FYFIE ARUNIE - Academia.edu (original) (raw)
Uploads
Thesis Chapters by FYFIE ARUNIE
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan... more ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi dalam pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak tahun 2016. Lokasi penelitian adalah di DPR Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian adalah untuk memahami bagaimana kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam proses pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 agar dapat menjadi prioritas dalam prolegda untuk kemudian dapat dibahas. Perspektif teoritik yang digunakan adalah teori kebijakan publik, dan teori kontestasi politik. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam perancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 terjadi karena rancangan qanun perlindungan anak tidak menjadi prioritas dalam Prolegda yang disebabkan adanya anggapan bahwa qanun tersebut tidak bernilai ekonomis, ketidakpahaman legislator terhadap pentingnya qanun tersebut serta adanya anggapan di kalangan legislator bahwa Perlindungan terhadap Anak Sudah Ada dalam Al-Qur’an sehingga tidak perlu diqanunkan. Kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi tidak terjadi secara serius. Hal tersebut dikarenakan para legislator gagal memahami pentingnya kebijakan publik terkait perlindungan anak, legislator belum mampu menghadirkan sense of crisis terhadap isu publik yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu juga, legislator DPR Kota Lhokseumawe lebih memprioritaskan Qanun yang bernilai ekonomis karena bernilai tambah terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Kontestasi Politik, Banleg, DPRK Lhokseumawe
Books by FYFIE ARUNIE
Ruang Karya, 2023
Perdebatan besar dalam studi kebijakan publik tentang hubungan antara politik dan rasionalitas. B... more Perdebatan besar dalam studi kebijakan publik tentang hubungan antara politik dan rasionalitas. Beberapa berpendapat bahwa keputusan kebijakan publik harus didasarkan pada rasionalitas ketimbang pada politik. Sudut pandang seperti itu sering terjadi didukung oleh birokrat dan analis kebijakan. Dasar dari kepercayaan ini terletak pada keyakinan bahwa itu adalah mungkin untuk membuat tujuan, rasional, dan nilai- penilaian bebas dari isu-isu kebijakan dan untuk sampai pada keputusan yang “terbaik” bagi masyarakat. Pendekatan semacam itu mendasari "rasional" pendekatan untuk pengambilan keputusan seperti analisis biaya- manfaat. Pendukung pendekatan ini berpendapat bahwa kita dapat mengidentifikasi opsi kebijakan, peringkat mereka dalam hal kesesuaian mereka untuk mencapai diberikan hasil, dan pilih salah satu yang terbaik, yaitu adalah, paling mungkin menghasilkan pencapaian hasil yang diinginkan. Pandangan ini mendasari ide tersebut bahwa kita dapat memisahkan "politik" dan "administrasi" sebagai kegiatan. Politik dianggap sebagai proses pemilihan tujuan kebijakan, sedangkan administrasi adalah proses pemilihan sarana terbaik dalam mencapai tujuan-tujuan itu.
Politik dapat memainkan peran di berbagai tahap proses kebijakan. Tahap pertama adalah agenda setting atau problem definision. Masalah ditempatkan pada agenda kebijakan sebagai hasil dari Upaya aktor politik seperti politisi, kelompok kepentingan, dan media massa. Definisi kebijakan masalah juga mencerminkan politik sejak orang mendefinisikan masalah dengan cara yang berbeda tergantung pada nilai-nilai mereka. Di sini ideologi politik berperan penting seperti liberalisme, sosialisme, dan konservatisme menggambarkan masyarakat dengan cara yang berbeda dan memberikan penjelasan yang berbeda untuk masalah sosial. Definisi masalah pada gilirannya akan membentuk bagaimana orang memilih solusi untuk masalah. Tahap selanjutnya dari merancang solusi untuk masalah terjadi terutama dalam tangan eksekutif pemerintah dan birokrasi. Disini kita menghadapi politik birokrasi dalam melaksanakan solusi kebijakan, bisa juga ada “politik dari implementasi” seperti yang dicari oleh aktor kebijakan yang berbeda mengamankan hasil yang berbeda melalui negosiasi dan tawar-menawar.
