Ambi Ricko - Academia.edu (original) (raw)
Papers by Ambi Ricko
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, umumnya dikenal adanya dua corak pemikiran kalam, yak... more Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, umumnya dikenal adanya dua corak pemikiran kalam, yakni pemikiran kalam yang bercorak rasional serta pemikiran kalam yang bercorak tradisional. Pemikiran kalam yang bercorak rasional adalah pemikiran kalam yang memberikan kebebasan berbuat dan berkehendak kepada manusia, daya yang kuat kepada akal, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang terbatas, tidak terikat pada makna harfiah, dan banyak memakai arti majazi dalam memberikan interpretasi ayat-ayat Al-Qur"an. Pemikiran ini akan melahirkan paham rasional tentang ajaran Islam serta menumbuhkan sikap hidup yang dinamis dalam diri manusia. Paham ini terdapat dalam aliran Mu"tazilah[1] dan Maturidiyyah Samarkand.[2] Sebaliknya, pemikiran kalam yang bercorak tradisional adalah pemikiran kalam yang tidak memberikan kebebasan berkehendak dan berbuat kepada manusia, daya yang kecil bagi akal, kekuasaan kehendak Tuhan yang berlaku semutlakmutlaknya, serta terikat pada makna harfiah dalam memberikan interpretasi ayat-ayat Al-Qur"an. Pemikiran kalam ini akan melahirkan paham tradisional tentang ajaran Islam serta akan menumbuhsuburkan sikap hidup fatalistik dalam diri manusia. Paham ini terdapat dalam aliran Asy"ariyyah dan Maturidiyyah Bukhara.[3] Kalau kaum Mu"tazilah banyak percaya pada kekuatan akal manusia, kaum Asy"ariah banyak bergantung pada wahyu. Sikap yang dipakai kaum Mu"tazilah ialah mempergunakan akal dan kemudian memberikan interpretasi pada teks atau nas wahyu sesuai dengan pendapat akal. Kaum Asy"ariah sebaliknya, terlebih dahulu kepada teks wahyu dan kemudian membawa argumen-argumen rasional untuk teks wahyu itu. Kalau kaum Mu"tazilah banyak memakai ta"wil atau interpretasi dalam memahami teks wahyu, kaum Asy"ariah banyak berpegang pada arti lafzi atau letterlek dari teks wahyu. Dengan kata lain Mu"tazilah membaca yang tersurat dalam teks, kaum Asy"ariah membaca yang tersurat.[4] Asy"ariah merupakan aliran yang hidup hingga sekarang, berumur hampir sepuluh abad. Aliran ini tumbuh pada tahuntahun pertama abad ke-4 H, hingga sekarang masih ada, walaupun harus menghadapi tekanan kira-kira 1 ½ abad. Satu saat bertarung melawan kaum rasionalis, yang diwakili khususnya oleh Mu"tazilah, tetapi kadang juga melawan naqliyyin (tekstualis) yang diwakili oleh Salaf [5] ekstrim dari kalangan Hanabilah dan Karamiah. Baru kemudian ajaran-ajaran aliran ini bisa mendominasi dan menjadi mazhab resmi Negara di dunia Sunni yang dalam rangka itu ia ditopang oleh kondisi social-politik.[6] Pada akhir abad ke-3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-Asy"ari di Bashrah dan Abu Manshur al-Maturidi di Samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu"tazilah, meskipun sedikit banyak mereka mempunyai perbedaan.[7]
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, umumnya dikenal adanya dua corak pemikiran kalam, yak... more Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, umumnya dikenal adanya dua corak pemikiran kalam, yakni pemikiran kalam yang bercorak rasional serta pemikiran kalam yang bercorak tradisional. Pemikiran kalam yang bercorak rasional adalah pemikiran kalam yang memberikan kebebasan berbuat dan berkehendak kepada manusia, daya yang kuat kepada akal, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang terbatas, tidak terikat pada makna harfiah, dan banyak memakai arti majazi dalam memberikan interpretasi ayat-ayat Al-Qur"an. Pemikiran ini akan melahirkan paham rasional tentang ajaran Islam serta menumbuhkan sikap hidup yang dinamis dalam diri manusia. Paham ini terdapat dalam aliran Mu"tazilah[1] dan Maturidiyyah Samarkand.[2] Sebaliknya, pemikiran kalam yang bercorak tradisional adalah pemikiran kalam yang tidak memberikan kebebasan berkehendak dan berbuat kepada manusia, daya yang kecil bagi akal, kekuasaan kehendak Tuhan yang berlaku semutlakmutlaknya, serta terikat pada makna harfiah dalam memberikan interpretasi ayat-ayat Al-Qur"an. Pemikiran kalam ini akan melahirkan paham tradisional tentang ajaran Islam serta akan menumbuhsuburkan sikap hidup fatalistik dalam diri manusia. Paham ini terdapat dalam aliran Asy"ariyyah dan Maturidiyyah Bukhara.[3] Kalau kaum Mu"tazilah banyak percaya pada kekuatan akal manusia, kaum Asy"ariah banyak bergantung pada wahyu. Sikap yang dipakai kaum Mu"tazilah ialah mempergunakan akal dan kemudian memberikan interpretasi pada teks atau nas wahyu sesuai dengan pendapat akal. Kaum Asy"ariah sebaliknya, terlebih dahulu kepada teks wahyu dan kemudian membawa argumen-argumen rasional untuk teks wahyu itu. Kalau kaum Mu"tazilah banyak memakai ta"wil atau interpretasi dalam memahami teks wahyu, kaum Asy"ariah banyak berpegang pada arti lafzi atau letterlek dari teks wahyu. Dengan kata lain Mu"tazilah membaca yang tersurat dalam teks, kaum Asy"ariah membaca yang tersurat.[4] Asy"ariah merupakan aliran yang hidup hingga sekarang, berumur hampir sepuluh abad. Aliran ini tumbuh pada tahuntahun pertama abad ke-4 H, hingga sekarang masih ada, walaupun harus menghadapi tekanan kira-kira 1 ½ abad. Satu saat bertarung melawan kaum rasionalis, yang diwakili khususnya oleh Mu"tazilah, tetapi kadang juga melawan naqliyyin (tekstualis) yang diwakili oleh Salaf [5] ekstrim dari kalangan Hanabilah dan Karamiah. Baru kemudian ajaran-ajaran aliran ini bisa mendominasi dan menjadi mazhab resmi Negara di dunia Sunni yang dalam rangka itu ia ditopang oleh kondisi social-politik.[6] Pada akhir abad ke-3 H muncul dua tokoh yang menonjol, yaitu Abu al-Hasan al-Asy"ari di Bashrah dan Abu Manshur al-Maturidi di Samarkand. Mereka bersatu dalam melakukan bantahan terhadap Mu"tazilah, meskipun sedikit banyak mereka mempunyai perbedaan.[7]