Andiko Mancayo - Academia.edu (original) (raw)
Uploads
Papers by Andiko Mancayo
Increasing global demand for natural resources is intensifying competition for land across the de... more Increasing global demand for natural resources is intensifying competition for land across the developing world, pushing companies onto territories that many Indigenous Peoples and rural communities have sustainably managed for generations. These communities, who collectively hold at least half the world’s land but legally own just 10 percent of land globally, are now racing to protect their land rights.A comprehensive global review of how communities and companies formalize land rights, this report examines discrepancies in time and costs required to obtain formal land rights as well as the land size and rights ultimately granted to each in 15 countries across Africa, Asia and Latin America. It uncovers significant differences in the barriers that both groups face – disparities that give companies a clear advantage. Communities sacrifice years or even decades navigating unwieldy, expensive government processes that may force them to give up significant portions of their ancestral l...
The Journal of Asian Studies, 2015
Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry finds its a... more Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry finds its authority over the forested areas (kawasan hutan) under pressure and continues to pursue strategies to legally maintain the areas within its jurisdiction. Combining insights from legal studies with political economy, this article applies the concept of “political forests” to contemporary contestations and the development of “rule of law” in relation to Indonesia's forested areas. Establishing legal certainty and “rule of law” are widely asserted to be important but never fully achieved. Two cases demonstrate this: the first focuses on the negotiated resolution of overlapping permits in thekawasan hutanbetween the center and the region in Central Kalimantan Province. The second examines the maneuvers of the Ministry of Forestry to (re)assert its authority overkawasan hutanby classifying palm oil as a tree crop. The article concludes that the widespread quest for certainty and rule of l...
Ciri Hak Ulayat Va Vollenhoven 1. Bahwa hanya masyarakat hukum itu sendiri beserta anggotaanggota... more Ciri Hak Ulayat Va Vollenhoven 1. Bahwa hanya masyarakat hukum itu sendiri beserta anggotaanggotanya yang berhak dengan bebas mempergunakan tanah-tanah yang tidak dibudidayakan yang berada dalam wilayah kekuasaannya (beschikkingskring), misalnya membuka tanah, mendirikan perumahan, mengumpulkan/ memungut hasil-hasil, berburu, menggembala ternak, dan sebagainya. 2. Bahwa orang-orang asing (vreemden, artinya orangorang yang bukan anggota masyarakat hukum itu, jadi juga orang-orang pribumi sendiri yang bukan anggota dari masyarakat tersebut, misalnya orang-orang yang berasal dari desa lain) hanya boleh menggunakan tanahtanah itu dengan izin dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Tanpa izin tersebut mereka dianggap membuat pelanggaran. 3. Bagi orang-orang asing-terkadang juga bagi anggotaanggotanya sendiri-harus dibayar suatu recognitie (pemberian uang, bahan ataupun barang kepada seseorang atau suatu badan/ masyarakat hukum sebagai pengakuan atas hak-hak dari orang ataupun badan/ masyarakat hukum itu). 4. Bahwa masyarakat hukum tersebut bertanggung jawab atas beberapa kejahatan tertentu yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal di dalam lingkungan wilayahnya. 5. Mereka tidak dapat mengasingkan hak ulayat tersebut. 6. Bahwa hak ulayat dari masyarakat hukum itu masih berlaku pula pada tanah-tanah yang telah diusahakan dengan baik dan yang ada di dalam lingkungan wilayahnya; namun melekatnya hak tersebut dapat masih kuat, dapat pula sudah melemah. • (Orang Indonesia dan Tanahnya, Diterjemahkan dari: De Indonesier en Zijn Ground, Leiden, boekhandel en drukkerij, v/h E.J. Brill, 1923, Diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh: Sajogyo Institute, Perkumpulan HuMa, STPN Press, Tanah Air Beta, Hlm 5-10)
Indigenous and community lands, crucial for rural livelihoods, are typically held under informal ... more Indigenous and community lands, crucial for rural livelihoods, are typically held under informal customary
tenure arrangements. This can leave the land vulnerable to outside commercial interests, so communities may
seek to formalize their land rights in a government registry and obtain an official land document. But this process
can be time-consuming and complex, and in contrast, companies can acquire land relatively quickly and find shortcuts around regulatory burdens. This article reviews and maps 19 community land formalization and 14 company land acquisition procedures is 15 countries in Africa, Asia and Latin America. Comparing community and company procedures identifies multiple sources of inequity.