Salah satu tujuan pembangunan pada era Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kese... more Salah satu tujuan pembangunan pada era Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan. Akan tetapi masalah ketidakadilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diukur dengan angka Indeks Pembangunan Gender dan angka Indeks Pemberdayaan Gender. Selain itu masih banyaknya peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan dan anak, serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender serta kelembagaan yang peduli anak termasuk keterbatasan data terpilah menurut jenis kelamin, angka pemberdayaan dan pembangunan gender di Indonesia termasuk terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hal ini memberikan arti bahwa ketidakadilan gender diberbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang akan dihadapi hingga masa mendatang.
Keterwakilan perempuan dalam partai politik turut menjadi sebuah permasalahan, ketika jika diliha... more Keterwakilan perempuan dalam partai politik turut menjadi sebuah permasalahan, ketika jika dilihat kembali apa yang dimaksudkan dengan keterwakilan perempuan itu sendiri tidak dibahas dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2008, sehingga harus ditinjau kembali dan dicari dalam perundangan lainnya. Pada Undang-Undang No 39 Tahun 1999 bahwasannya, keterwakilan wanita adalah pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan jender. Sementara jika dipahami lebih lanjut, kata-kata pemberian pada makna keterwakilan perempuan seolah-olah menjelaskan bahwa hak-hak perempuan dalam politik hanyalah sebuah pemberian atau hadiah. Sehingga pergolakan terjadi agar undang-undang tersebut haruslah di verifikasi ulang dengan acuan keterwakilan perempuan bukanlah sebuah pemberian.
Pada kenyataannya hingga saat ini Affirmative Action yang merupakan sebuah harapan agar perempuan mendapatkan setidaknya sesuai dengan ketentuan minimum 30 persen keikutsertaan pada setiap aktivitas publik dan politik, tampaknya belum mampu dipenuhi. Berbagai hambatan baik dari perspektif agama, budaya, sosial, bahkan pendidikan menjadi alasan tidak terpenuhinya kuota untuk para perempuan dapat aktif menyetarakan dan menyuarakan hak nya dengan kaum laki-laki baik dalam ranah lokal, nasional, hingga internasional.
Papers by FYFIE ARUNIE
Journal of Governance and Social Policy
At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the ... more At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the province and awaiting a register number that requires a letter of recommendation from the Minister of Home Affairs. In the discussion process to analyze the problem using political system theory in the formulation of public policy according to David Easton which consists of input, withinput, and output. Researchers chose to use a qualitative approach because a qualitative approach is believed to be able to assist researchers in interpreting and describing the phenomena that occur. The process of expansion of the Kandang Makmur sub-district is full of political elements. The political element is the efforts of Mayor Suaidi Yahya and the Aceh Party to control the legislature of the expansion agenda of the Kandang Makmur sub-district. This is in accordance with the concept that in the policy making process there is the use of interests and power in order to form a policy. So in the formulat...
Journal of Governance and Social Policy
At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the ... more At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the province and awaiting a register number that requires a letter of recommendation from the Minister of Home Affairs. In the discussion process to analyze the problem using political system theory in the formulation of public policy according to David Easton which consists of input, withinput, and output. Researchers chose to use a qualitative approach because a qualitative approach is believed to be able to assist researchers in interpreting and describing the phenomena that occur. The process of expansion of the Kandang Makmur sub-district is full of political elements. The political element is the efforts of Mayor Suaidi Yahya and the Aceh Party to control the legislature of the expansion agenda of the Kandang Makmur sub-district. This is in accordance with the concept that in the policy making process there is the use of interests and power in order to form a policy. So in the formulat...
