dengan memanfaatkan metode RGB (red-greenblue) untuk mengetahui dimana arah persebaran abu vulkanik berdasarkan arah gerak angin. Hasil penelitian yang dilakukan, dapat dengan baik mendeteksi pola persebaran dari kolom abu vulkanik yang terjadi. Sehingga dapat diketahui wilayah yang berpotensi terdampak dari sebaran abu vulkanik. Selain itu deteksi abu vulkanik, dapat pula dimanfaatkan oleh sektor penerbangan, dan juga mempermudah pendataan kerugian sosial-ekonomi yang timbul akibat sebaran abu vulkanik.
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jul 29, 2018
Badai geomagnet terjadi akibat aktivitas abnormal di matahari yang mempengaruhi intensitas angin ... more Badai geomagnet terjadi akibat aktivitas abnormal di matahari yang mempengaruhi intensitas angin matahari. Badai ini ditandai dengan perubahan nilai variasi harian medan magnet bumi yang besar, cepat dan tidak beraturan. Efek badai geomagnet di sekitar bumi dapat berdampak pada aktivitas manusia di luar angkasa dan di permukaan bumi. Salah satu kejadian badai geomagnet yang pernah tercatat adalah pada tanggal 13 Oktober 2016. Dalam penentuan tingkat gangguan geomagnet digunakan indeks geomagnet. Indeks geomagnet merupakan ukuran sederhana yang menggambarkan aktivitas magnetis yang berasal dari ionosfer dan magnetosfer bumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks geomagnet ketika terjadi badai tanggal 13 Oktober 2016. Indeks geomagnet yang dianalisis antara lain indeks K, indeks A dan indeks Dst khususnya di wilayah Sumatera. Data yang digunakan adalah data variasi harian komponen H medan magnet bumi dari rekaman sensor magnetometer BMKG di Stasiun Gunungsitoli, Tuntungan, Sicincin, Liwa dan Tangerang. Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasi jika badai geomagnet pada tanggal 13 Oktober 2016 tersebut termasuk kriteria badai geomagnet kuat jika ditinjau dari nilai Dst indeks yang menyentuh angka dibawah-100 nT.
Jurnal Fisika Universitas Negeri Semarang, 2017
Zona subduksi Selat Sunda atau "sunda megathrust " merupakan daerah seismik yang aktif. Sebelum g... more Zona subduksi Selat Sunda atau "sunda megathrust " merupakan daerah seismik yang aktif. Sebelum gempa bumi terjadi, didapati anomali medan geomagnetik tercatat di stasiun perekaman geomagnetik. Pada lapisan litosfer yang mendapati stress dan mengalami strain sebelum patah/fracture menghasilkan emisi elektromagnetik yang dapat direkam di stasiun geomagnetik pada jarak tertentu. Perambatan emisi elektromagnetik melewati batuan sampai mencapai ionosfer berdasarkan teori LAI-coupling (Litosfer-Atmosfer-Ionosfer). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkonfirmasi adanya anomali medan geomagnetik sebelum terjadinya gempa bumi. Penelitian ini menggunakan data geomagnetik di wilayah Jawa bagian barat dengan periode bulan Juni 2016. Data gempa bumi yang digunakan adalah gempa bumi yang terjadi di Selat Sunda pada tanggal 28 Juni 2016 dengan M 5.0. Data geomagnetik diperoleh dari rekaman sensor magnetometer tipe LEMI yang terletak di Stasiun Geofisika Tangerang, Banten. Metode yang digunakan adalah metode polarisasi rasio komponen Z/H pada frekuensi 0.012 Hz dengan single-station untuk mendapatkan anomali medan geomagnetik dan azimuth dari anomali tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh lead time selama 8 hari sebelum terjadinya gempa bumi. Hasil analisis arah dari azimuth anomali medan geomagnetik dapat merepresentasikan lokasi episenter gempa bumi.
Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2018, Feb 2019
Kota Bogor, Jawa Barat terletak pada ketinggian 190-330 meter di atas permukaan laut dengan suhu ... more Kota Bogor, Jawa Barat terletak pada ketinggian 190-330 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata terendah mencapai 21 derajat celsius serta lokasinya di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede, membuat daerah ini rentan terhadap hujan orografis yang disertai dengan sambaran petir. Sambaran petir, terutama jenis petir CG (cloud-to-ground) bersifat merusak objek-objek yang ada di permukaan bumi. Oleh karena itu, informasi spasial tentang distribusi sambaran petir cukup diperlukan untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh sambaran petir. Penelitian ini membahas distribusi sambaran petir di Kota Bogor selama tahun 2017 untuk menentukan daerah mana yang paling rawan akan sambaran petir. Analisis distribusi sambaran petir dikorelasikan dengan data curah hujan per bulan di daerah tersebut. Dilakukan juga pengelompokan data petir berdasarkan periode iklim musim di Indonesia. Data petir yang digunakan diperoleh dari rekaman detektor petir BOLTEK Stasiun Geofisika Bandung selama tahun 2017. Dan data curah hujan bersumber dari data Stasiun Meteorologi Citeko. Analisis spasial untuk menentukan daerah rawan petir yang digunakan adalah interpolasi metode kriging. Hasil penelitian menunjukkan Kecamatan Bogor Selatan sebagai daerah yang paling rawan sambaran petir. Kemudian kejadian petir terbanyak pada musim pancaroba dan belum ditemukan korelasi positif antara kejadian petir dengan curah hujan.
Prosiding Seminar Nasional Geomatika 2017, Feb 2018
Bogor dikenal sebagai kota dengan frekuensi petir tertinggi di dunia. Salah satu kejadian ekstrem... more Bogor dikenal sebagai kota dengan frekuensi petir tertinggi di dunia. Salah satu kejadian ekstrem yang terjadi di Stasiun Meteorologi Citeko pada 17 Juni 2016 merupakan kejadian hujan dengan intensitas lebat dan disertai petir. Hujan dengan jumlah curah hujan terukur 80,5 mm/24 jam ini merupakan hujan yang berasal dari awan Cumulonimbus. Diketahui melalui suhu puncak awan yang mencapai -80⁰C pada pukul 09 UTC dan 18 UTC. Awan Cumulonimbus ini juga mengakibatkan sambaran petir yang terdeteksi melalui lightning detector yang terpasang di Stasiun Meteorologi Citeko. Dengan mengidentifikasi suhu puncak awan yang menunjukkan awan CB, maka dapat diketahui luasan awan CB di sekitar wilayah citeko yang berpotensi terjadinya sambaran petir. Sambaran petir ini dapat dibedakan menjadi petir CG (Cloud to Ground) + dan petir CG -. Melalui pengamatan di synoptik diketahui bahwa hujan disertai petir mulai terjadi pukul 09 UTC dan masih berlanjut pada 5 jam berikutnya. Pada pukul 14 UTC petir tidak terjadi namun hujan dengan intensitas ringan masih terjadi, petir kembali terjadi pada pukul 20 UTC hingga pagi hari. Pada tulisan ini akan mengamati lebih jauh pada frekuensi sebaran petir, jumlah sambaran, serta jenis sambaran selama satu hari pada kejadian hujan ekstrem yang teramati di Stasiun Meteorologi Citeko 17 Juni 2016 lalu.
Prosiding Seminar Nasional Bumi dan Atmosfer, 2018
Halmahera Barat akhir-akhir ini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan kalangan s... more Halmahera Barat akhir-akhir ini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan kalangan seismolog. Pasalnya kabupaten dengan Jailolo sebagai pusat pemerintahannya ini pada tanggal 27 September 2017 kembali terjadi gempa bumi yang berturut-turut atau yang biasa disebut dengan gempabumi swarm. Fenomena ini bukan pertama kalinya terjadi di wilayah Jailolo, pada akhir tahun 2015 juga kota ini dihebohkan dengan kejadian gempabumi swarm. Tipe gempabumi ini merupakan gempabumi tipe III yaitu tidak terdapat gempabumi utama, magnitude dan frekuensi kejadian akan bertambah pada pertengahan periodenya dan selanjutnya berkurang sampai akhir periode kejadiannya. Gempabumi swarm ini juga ditengarai memiliki hiposentrum atau kedalaman yang sangat dangkal yang diperkirakan dipicu oleh aktivitas magmatik di bawah permukaan tanah Kota Jailolo. Pada penelitian ini menggunakan metode HypoDD, metode ini menghitung banyak data gempabumi secara simultan dengan algoritma Double-Difference untuk menentukan hiposentrum gempabumi. Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data waktu tiba fase gelombang primer dan sekunder katalog BMKG dengan rentang periode dengan batas koordinat penelitian radius 0,5 derajat dari Kota Jailolo, Halmahera Barat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membandingkan hiposentrum dari kedua periode gempabumi swarm yang terjadi di wilayah Jailolo sehingga dapat mengetahui perkembangan letak aktivitas gempabumi swarm seiring bertambahnya waktu. Menggunakan metode relokasi hiposentrum HypoDD pada gempabumi swarm periode akhir tahun 2015 terhitung kedalaman terdangkal mencapai 7,3 km dan pada periode September 2017 mencapai 7,7 km. Kemudian rata-rata kedalaman pada masing-masing periode ternyata berkurang seiring bertambahnya waktu, yaitu 12,22 km pada periode akhir tahun 2015 menjadi 10,68 km pada periode September 2017.