Februari 2020 Curai Pembuka Orang Talang Mamak adalah Masyarakat Adat Asli di dataran timur Sumat... more Februari 2020 Curai Pembuka Orang Talang Mamak adalah Masyarakat Adat Asli di dataran timur Sumatera Tengah, tepatnya di Inderagiri, dimana dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh system Hukum dari dua Imperium yang mengapit wilayahnya, yaitu Imperium Minangkabau (Pagaruyung) di tempat dimana matahari saban petang terbenam, untuk kemudian esoknya terbit kembali dari Imperium penguasa selat dihadapan taburan pulau-pulau Riau Lingga, yaitu Imperium Johor. Orang Talang Mamak, dalam sejarahnya, bertalian darah dengan ketika kerajaan yang pernah Berjaya dan saling selang waktu, yaitu Minangkabau, Johor dan Riau Lingga. Karena itu tak pelak, hokum-hukum yang berlaku diketika kerajaan itu, diadopsi kedalam system hokum Masyarakat Adat Talang Mamak yang telah memintas waktu lama. Khusus mengenai pengaturan Tanah Ulayat, Orang Talang Mamak, mengacu kepada Sistem Hukum Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau, yang konon dibawa oleh To' Putieh, dari dataran tinggi, seedaran Gunung Marapi, sebagai asal muasal Telaga Undang, imperium itu. Orang Talang Mamak, selalu merawikan kepada anak cucunya, bahwa kita yang terhampar dari;
andiko, 2019
Saluang adalah kesenian tradisional Minangkabau, dimana lirik-lirik lagunya seperti pantun dan m... more Saluang adalah kesenian tradisional Minangkabau, dimana lirik-lirik lagunya seperti pantun dan memakai kata kiasan. Selain itu lagu saluang juga sebuah alat belajar Geografi karena selalu menyebut naman-nama daerah.
Kajian Tematis Pembangunan Ekonomi Lokal, Sumber Daya Alam dan Penghidupan Maluku Utara, Maluku d... more Kajian Tematis
Pembangunan Ekonomi Lokal,
Sumber Daya Alam dan Penghidupan
Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Tengah
March 2005
Paper ini menggambarkan tentang pelaksanaan perjanjian antara Masyarakat Dusun Sajingan Kecil den... more Paper ini menggambarkan tentang pelaksanaan perjanjian antara Masyarakat Dusun Sajingan Kecil dengan Wilmar Internasional sebagai hasil komplen msyarakat kepada World Bank yang kemudian menghasilkan proses mediasi yang difasilitasi oleh CAO-World Bank. Paper ini menggambarkan tantangan yang tidak diperhitungkan yang akan dialami oleh masyarakat Dusun Sajingan Kecil ketika perkebunan sawit skal besar hadir dan mentransformasikan tata ekonomi rumah tangga mereka.
Buku kecil Mengenal Pilihan-Pilihan Hukum Daerah Untuk Pengakuan Masyarakat Adat ini menyediakan ... more Buku kecil Mengenal Pilihan-Pilihan Hukum Daerah Untuk Pengakuan Masyarakat Adat ini menyediakan informasi dasar dan teknis tentang pilihan-pilihan hukum daerah agar PHR pada khususnya dan Masyarakat Sipil pada umumnya mampu memilih tindakan advokasi hukum untuk menetapkan hak-hak masyarakat adat, beserta dengan kiat-kiat sederhana yang dapat membantu.
Buku ini memuat tulisan-tulisan perenungan sastrawi saya, semoga ada gunanya
The Quest for Legal Certainty and the Reorganization of Power: Struggles over Forest Law, Permits... more The Quest for Legal Certainty and the Reorganization
of Power: Struggles over Forest Law, Permits, and
Rights in Indonesia
PAUL K. GELLERT AND ANDIKO
Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry
finds its authority over the forested areas (kawasan hutan) under pressure and continues
to pursue strategies to legally maintain the areas within its jurisdiction. Combining insights
from legal studies with political economy, this article applies the concept of “political
forests” to contemporary contestations and the development of “rule of law” in
relation to Indonesia’s forested areas. Establishing legal certainty and “rule of law” are
widely asserted to be important but never fully achieved. Two cases demonstrate this:
the first focuses on the negotiated resolution of overlapping permits in the kawasan
hutan between the center and the region in Central Kalimantan Province. The second
examines the maneuvers of the Ministry of Forestry to (re)assert its authority over
kawasan hutan by classifying palm oil as a tree crop. The article concludes that the widespread
quest for certainty and rule of law is quixotic because it ignores the realities of political
economy, including social conflict, beneath the veneer of law.
In the end, the partnership is only one component that complements the development of a plantatio... more In the end, the partnership is only one component that complements the development of a plantation industry truly relies on a large scale company. At this point, the partnership serves only as an option to anticipate the social problems that stem from economic jealousy alone, as many analyses and reporting done so far.
