Dari JK Hingga Mantan Ketua MK Usulkan Evaluasi Pemilu Serentak (original) (raw)

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh kompak mengusulkan pemilu serentak dievaluasi. Usul ini mengemuka menyusul banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal, diduga lantaran bekerja terlalu keras di hari pencoblosan 17 April 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga Selasa, 23 April 2019 pukul 19.00 WIB, Komisi Pemilihan Umum menyatakan ada 119 petugas KPPS yang meninggal dan sebanyak 548 petugas lainnya sakit. Selain itu, ada pula anggota kepolisian yang meninggal usai mengawal pemilu.

"Tentu harus evaluasi yang keras," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di rumah dinasnya, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin malam, 22 April 2019.

Salah satu evaluasi yang disampaikan JK ialah pemisahan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Dia menilai pemisahan ini akan mengurangi beban penyelenggaraan pemilu.

Dalam Pemilu serentak 2019, masyarakat diharuskan memilih calon presiden-wakil presiden dan calon legislator secara bersamaan. Ada empat tingkat legislator yang dipilih, yakni Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah.

Akibatnya, perhitungan suara oleh petugas KPPS pun menjadi lebih berat. Mayoritas petugas KPPS bahkan tak tidur hingga dua hari demi menyelesaikan perhitungan suara tersebut.

Meski berpendapat senada agar sistem pemilu serentak dievaluasi, beberapa pihak mengusulkan bentuk pembenahan berbeda. Sejumlah kalangan mengusulkan agar evaluasi itu tidak serta merta memisahkan pilpres dan pileg.

Sejumlah warga binaan mencoblos surat suara saat pemungutan suara Pemilu 2019 di Rutan Klas I Cipinang, Jakarta Timur, Rabu, 17 April 2019. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar pemisahan pemilu itu dibagi dalam beberapa tingkatan. Yakni, pilpres bisa digelar bersamaan dengan pileg untuk DPR, pemilihan gubernur dengan pileg DPRD provinsi, dan pemilihan bupati/wali kota dengan pileg DPRD kabupaten/kota. "Saya malah sarankan bertingkat. Lalu menurut saya DPD itu digabung dengan pemilihan gubernur-wakil gubernur dan DPRD provinsi," kata Jimly.

Usul senada disampaikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyebut pemilu serentak mampu mengurangi beban penyelenggara pemilu. Namun, Perludem menilai sistem yang berlaku saat ini bukan pemilu serentak, melainkan borongan.

"Pemilu lima surat suara ini lebih tepat dipandang sebagai pemilu borongan, ketimbang pemilu serentak. Memborong lima pemilu sekaligus dalam satu waktu," kata Titi dalam keterangan tertulis, Selasa, 23 April 2019.

Perludem pun mengusulkan sistem pemilu diubah menjadi serentak bertingkat, seperti yang disampaikan Jimly. Titi menyebutnya dengan desain pemilu serentak nasional dan lokal. Bedanya dengan Jimly, Titi mengusulkan pemilihan DPD bersamaan dengan pilpres dan pileg DPR.

"Lalu selang 2 atau 2,5 tahun atau 30 bulan setelahnya ada pemilu serentak lokal: pilkada dan pemilu DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," kata Titi.

Bagaimana pun evaluasinya, para pihak di atas sepakat sistem pemilu serentak mesti dievaluasi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan evaluasi harus segera dilakukan di masa awal pemerintahan yang akan datang.

Mahfud mewanti-wanti agar pembahasan ihwal Undang-undang Pemilihan Umum ini tidak dilakukan di akhir masa pemerintahan. UU Pemilu yang berlaku saat ini baru disahkan tahun 2017 atau dua tahun menjelang pemilihan umum.

"Menurut saya harus diagendakan (pembahasan) undang-undang (pemilu) itu di awal-awal pemerintahan. Jangan menjelang berakhir," kata Mahfud saat ditemui di Rumah Dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin malam, 22 April 2019.

Mahfud beralasan jika evaluasi diadakan menjelang berakhirnya pemerintahan maka perdebatannya tidak akan kunjung selesai. Begitu pemerintahan baru dimulai pada Oktober 2019 mendatang, kata dia, evaluasi juga harus dimulai.

"Jadi pemerintahan tahun pertama itu perbaiki sistem itu semua, sehingga kalau ada penyempurnaan, melalui judicial review dan sebagainya, bisa jalan jauh sebelum mendekati pemilu," kata Mahfud.

Mahfud pun menilai ada beberapa poin krusial yang perlu dievaluasi. Mulai dari sistem pemilu, ambang batas parlemen (parliamentary threshold), hingga pelaksanaan pemilihan serentak.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA