Yuli Ana - Academia.edu (original) (raw)

Papers by Yuli Ana

Research paper thumbnail of Kritisi dalam Paham Fundamentalisme Islam yang Merajalela di Negara Indonesia

Abstrak: Ide islamisasi sejatinya telah menguat sejak revolusi Iran sukses menumbangkan rezim Sha... more Abstrak: Ide islamisasi sejatinya telah menguat sejak revolusi Iran sukses menumbangkan rezim Shah di Iran. Termasuk Indonesia yang mengidealkan terejawantahkannya tatanan negara islam. Secara khusus kebangkitan kaum islamisme pasca rezim Soeharto yang memprakarsai implementasi syariat islam telah membangkitkan ketegangan antara islam dan non islam. Diantara berbagai persoalan kontemporer, fundamentalisme dianggap sebagai salah satu masalah internal yang harus dihadapi oleh agama-agama dunia. Karenanya, opini singkat ini akan melahirkan kritik untuk rekonstruksi identitas keislaman dari kaum fundamentalis di tanah air. Misi atau tujuan utama kaum fundamentalis islam merupakan isu yang sangat penting. Perumusan cita-cita ini biasanya menjadi pintu masuk bagi para pemimpin fundamentalisme dalam mengkonstruksi ideologi, doktrin, organisasi, gerakan serta pendekatan yang akan ditempuh. Jika suatu komunitas masyarakat mendefinisikan dirinya sendiri berbeda dari yang lain, maka ia akan membutatulikan mata dan pendengaran dari pandangan dan pemikiran pihak luar yang berupaya mendefinisikan atau menggugat doktrin. Tentu saja ini merupakan problem yang konstan di dalam komunitas agama sepanjang sejarah yang mereka pandang sebagai suara-suara kritis yang mengandung resiko mendelegitimasi dengan menyerang apa yang mereka yakini sebagai mandat-mandat kepercayaan keagamaan yang abadi. Dalam konteks ini, fundamentalisme islam secara eklusif merupakan suatu gerakan sosial yang mendesak pembentukan identitas islam baru untuk melawan identitas yang lama, yang menurut kelompok fundamentalis telah terkontaminasi dengan nilai-nilai westernisme dan sekulerisme yang mengancam identitas islam yang otentik. Kata Kunci: Fundamentalisme Islam, Mengkonstruksi, Doktrin, dan Ideologi Pendahuluan Munculnya berbagai macam gerakan fundamentalis cukup meresahkan masyarakat di berbagai belahan dunia. Khususnya di Indonesia sebagai negeri multietnis, multiagama, dan mayoritas memeluk agama islam menjadi presiden bagi sejumlah negara islam lainnya. Dengan menganut sistem demokrasi yang berideologi pancasila sulit rasanya membayangkan jika gerakan fundamentalis menginfiltrasi ideologi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gerakan fundamentalis disebut sebagai penopang syariat islam yang bergelora dengan menyuarakan jihad, sebab gerakan ini terkesan tekstual dan kaku yang menjunjung tinggi syariat islam menolak pemahaman yang tidak tekstual. Fundamentalisme sering dimaknai sebagai perilaku keagamaan berdasarkan normative approach (penghayatan normatif) yang skriptural tanpa melihat persoalanpersoalan substansial lainnya seperti sejarah, iptek, dan lain-lain. Kemudian perilaku normative approach ini melahirkan sibling rivalry yaitu permusuhan antar saudara Abrahamic Religions-Yahudi, Kristen, dan Islam dengan lebih mengedepankan sikap truth claim yang merasa paling benar dengan menyesatkan agama dan pemeluk lainnya. Fundamentalisme merupakan gejala keagamaan yang dapat dijumpai bukan hanya dalam tradisi monoteisme (Appleby and Marty, 2002), fenomena ini juga dapat ditemukan dalam tradisi Budha, Hindu, Kong Hu Cu (Karen Amstrong, 2001), dan juga Sikh (McLeod, 1998). Secara lebih spesifik, fundamentalisme islam dipandang oleh sarjana Barat sebagai sebuah ideologi yang berkembang sangat pesat di belahan dunia islam (Harvey, 2005). Dengan sifat pervasifnya,