Increasing global demand for natural resources is intensifying competition for land across the de... more Increasing global demand for natural resources is intensifying competition for land across the developing world, pushing companies onto territories that many Indigenous Peoples and rural communities have sustainably managed for generations. These communities, who collectively hold at least half the world’s land but legally own just 10 percent of land globally, are now racing to protect their land rights.A comprehensive global review of how communities and companies formalize land rights, this report examines discrepancies in time and costs required to obtain formal land rights as well as the land size and rights ultimately granted to each in 15 countries across Africa, Asia and Latin America. It uncovers significant differences in the barriers that both groups face – disparities that give companies a clear advantage. Communities sacrifice years or even decades navigating unwieldy, expensive government processes that may force them to give up significant portions of their ancestral l...
The Journal of Asian Studies, 2015
Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry finds its a... more Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry finds its authority over the forested areas (kawasan hutan) under pressure and continues to pursue strategies to legally maintain the areas within its jurisdiction. Combining insights from legal studies with political economy, this article applies the concept of “political forests” to contemporary contestations and the development of “rule of law” in relation to Indonesia's forested areas. Establishing legal certainty and “rule of law” are widely asserted to be important but never fully achieved. Two cases demonstrate this: the first focuses on the negotiated resolution of overlapping permits in thekawasan hutanbetween the center and the region in Central Kalimantan Province. The second examines the maneuvers of the Ministry of Forestry to (re)assert its authority overkawasan hutanby classifying palm oil as a tree crop. The article concludes that the widespread quest for certainty and rule of l...
Ciri Hak Ulayat Va Vollenhoven 1. Bahwa hanya masyarakat hukum itu sendiri beserta anggotaanggota... more Ciri Hak Ulayat Va Vollenhoven 1. Bahwa hanya masyarakat hukum itu sendiri beserta anggotaanggotanya yang berhak dengan bebas mempergunakan tanah-tanah yang tidak dibudidayakan yang berada dalam wilayah kekuasaannya (beschikkingskring), misalnya membuka tanah, mendirikan perumahan, mengumpulkan/ memungut hasil-hasil, berburu, menggembala ternak, dan sebagainya. 2. Bahwa orang-orang asing (vreemden, artinya orangorang yang bukan anggota masyarakat hukum itu, jadi juga orang-orang pribumi sendiri yang bukan anggota dari masyarakat tersebut, misalnya orang-orang yang berasal dari desa lain) hanya boleh menggunakan tanahtanah itu dengan izin dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Tanpa izin tersebut mereka dianggap membuat pelanggaran. 3. Bagi orang-orang asing-terkadang juga bagi anggotaanggotanya sendiri-harus dibayar suatu recognitie (pemberian uang, bahan ataupun barang kepada seseorang atau suatu badan/ masyarakat hukum sebagai pengakuan atas hak-hak dari orang ataupun badan/ masyarakat hukum itu). 4. Bahwa masyarakat hukum tersebut bertanggung jawab atas beberapa kejahatan tertentu yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal di dalam lingkungan wilayahnya. 5. Mereka tidak dapat mengasingkan hak ulayat tersebut. 6. Bahwa hak ulayat dari masyarakat hukum itu masih berlaku pula pada tanah-tanah yang telah diusahakan dengan baik dan yang ada di dalam lingkungan wilayahnya; namun melekatnya hak tersebut dapat masih kuat, dapat pula sudah melemah. • (Orang Indonesia dan Tanahnya, Diterjemahkan dari: De Indonesier en Zijn Ground, Leiden, boekhandel en drukkerij, v/h E.J. Brill, 1923, Diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh: Sajogyo Institute, Perkumpulan HuMa, STPN Press, Tanah Air Beta, Hlm 5-10)
Indigenous and community lands, crucial for rural livelihoods, are typically held under informal ... more Indigenous and community lands, crucial for rural livelihoods, are typically held under informal customary
tenure arrangements. This can leave the land vulnerable to outside commercial interests, so communities may
seek to formalize their land rights in a government registry and obtain an official land document. But this process
can be time-consuming and complex, and in contrast, companies can acquire land relatively quickly and find shortcuts around regulatory burdens. This article reviews and maps 19 community land formalization and 14 company land acquisition procedures is 15 countries in Africa, Asia and Latin America. Comparing community and company procedures identifies multiple sources of inequity.