Artikel BMKG, Jul 17, 2018
Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat menggambarkan bentuk struktur baw... more Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat menggambarkan bentuk struktur bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravity yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas batuan dapat menginterpretasikan anomali gravity sehingga memberikan informasi keadaan batuan yang terdapat dibawah permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman sedimen yang dilakukan dengan menggunakkan metode gravity yaitu dengan menggunakan metode analisis power spectrum. Metode analisis power spectrum juga merupakan salah satu metode gravity yang sering digunakan untuk mengetahui kedalaman batas diskontinuitas. Studi kasus pada penelitian ini adalah pada Pulau Bali, Indonesia, yang merupakan wilayah dengan seismisitas cukup tinggi karena terdapat back-arc thrust sebagai akibat dari tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Pulau Bali secara geologi berumur masih muda, batuan tertua berumur miosen sehingga sedimentasi di wilayah Bali tidak terlalu tebal. Data anomali gravity yang digunakan adalah data TOPEX di wilayah Pulau Bali. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai estimasi kedalaman sedimen Pulau Bali rata-rata sebesar 810,6 meter dan untuk nilai estimasi kedalaman diskontinuitas mohorovicic rata-rata sebesar 6348,6 meter.
Prosiding Seminar Pekan Ilmiah Fisika (PIF) XXVIII UNNES, 2017
Pada tanggal 23 April 2017, terjadi fenomena petir yang menewaskan tiga orang pendaki Gunung Prau... more Pada tanggal 23 April 2017, terjadi fenomena petir yang menewaskan tiga orang pendaki Gunung Prau. Sebanyak lima pendaki tersambar petir ketika melakukan pendakian di Gunung Prau, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Minggu (23/4/2017) pukul 14.00 WIB, tiga diantaranya tewas (Kompas, 24 April 2017). Fenomena tersebut diperkuat dengan rekaman data sensor lightning detector boltek Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Banjarnegara yang mencatat adanya sambaran petir di puncak Gunung Prau pada tanggal 23 April 2017 pukul 14.00 WIB. Oleh karena itu dibutuhkan suatu studi kasus mengenai fenomena alam yang menelan korban jiwa tersebut. Studi kasus pada penelitian ini membahas tentang analisis tingkat kerawanan petir di wilayah Gunung Prau dan sekitarnya. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial dengan metode interpolasi kriging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan petir khususnya di sekitaran wilayah Gunung Prau, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Berdasarkan fenomena tersambarnya pendaki di Gunung Prau tersebut mengindikasikan jika wilayah Gunung Prau cukup rawan terjadi sambaran petir.
Prosiding Seminar Pekan Ilmiah Fisika (PIF) XXVIII UNNES, 2017
Semarang merupakan wilayah kota dengan kepadatan bangunan penduduk yang cukup tinggi. Tercatat se... more Semarang merupakan wilayah kota dengan kepadatan bangunan penduduk yang cukup tinggi. Tercatat sebanyak 350.531 bangunan penduduk yang terdapat di seluruh wilayah Kota Semarang yang tersebar di 16 kecamatan berdasarkan data Monografi BPS Kota Semarang. BMKG memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pengamatan, pengolahan, analisa salah satunya pada bidang kelistrikan udara atau petir, sesuai yang diamanatkan dalam UU RI Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Dengan fungsi pelayanan tersebut maka dilakukan penelitian menggunakan data rekaman sensor Lightning Detector Boltek BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara mengenai analisis pengaruh tingkat kuat arus petir yang akan dikorelasikan dengan data kepadatan bangunan penduduk di wilayah Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara tingkat kuat arus petir terhadap kepadatan bangunan penduduk sebagai informasi masyarakat khususnya untuk masyarakat Kota Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial dengan metode interpolasi kriging. Dengan pengolahan sampel data sementara dapat diindikasikan bahwa terdapat korelasi antara kuat arus petir yang terjadi dengan kepadatan bangunan di wilayah Kota Semarang.