Zenodo (CERN European Organization for Nuclear Research), Jan 31, 2022
This article discussed the orientation of female candidates from ex-combatants of the Aceh confli... more This article discussed the orientation of female candidates from ex-combatants of the Aceh conflict in the 2019 Legislative Election. The Pasee region consists of Lhokseumawe City and North Aceh Regency chosen based on the conflict history were the main areas of the Gerakan Aceh Merdeka (GAM) when demanding freedom for Aceh from the Government of Indonesia during 32 years conflict in Aceh. The female candidates as the speakers in this study were women who had taken part in the conflict and peace period in Aceh, consisting of former Inong Balee, activists, and daughters of GAM commander in the Pasee region. After that, they transformed to choose politics to continue the ideals of the struggle of the Acehnese. The results showed that female candidates from local and national parties were dependent on their political participation. The orientation of their nominations as female legislative candidates were based on historical orientation and raised the issues about their involvement during the conflict as indicated on the banners, billboards, and campaigns. This historical orientation made them want to realize the points of the peace agreement by nominating themselves to become members of the regency/city legislatures or province through their visions and missions at the time of nomination.
ABSTRAK Masalah Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat yang dida... more ABSTRAK
Masalah Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat yang didalamnya mengatur mengenai perpindahan lokasi pelaksanaan hukuman cambuk terhadap tersangka kasus pelanggaran hukum jinayat dari ruang publik ke ruang tertutup telah menarik perhatian sejumlah kalangan baik akademisi, tokoh agama, pejabat pemerintahan sampai kepada kalangan masyarakat. Peraturan Gubernur tersebut dianggap melanggar Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat yang menyatakan bahwa pelaksanaan hukum acara jinayat khususnya pelaksanaan hukuman cambuk dilaksanakan ditempat terbuka dan dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat. Peraturan Gubernur adalah sebuah kebijakan publik tingkat Provinsi yang memiliki makna bahwa stratifikasi kebijakan publik berada pada strata Provinsi dengan penanggungjawab langsung yaitu Gubernur. Penelitian ini menggunakan teori Stratifikasi Kebijakan Publik, dan Metode Penelitian Kepustakaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat Dalam Perspektif Stratifikasi Kebijakan Publik diketahui bahwa peraturan tersebut berada pada kelompok atau strata kebijakan publik teknis operasional yang didalamnya membahas mengenai teknis operasional tata cara pelaksanaan mengenai hukuman bagi para pelanggar hukum jinayat di Provinsi Aceh. Sedangkan jika dilihat dari Stratifikasi kekuasaan pemerintahan, Peraturan Gubernur tersebut berada pada strata kekuasaan pemerintah provinsi yang di eksekusi langsung oleh Gubernur Aceh.
Kata Kunci : Hukum Acara Jinayat, Stratifikasi Kebijakan Publik, Aceh
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Le... more ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi dalam pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak tahun 2016. Lokasi penelitian adalah di DPR Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian adalah untuk memahami bagaimana kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam proses pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 agar dapat menjadi prioritas dalam prolegda untuk kemudian dapat dibahas. Perspektif teoritik yang digunakan adalah teori kebijakan publik, dan teori kontestasi politik. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam perancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 terjadi karena rancangan qanun perlindungan anak tidak menjadi prioritas dalam Prolegda yang disebabkan adanya anggapan bahwa qanun tersebut tidak bernilai ekonomis, ketidakpahaman legislator terhadap pentingnya qanun tersebut serta adanya anggapan di kalangan legislator bahwa Perlindungan terhadap Anak Sudah Ada dalam Al-Qur'an sehingga tidak perlu diqanunkan. Kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi tidak terjadi secara serius. Hal tersebut dikarenakan para legislator gagal memahami pentingnya kebijakan publik terkait perlindungan anak, legislator belum mampu menghadirkan sense of crisis terhadap isu publik yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu juga, legislator DPR Kota Lhokseumawe lebih memprioritaskan Qanun yang bernilai ekonomis karena bernilai tambah terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan... more ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi dalam pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak tahun 2016. Lokasi penelitian adalah di DPR Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian adalah untuk memahami bagaimana kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam proses pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 agar dapat menjadi prioritas dalam prolegda untuk kemudian dapat dibahas. Perspektif teoritik yang digunakan adalah teori kebijakan publik, dan teori kontestasi politik. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam perancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 terjadi karena rancangan qanun perlindungan anak tidak menjadi prioritas dalam Prolegda yang disebabkan adanya anggapan bahwa qanun tersebut tidak bernilai ekonomis, ketidakpahaman legislator terhadap pentingnya qanun tersebut serta adanya anggapan di kalangan legislator bahwa Perlindungan terhadap Anak Sudah Ada dalam Al-Qur’an sehingga tidak perlu diqanunkan. Kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi tidak terjadi secara serius. Hal tersebut dikarenakan para legislator gagal memahami pentingnya kebijakan publik terkait perlindungan anak, legislator belum mampu menghadirkan sense of crisis terhadap isu publik yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu juga, legislator DPR Kota Lhokseumawe lebih memprioritaskan Qanun yang bernilai ekonomis karena bernilai tambah terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Kontestasi Politik, Banleg, DPRK Lhokseumawe
Ruang Karya, 2023
Perdebatan besar dalam studi kebijakan publik tentang hubungan antara politik dan rasionalitas. B... more Perdebatan besar dalam studi kebijakan publik tentang hubungan antara politik dan rasionalitas. Beberapa berpendapat bahwa keputusan kebijakan publik harus didasarkan pada rasionalitas ketimbang pada politik. Sudut pandang seperti itu sering terjadi didukung oleh birokrat dan analis kebijakan. Dasar dari kepercayaan ini terletak pada keyakinan bahwa itu adalah mungkin untuk membuat tujuan, rasional, dan nilai- penilaian bebas dari isu-isu kebijakan dan untuk sampai pada keputusan yang “terbaik” bagi masyarakat. Pendekatan semacam itu mendasari "rasional" pendekatan untuk pengambilan keputusan seperti analisis biaya- manfaat. Pendukung pendekatan ini berpendapat bahwa kita dapat mengidentifikasi opsi kebijakan, peringkat mereka dalam hal kesesuaian mereka untuk mencapai diberikan hasil, dan pilih salah satu yang terbaik, yaitu adalah, paling mungkin menghasilkan pencapaian hasil yang diinginkan. Pandangan ini mendasari ide tersebut bahwa kita dapat memisahkan "politik" dan "administrasi" sebagai kegiatan. Politik dianggap sebagai proses pemilihan tujuan kebijakan, sedangkan administrasi adalah proses pemilihan sarana terbaik dalam mencapai tujuan-tujuan itu.
Politik dapat memainkan peran di berbagai tahap proses kebijakan. Tahap pertama adalah agenda setting atau problem definision. Masalah ditempatkan pada agenda kebijakan sebagai hasil dari Upaya aktor politik seperti politisi, kelompok kepentingan, dan media massa. Definisi kebijakan masalah juga mencerminkan politik sejak orang mendefinisikan masalah dengan cara yang berbeda tergantung pada nilai-nilai mereka. Di sini ideologi politik berperan penting seperti liberalisme, sosialisme, dan konservatisme menggambarkan masyarakat dengan cara yang berbeda dan memberikan penjelasan yang berbeda untuk masalah sosial. Definisi masalah pada gilirannya akan membentuk bagaimana orang memilih solusi untuk masalah. Tahap selanjutnya dari merancang solusi untuk masalah terjadi terutama dalam tangan eksekutif pemerintah dan birokrasi. Disini kita menghadapi politik birokrasi dalam melaksanakan solusi kebijakan, bisa juga ada “politik dari implementasi” seperti yang dicari oleh aktor kebijakan yang berbeda mengamankan hasil yang berbeda melalui negosiasi dan tawar-menawar.