Februari 2020 Curai Pembuka Orang Talang Mamak adalah Masyarakat Adat Asli di dataran timur Sumat... more Februari 2020 Curai Pembuka Orang Talang Mamak adalah Masyarakat Adat Asli di dataran timur Sumatera Tengah, tepatnya di Inderagiri, dimana dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh system Hukum dari dua Imperium yang mengapit wilayahnya, yaitu Imperium Minangkabau (Pagaruyung) di tempat dimana matahari saban petang terbenam, untuk kemudian esoknya terbit kembali dari Imperium penguasa selat dihadapan taburan pulau-pulau Riau Lingga, yaitu Imperium Johor. Orang Talang Mamak, dalam sejarahnya, bertalian darah dengan ketika kerajaan yang pernah Berjaya dan saling selang waktu, yaitu Minangkabau, Johor dan Riau Lingga. Karena itu tak pelak, hokum-hukum yang berlaku diketika kerajaan itu, diadopsi kedalam system hokum Masyarakat Adat Talang Mamak yang telah memintas waktu lama. Khusus mengenai pengaturan Tanah Ulayat, Orang Talang Mamak, mengacu kepada Sistem Hukum Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau, yang konon dibawa oleh To' Putieh, dari dataran tinggi, seedaran Gunung Marapi, sebagai asal muasal Telaga Undang, imperium itu. Orang Talang Mamak, selalu merawikan kepada anak cucunya, bahwa kita yang terhampar dari;
andiko, 2019
Saluang adalah kesenian tradisional Minangkabau, dimana lirik-lirik lagunya seperti pantun dan m... more Saluang adalah kesenian tradisional Minangkabau, dimana lirik-lirik lagunya seperti pantun dan memakai kata kiasan. Selain itu lagu saluang juga sebuah alat belajar Geografi karena selalu menyebut naman-nama daerah.
Kajian Tematis Pembangunan Ekonomi Lokal, Sumber Daya Alam dan Penghidupan Maluku Utara, Maluku d... more Kajian Tematis
Pembangunan Ekonomi Lokal,
Sumber Daya Alam dan Penghidupan
Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Tengah
March 2005
Paper ini menggambarkan tentang pelaksanaan perjanjian antara Masyarakat Dusun Sajingan Kecil den... more Paper ini menggambarkan tentang pelaksanaan perjanjian antara Masyarakat Dusun Sajingan Kecil dengan Wilmar Internasional sebagai hasil komplen msyarakat kepada World Bank yang kemudian menghasilkan proses mediasi yang difasilitasi oleh CAO-World Bank. Paper ini menggambarkan tantangan yang tidak diperhitungkan yang akan dialami oleh masyarakat Dusun Sajingan Kecil ketika perkebunan sawit skal besar hadir dan mentransformasikan tata ekonomi rumah tangga mereka.
Buku kecil Mengenal Pilihan-Pilihan Hukum Daerah Untuk Pengakuan Masyarakat Adat ini menyediakan ... more Buku kecil Mengenal Pilihan-Pilihan Hukum Daerah Untuk Pengakuan Masyarakat Adat ini menyediakan informasi dasar dan teknis tentang pilihan-pilihan hukum daerah agar PHR pada khususnya dan Masyarakat Sipil pada umumnya mampu memilih tindakan advokasi hukum untuk menetapkan hak-hak masyarakat adat, beserta dengan kiat-kiat sederhana yang dapat membantu.
Buku ini memuat tulisan-tulisan perenungan sastrawi saya, semoga ada gunanya
The Quest for Legal Certainty and the Reorganization of Power: Struggles over Forest Law, Permits... more The Quest for Legal Certainty and the Reorganization
of Power: Struggles over Forest Law, Permits, and
Rights in Indonesia
PAUL K. GELLERT AND ANDIKO
Amid the rapid expansion of oil palm plantations, the Indonesian Ministry of Forestry
finds its authority over the forested areas (kawasan hutan) under pressure and continues
to pursue strategies to legally maintain the areas within its jurisdiction. Combining insights
from legal studies with political economy, this article applies the concept of “political
forests” to contemporary contestations and the development of “rule of law” in
relation to Indonesia’s forested areas. Establishing legal certainty and “rule of law” are
widely asserted to be important but never fully achieved. Two cases demonstrate this:
the first focuses on the negotiated resolution of overlapping permits in the kawasan
hutan between the center and the region in Central Kalimantan Province. The second
examines the maneuvers of the Ministry of Forestry to (re)assert its authority over
kawasan hutan by classifying palm oil as a tree crop. The article concludes that the widespread
quest for certainty and rule of law is quixotic because it ignores the realities of political
economy, including social conflict, beneath the veneer of law.
In the end, the partnership is only one component that complements the development of a plantatio... more In the end, the partnership is only one component that complements the development of a plantation industry truly relies on a large scale company. At this point, the partnership serves only as an option to anticipate the social problems that stem from economic jealousy alone, as many analyses and reporting done so far.
Penyelesaian sengketa alternatif (ADR) sudah lama dikenal, namun model ASR berupa Fasilitasi Konf... more Penyelesaian sengketa alternatif (ADR) sudah lama dikenal, namun model ASR berupa Fasilitasi Konflik tidak banyak berkembang karena terabaikan oleh populeritas Negosiasi dan Mediasi. Padahal posisi fasilitasi konflik itu sangat strategis sebelum memaduki proses Negosiasi atau Mediasi. Buku Fasilitasi Konflik ini lahir berdasarkan pengalaman uji coba proses dibanyak tempat di Indonesia dan proses penemuan, uji coba, pengembangan dan perumusan metodologinya memakan waktu kurang lebih 7 tahun.
This framework serves as a guideline for evaluating the fulfillment of the rights to food and liv... more This framework serves as a guideline for evaluating the fulfillment of the rights to food and livelihood within the business and human rights
framework. The guidelines in this framework can be adopted individually by each party and jointly or collaboratively between parties.
This framework was prepared as an assessment guide for communities living in one area or region and business actors, in this case, land-based
companies. This framework aims to provide comprehensive information as a basis for grievance redress and remedy mechanisms (also referred to
as complaint and recovery mechanisms) in the context of respecting the rights to food and livelihood.
Therefore, the beneficiaries of this framework include Indigenous Peoples and local communities (IPs and LCs) living around company
concessions and the companies operating around residential or IP and LC areas.
The objective of this study is to understand the differences in practice as experienced by the bu... more The objective of this study is to understand the differences in practice as experienced by the business world compared with the experiences of communities, namely farmer organizations, villagers and indigenous peoples, in securing their rights and maintaining access to lands and forests.
Kajian ini merupakan salah satu dokumen yang dipersiapkan dalam rangka mengusulkan perubahan terh... more Kajian ini merupakan salah satu dokumen yang dipersiapkan dalam rangka mengusulkan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Dari segi tahapan, kajian ini dilahirkan setelah pelaksanaan serial diskusi disejumlah daerah yang diselenggarakan oleh Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) beserta mitra-mitra lokalnya. Peserta serial diskusi tersebut adalah kalangan masyarakat, Pemerintah Daerah dan aktivis Organisasi Non-Pemerintah (Ornop). Hasil-hasil diskusi tersebut menjadi bahan penting bagi penyusunan kajian ini. Dari segi fungsi kajian ini sendiri menyediakan konstruksi argumentasi bagi usulan perubahan atau revisi atas UU Kehutanan. Bukan sekedar menyediakan konstruksi argumentasi, kajian ini bahkan sudah mencoba mengusulkan materi perubahan terhadap UU Kehutanan. Dengan demikian, beberapa bagian dari kajian ini akan sangat potensial menjadi bahan bagi penyusunan Naskah Akademik atau rancangan revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.
Tahun ini, seiring dengan akan segera berakhirnya masa kerja kepengurusan DKN periode 2006-2011 h... more Tahun ini, seiring dengan akan segera berakhirnya masa
kerja kepengurusan DKN periode 2006-2011 hasil Kongres
Kehutanan Indonesia ke-IV, berakhir pula satu periode
upaya penemuan cara yang efektif untuk resolusi konflik
kehutanan melalui Desk Resolusi Konflik Kehutanan
DKN. Untuk terus menjaga dan meneruskan capaian
kerja yang telah dihasilkan oleh DKN, khususnya Tim
Mediasi Resolusi Konflik, sekaligus dalam kerangka
menjaga akuntabilitas proses dan hasil kerja, untuk itu
laporan hasil kerja Tim ini lahir untuk disampaikan
sebagai bagian dari perkembangan kerja DKN periode
2006-2011 pada Kongres Kehutanan Indonesia ke-V bulan
November ini.
The Scramble for Land Rights Reducing Inequity between Communities and Companies by Laura Notess,... more The Scramble for Land Rights
Reducing Inequity between Communities and Companies
by Laura Notess, Peter Veit, Iliana Monterroso, Andiko, Emmanuel Sulle, Anne M. Larson, Anne-Sophie Gindroz, Julia Quaedvlieg and Andrew Williams - July 2018
Increasing global demand for natural resources is intensifying competition for land across the developing world, pushing companies onto territories that many Indigenous Peoples and rural communities have sustainably managed for generations. These communities, who collectively hold at least half the world’s land but legally own just 10 percent of land globally, are now racing to protect their land rights.
A comprehensive global review of how communities and companies formalize land rights, this report examines discrepancies in time and costs required to obtain formal land rights as well as the land size and rights ultimately granted to each in 15 countries across Africa, Asia and Latin America. It uncovers significant differences in the barriers that both groups face – disparities that give companies a clear advantage. Communities sacrifice years or even decades navigating unwieldy, expensive government processes that may force them to give up significant portions of their ancestral lands, while wealthy companies with strong political connections quickly secure rights to the same land.
The report sheds light on this uneven playing field between companies and communities, and recommends a more transparent path forward. It calls on countries to simplify overly complex procedures and amend steps that impose difficult, undue burdens on communities, while uniformly enforcing corporate land acquisition policies. Around the world, better conflict resolution mechanisms are needed to address competing third-party claims, and governments must also protect communities' right to free, prior and informed consent.