Salah satu tujuan pembangunan pada era Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kese... more Salah satu tujuan pembangunan pada era Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan. Akan tetapi masalah ketidakadilan gender ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diukur dengan angka Indeks Pembangunan Gender dan angka Indeks Pemberdayaan Gender. Selain itu masih banyaknya peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan dan anak, serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender serta kelembagaan yang peduli anak termasuk keterbatasan data terpilah menurut jenis kelamin, angka pemberdayaan dan pembangunan gender di Indonesia termasuk terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hal ini memberikan arti bahwa ketidakadilan gender diberbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang akan dihadapi hingga masa mendatang.
Keterwakilan perempuan dalam partai politik turut menjadi sebuah permasalahan, ketika jika diliha... more Keterwakilan perempuan dalam partai politik turut menjadi sebuah permasalahan, ketika jika dilihat kembali apa yang dimaksudkan dengan keterwakilan perempuan itu sendiri tidak dibahas dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2008, sehingga harus ditinjau kembali dan dicari dalam perundangan lainnya. Pada Undang-Undang No 39 Tahun 1999 bahwasannya, keterwakilan wanita adalah pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan jender. Sementara jika dipahami lebih lanjut, kata-kata pemberian pada makna keterwakilan perempuan seolah-olah menjelaskan bahwa hak-hak perempuan dalam politik hanyalah sebuah pemberian atau hadiah. Sehingga pergolakan terjadi agar undang-undang tersebut haruslah di verifikasi ulang dengan acuan keterwakilan perempuan bukanlah sebuah pemberian.
Pada kenyataannya hingga saat ini Affirmative Action yang merupakan sebuah harapan agar perempuan mendapatkan setidaknya sesuai dengan ketentuan minimum 30 persen keikutsertaan pada setiap aktivitas publik dan politik, tampaknya belum mampu dipenuhi. Berbagai hambatan baik dari perspektif agama, budaya, sosial, bahkan pendidikan menjadi alasan tidak terpenuhinya kuota untuk para perempuan dapat aktif menyetarakan dan menyuarakan hak nya dengan kaum laki-laki baik dalam ranah lokal, nasional, hingga internasional.
Journal of Governance and Social Policy
At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the ... more At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the province and awaiting a register number that requires a letter of recommendation from the Minister of Home Affairs. In the discussion process to analyze the problem using political system theory in the formulation of public policy according to David Easton which consists of input, withinput, and output. Researchers chose to use a qualitative approach because a qualitative approach is believed to be able to assist researchers in interpreting and describing the phenomena that occur. The process of expansion of the Kandang Makmur sub-district is full of political elements. The political element is the efforts of Mayor Suaidi Yahya and the Aceh Party to control the legislature of the expansion agenda of the Kandang Makmur sub-district. This is in accordance with the concept that in the policy making process there is the use of interests and power in order to form a policy. So in the formulat...
Journal of Governance and Social Policy
At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the ... more At this time the position of the Qanun on the Expansion of the Kandang Makmur District is in the province and awaiting a register number that requires a letter of recommendation from the Minister of Home Affairs. In the discussion process to analyze the problem using political system theory in the formulation of public policy according to David Easton which consists of input, withinput, and output. Researchers chose to use a qualitative approach because a qualitative approach is believed to be able to assist researchers in interpreting and describing the phenomena that occur. The process of expansion of the Kandang Makmur sub-district is full of political elements. The political element is the efforts of Mayor Suaidi Yahya and the Aceh Party to control the legislature of the expansion agenda of the Kandang Makmur sub-district. This is in accordance with the concept that in the policy making process there is the use of interests and power in order to form a policy. So in the formulat...