DOWNLOAD OPTIONS
PUBLICATION
CONTACT:
Laura Notess
PROJECTS:
Land and Resource Rights
TOPICS:
Governance
TAGS:
deforestation, forests, governance, human rights, indigenous people, land rights, resource rights
PAGES:
122
LICENSE:
Creative Commons
Key Findings Executive Summary
KEY FINDINGS
Community land, crucial to rural livelihood around the world, is increasingly targeted by commercial interests. Its loss can lead to environmental degradation, increased rural poverty and land disputes that last for years. Without formal legal recognition of their land rights, communities struggle to protect their land from being allocated to outside investors.
This report reveals endemic challenges facing communities across 15 countries. Procedures to register and document their customary land rights are complex, difficult and costly, requiring communities to sacrifice time, finances and customary land and resources.
As a result, it can take decades for communities to formalize their land rights. In the Philippines, the process requires 56 legally mandated steps; in Indonesia, 21 different government entities were involved.
In comparison, companies acquire formal land rights relatively quickly. Some companies take shortcuts to acquire land or begin commercial operations before obtaining final approvals. Few laws require foreign investors to engage in meaningful community consultation. This disadvantages more responsible companies and risks displacing communities.
To level the playing field between communities and companies, this report calls on countries to establish accessible and transparent community procedures that recognize all customary land, mitigate associated land conflicts, coordinate implementation and budgetary support for community land formalization, and better monitor company compliance.
Author : 1. Asep Mulyana 2. Rudiansyah Critical Writer : Andiko
Kata Pengantar Pada 16 Mei 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya MK 35/ PUU-X/2012 m... more Kata Pengantar
Pada 16 Mei 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya MK 35/ PUU-X/2012 memenggal sebuah perdebatan panjang tentang keberadaan Hutan Adat di Indonesia, semenjak UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dilahirkan.
Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pengaturan hutan adat ini menimbulkan banyak dampak di lapangan, yang kerap kali memicu Putusan MK 35/PUU-X/2012 ini kemudian memisahkan secara tegas keberadaan hutan negara dengan hutan adat, dimana hutan adat kemudian digolongkanke dalam hutan hak. Hutan hak menurut UU Kehutanan adalah hutan yang ditetapkan berdasarkan hak atas tanah. Aturan hukum ini kemudian membuka ruang pertanyaan, antara lain hak seperti apa yang akan melekat pada hamparan hutan adat? Kemudian, bagaimana prosedur pemulihan hutan adat dari hutan negara? Dan apakah setelah berpisah dengan hutan negara, hutan adat ini akan bebas merdeka dari otoritas pemerintah?
Berbagai pertanyaan ini bergulir terus baik di kalangan masyarakat hukum adat sendiri, maupun di kalangan para aktivis pendamping dan tentunya di kalangan pemerintah dan pemerintah daerah, yang kemudian mendapat limpahan urusan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat.
Komik ini mencoba mengurai berbagai kemungkinan yang akan dialami oleh hutan adat pasca putusan MK ini. Secara sederhana akan menggambarkan diskursus hukum dan teknis lapangan yang kemungkinan besar akan terjadi.
Harapannya, sebagai sebuah media kreatif yang telah menjadi alat (tools) pendidikan hukum bagi masyarakat, komik ini dapat menyumbangkan pengetahuan bagi masyarakat tentang aspek hukum hutan adat pasca keluarnya putusan MK tersebut.
Selamat membaca,
Salam
Andiko
Direktur Eksekutif
Kata Pengantar APAKAH hubungannya Hak Guna Usaha dengan Hak Asasi Manusia? Hak guna usaha adalah ... more Kata Pengantar
APAKAH hubungannya Hak Guna Usaha dengan Hak Asasi Manusia? Hak guna usaha adalah suatu hak pengelolaan yang diberikan oleh negara kepada perusahaan di atas tanah negara selama 30 tahun sedangkan hak azasi manusia adalah hak-hak dasar sebagai manusia yang wajib dipenuhi dan diusahakan oleh negara. Yang satu diberikan oleh negara kepada perusahaan dan yang satu diwajibkan agar dipenuhi oleh negara. Di dalam buku yang berjudul ‘HGU dan HAM’ inilah ke dua hak tersebut diperbincangkan dan didiskusikan. Terdapat dua skenario berkenaan hubungan dua hak tersebut, pertama, ke dua hak tersebut saling menguatkan (sinergis) dan hal inilah yang diharapkan oleh Komnas Ham. Kedua, dua hak tersebut saling berkompetisi untuk saling mengalahkan. Saya melihat di dalam praktek-praktek pemberian HGU oleh negara telah mengabaikan bahkan kurang mempertimbangkan aspek HAM, buku inilah sebagai bukti awal terhadap tesa di depan.
Di dalam buku ini, hal yang paling menarik adalah lewat pemberianhak bernama HGU oleh negara (baca pemerintah) maka beberapahak ekosos dan hak adat masyarakat dilindih dan dikalahkan. Hal ini terbaca didalam kesimpulan-kesimpulan yang didapatkan oleh tim penulis buku tersebut. kesimpulan tersebut antara lain:
1. Kebijakan nasionalisasi dan konversi hak-hak barat di awal kemerdekaan tidak mempertimbangkan perjanjian pemakaian
tanah antara masayarakat adat dengan pengusaha perkebunan Belanda yang kemudian mendapatkan hak erfpach dari pemerintah kolonial Belanda.
2. Konfersi hak Erfpach menjadi HGU, menyebabkan diambil alihnya tanah-tanah masyarakat adat oleh negara.
3. Pengambilalihan tanah-tanah adat di zaman kemerdekaan juga dengan tidak menghargai hukum adat, sehingga menimbulkan konflik-konflik hukum dan sosial.
4. Proses pelepasan hak atas tanah-tanah adat menunjukkan indikasi kuat terjadinya pelanggaran-pelanggaran hak hukum masyarakat adat, maka HGU-HGU yang lahir di atas situasi demikian membawa serta merta cacat hukum.
5. Hampir tidak ada langkah-langkah penyelesaian hukum terhadap kasus-kasus HGU ini menyebabkan hak-hak masyarakat adat dilanggar, baik hak konstitusional maupun hak azazi mereka.
Saya secara pribadi ataupun Komisioner Komnas HAM menyambut gembira atas terbitnya buku ini. Draft buku ini sudah begitu lama dikarenakan kegiatan penelitian ini dilakukan sewaktu kepengurusan Komnas Ham era Bapak Hakim Garuda Nusantara. Saya berterima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu penelitian dan terbitnya buku ini antara lain Perkumpulan Sawit Watch, BPRPI, Walhi Kalbar, Walhi Sulsel, berbagai komunitas masyarakat adat, dan beberapa pihak yang tidak dapat saya sebutkan. Terakhir, semoga lewat kerja kecil ini dapat menambah darah perjuangan bagi komunitaskomunitas penguatan masyarakat adat yang Hak Azasi Manusia-nya terus menerus dimarjinalkan.
Biodata Penulis Harry Oktavian, Direktur Eksekutif Scale Up, mendalami aktivitas terkait isu lin... more Biodata Penulis
Harry Oktavian, Direktur Eksekutif Scale Up, mendalami aktivitas terkait isu lingkungan dan sosial semenjak tahun 1999, memperkuat kapasitas melalui berbagai training dan lokakarya nasional dan internasional yang dapat dimanfaatkan oleh parapihak dalam membangun kemitraan berkelanjutan. Sangat konsen terhadap konflik sumber daya alam yaitu mendorong parapihak untuk melakukan resolusi konflik yang memberi arti sesungguhnya. Memiliki sertifikat mediator dan pengalaman media baik di sektor kehutanan maupun perkebunan dalam skala besar.
Andiko Sutan Mancayo, Senior Lawyer AsM Law Office yang bekerja dalam bidang hukum tanah, sumber daya alam, dan lingkungan, serta resolusi konflik pada 15 tahun terakhir. Terlibat penuh mengembangkan pendekatan Alternative Dispute Resolutions (ADR) dalam konflik berbasis tanah dan sumber daya alam di Indonesia. Sebagai mediator pernah memegang dua surat keputusan menteri Kehutanan untuk resolusi konflik.
Iwan Tjitradjaja, Almarhum merupakan dosen senior pada Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, merupakan antropolog ekologis senior dan banyak aktif pada program resolusi konflik sumber daya alam di Indonesia.
M. Rawa El Amady, Doktor Antropologi lulusan UI, terlibat pada resolusi konflik sumber daya alam. Aktivitas sehari-hari sebagai konsultan perencanaan sosial, penulis, dewan pengawas Scale Up dan owner PT. Erha Abadi. Hp : 08127627068.