Zenodo (CERN European Organization for Nuclear Research), Jan 31, 2022
This article discussed the orientation of female candidates from ex-combatants of the Aceh confli... more This article discussed the orientation of female candidates from ex-combatants of the Aceh conflict in the 2019 Legislative Election. The Pasee region consists of Lhokseumawe City and North Aceh Regency chosen based on the conflict history were the main areas of the Gerakan Aceh Merdeka (GAM) when demanding freedom for Aceh from the Government of Indonesia during 32 years conflict in Aceh. The female candidates as the speakers in this study were women who had taken part in the conflict and peace period in Aceh, consisting of former Inong Balee, activists, and daughters of GAM commander in the Pasee region. After that, they transformed to choose politics to continue the ideals of the struggle of the Acehnese. The results showed that female candidates from local and national parties were dependent on their political participation. The orientation of their nominations as female legislative candidates were based on historical orientation and raised the issues about their involvement during the conflict as indicated on the banners, billboards, and campaigns. This historical orientation made them want to realize the points of the peace agreement by nominating themselves to become members of the regency/city legislatures or province through their visions and missions at the time of nomination.
ABSTRAK Masalah Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat yang dida... more ABSTRAK
Masalah Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat yang didalamnya mengatur mengenai perpindahan lokasi pelaksanaan hukuman cambuk terhadap tersangka kasus pelanggaran hukum jinayat dari ruang publik ke ruang tertutup telah menarik perhatian sejumlah kalangan baik akademisi, tokoh agama, pejabat pemerintahan sampai kepada kalangan masyarakat. Peraturan Gubernur tersebut dianggap melanggar Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat yang menyatakan bahwa pelaksanaan hukum acara jinayat khususnya pelaksanaan hukuman cambuk dilaksanakan ditempat terbuka dan dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat. Peraturan Gubernur adalah sebuah kebijakan publik tingkat Provinsi yang memiliki makna bahwa stratifikasi kebijakan publik berada pada strata Provinsi dengan penanggungjawab langsung yaitu Gubernur. Penelitian ini menggunakan teori Stratifikasi Kebijakan Publik, dan Metode Penelitian Kepustakaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Hukum Acara Jinayat Dalam Perspektif Stratifikasi Kebijakan Publik diketahui bahwa peraturan tersebut berada pada kelompok atau strata kebijakan publik teknis operasional yang didalamnya membahas mengenai teknis operasional tata cara pelaksanaan mengenai hukuman bagi para pelanggar hukum jinayat di Provinsi Aceh. Sedangkan jika dilihat dari Stratifikasi kekuasaan pemerintahan, Peraturan Gubernur tersebut berada pada strata kekuasaan pemerintah provinsi yang di eksekusi langsung oleh Gubernur Aceh.
Kata Kunci : Hukum Acara Jinayat, Stratifikasi Kebijakan Publik, Aceh
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Le... more ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi dalam pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak tahun 2016. Lokasi penelitian adalah di DPR Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian adalah untuk memahami bagaimana kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam proses pengajuan rancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 agar dapat menjadi prioritas dalam prolegda untuk kemudian dapat dibahas. Perspektif teoritik yang digunakan adalah teori kebijakan publik, dan teori kontestasi politik. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe dalam perancangan Qanun Perlindungan Anak Tahun 2016 terjadi karena rancangan qanun perlindungan anak tidak menjadi prioritas dalam Prolegda yang disebabkan adanya anggapan bahwa qanun tersebut tidak bernilai ekonomis, ketidakpahaman legislator terhadap pentingnya qanun tersebut serta adanya anggapan di kalangan legislator bahwa Perlindungan terhadap Anak Sudah Ada dalam Al-Qur'an sehingga tidak perlu diqanunkan. Kontestasi legislator DPR Kota Lhokseumawe pada Badan Legislasi tidak terjadi secara serius. Hal tersebut dikarenakan para legislator gagal memahami pentingnya kebijakan publik terkait perlindungan anak, legislator belum mampu menghadirkan sense of crisis terhadap isu publik yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu juga, legislator DPR Kota Lhokseumawe lebih memprioritaskan Qanun yang bernilai ekonomis karena bernilai tambah terhadap pendapatan asli daerah (PAD).