Proses Pengakuan Substantif Sebagai Strategi Terobosan Untuk Pengakuan Masyarakat Adat di Indonesia
"Bottom Up Recognition"; Substantive Recognition Process as a Breakthrough Strategy for the Recog... more "Bottom Up Recognition"; Substantive Recognition Process as a Breakthrough Strategy for the Recognition of Indigenous Peoples in Indonesia
Bagaimana instrumen bisnis menghormati Hak Komunal Masyarakat Adat
Batam Tempoe Doeloe; Sejarah Sosial Orang-Orang Kecil Penopang Peradaban Perbatasan, oleh Andiko... more Batam Tempoe Doeloe; Sejarah Sosial Orang-Orang Kecil Penopang Peradaban Perbatasan, oleh Andiko Sutan Mancayo “Penyintas Waktu”-Penikmat Sejarah. Disampaikan dalam Diskusi Bulanan Penikmat Literasi Batam, Tema : Batam: Sejarah Orang-orang Biasa, Juni 2023
Pada 28 October 2015, ICMM merilis dokumen Indigenous Peoples and Mining: Good Practice Guide. IC... more Pada 28 October 2015, ICMM merilis dokumen Indigenous Peoples and Mining: Good Practice Guide. ICMM adalah organisasi internasional yang didedikasikan untuk industri pertambangan dan logam yang aman, adil, dan berkelanjutan. Menyatukan 28 perusahaan pertambangan dan logam serta lebih dari 35 asosiasi regional dan komoditas, kami memperkuat kinerja lingkungan dan sosial.
Pengakuan Masyarakat Adat berbasiskan Objek, untuk memacah kejumutan model pengakuan berbasiskan ... more Pengakuan Masyarakat Adat berbasiskan Objek, untuk memacah kejumutan model pengakuan berbasiskan Subjek yang ada selama ini
Bagaimana Strategi Penggalangan Dana (Fundrising) yang efektif dilakukan untuk Organisasi
Masyarakat Adat dan Industri Perkebunan Kelapa Sawit : Tawaran-Tawaran Solusi
Bagaimana skenario pemulihan Tanah Adat setelah Hak Guna Usaha perusahaan perkebunan berakhir
Menurut Soemarsaid Moertono menyimpulkan bahwa raja mempunyai dua hak atas tanah. Pertama, berupa... more Menurut Soemarsaid Moertono menyimpulkan bahwa raja mempunyai dua hak atas tanah. Pertama, berupa hak politik atau hak publik yang mengatur dan menetapkan masalah luas daerah dan batas-batas kekuasaannya. Kedua, adalah hak untuk mengatur hasil tanah sesuai dengan adat. (Soeprijadi, Reorganisasi Tanah serta Keresahan Petani dan
How To Linked The Community Monitoring to The Company Competitiveness
andiko, 2019
Bagaimana hubungan pluralisme hukum dengan konflik, atau sebaliknya. Disampaikan dalam seminar in... more Bagaimana hubungan pluralisme hukum dengan konflik, atau sebaliknya. Disampaikan dalam seminar internasional Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam, Kepulauan Riau
When the issue of plantation sustainability emerged at the end of 2004, including as a discourse ... more When the issue of plantation sustainability emerged at the end of 2004,
including as a discourse in RSPO standard, adat law became one of the hot topics. Many plantations operated on customary lands that belonged to customary communities or indigenous people and that were subject to adat law. After going through several debates, respect for Adat Law was adopted as one of the principles and criteria of RSPO, especially which pertains to the implementation of FPIC principle and provisions regarding High Conservation Value (HCV) for indicator 5 and 6.
ANDIKO, SH. MH Senior Lawyer AsM Law Office Pelatihan Paralegal Dalam Rangka Peningkatan Kapasit... more ANDIKO, SH. MH
Senior Lawyer AsM Law Office
Pelatihan Paralegal
Dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Sdm
Penanganan Konflik Tenurial Di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2018
Presentasi ini disampaikan dalam SARASEHAN KONGRES MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KELIMA /KMAN V Tem... more Presentasi ini disampaikan dalam
SARASEHAN KONGRES MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KELIMA /KMAN V
Tema: Hak Kelola Masyarakat Adat untuk Pemulihan dan Perlindungan Ekosistem Gambut.
Penyelenggara: Perkumpulan HuMa
Tanjung Gusta – Sumut, 15 Maret 2017
Beberapa pisau análisis konflik SDA yang biasa dipakai
Tonggak-tonggak penting, perjalanan pengakuan Hutan Adat
Pendekatan Landscape Based Conflict Resolutions
Tesis ini membahas kelayakan hukum Karbon (CO2) menjadi objek perdagangan karbon dalam skema miti... more Tesis ini membahas kelayakan hukum Karbon (CO2) menjadi objek perdagangan karbon dalam skema mitigasi perubahan iklim dalam kacamata hukum dan etikalingkungan. Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat analitis denganpendekatan normatif. Penelitian ini kemudian menemukan bahwa secara normatif Karbon (CO2
) dapat menjadi benda karena Undang-Undang dan menjadi objek
perdagangan karbon, namun mengandung sejumlah pertanyaan dalam pendekatan secara etika lingkungan karena merupakan benda milik bersama serta tetap menggunakan pendekatan Antroposentris dalam memposisikan alam diikuti sejumlah masalah teknis kehutanan dan perdagangan.