Research paper thumbnail of Kritisi dalam Paham Fundamentalisme Islam yang Merajalela di Negara Indonesia

Abstrak: Ide islamisasi sejatinya telah menguat sejak revolusi Iran sukses menumbangkan rezim Sha... more Abstrak: Ide islamisasi sejatinya telah menguat sejak revolusi Iran sukses menumbangkan rezim Shah di Iran. Termasuk Indonesia yang mengidealkan terejawantahkannya tatanan negara islam. Secara khusus kebangkitan kaum islamisme pasca rezim Soeharto yang memprakarsai implementasi syariat islam telah membangkitkan ketegangan antara islam dan non islam. Diantara berbagai persoalan kontemporer, fundamentalisme dianggap sebagai salah satu masalah internal yang harus dihadapi oleh agama-agama dunia. Karenanya, opini singkat ini akan melahirkan kritik untuk rekonstruksi identitas keislaman dari kaum fundamentalis di tanah air. Misi atau tujuan utama kaum fundamentalis islam merupakan isu yang sangat penting. Perumusan cita-cita ini biasanya menjadi pintu masuk bagi para pemimpin fundamentalisme dalam mengkonstruksi ideologi, doktrin, organisasi, gerakan serta pendekatan yang akan ditempuh. Jika suatu komunitas masyarakat mendefinisikan dirinya sendiri berbeda dari yang lain, maka ia akan membutatulikan mata dan pendengaran dari pandangan dan pemikiran pihak luar yang berupaya mendefinisikan atau menggugat doktrin. Tentu saja ini merupakan problem yang konstan di dalam komunitas agama sepanjang sejarah yang mereka pandang sebagai suara-suara kritis yang mengandung resiko mendelegitimasi dengan menyerang apa yang mereka yakini sebagai mandat-mandat kepercayaan keagamaan yang abadi. Dalam konteks ini, fundamentalisme islam secara eklusif merupakan suatu gerakan sosial yang mendesak pembentukan identitas islam baru untuk melawan identitas yang lama, yang menurut kelompok fundamentalis telah terkontaminasi dengan nilai-nilai westernisme dan sekulerisme yang mengancam identitas islam yang otentik. Kata Kunci: Fundamentalisme Islam, Mengkonstruksi, Doktrin, dan Ideologi Pendahuluan Munculnya berbagai macam gerakan fundamentalis cukup meresahkan masyarakat di berbagai belahan dunia. Khususnya di Indonesia sebagai negeri multietnis, multiagama, dan mayoritas memeluk agama islam menjadi presiden bagi sejumlah negara islam lainnya. Dengan menganut sistem demokrasi yang berideologi pancasila sulit rasanya membayangkan jika gerakan fundamentalis menginfiltrasi ideologi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gerakan fundamentalis disebut sebagai penopang syariat islam yang bergelora dengan menyuarakan jihad, sebab gerakan ini terkesan tekstual dan kaku yang menjunjung tinggi syariat islam menolak pemahaman yang tidak tekstual. Fundamentalisme sering dimaknai sebagai perilaku keagamaan berdasarkan normative approach (penghayatan normatif) yang skriptural tanpa melihat persoalanpersoalan substansial lainnya seperti sejarah, iptek, dan lain-lain. Kemudian perilaku normative approach ini melahirkan sibling rivalry yaitu permusuhan antar saudara Abrahamic Religions-Yahudi, Kristen, dan Islam dengan lebih mengedepankan sikap truth claim yang merasa paling benar dengan menyesatkan agama dan pemeluk lainnya. Fundamentalisme merupakan gejala keagamaan yang dapat dijumpai bukan hanya dalam tradisi monoteisme (Appleby and Marty, 2002), fenomena ini juga dapat ditemukan dalam tradisi Budha, Hindu, Kong Hu Cu (Karen Amstrong, 2001), dan juga Sikh (McLeod, 1998). Secara lebih spesifik, fundamentalisme islam dipandang oleh sarjana Barat sebagai sebuah ideologi yang berkembang sangat pesat di belahan dunia islam (Harvey, 2005). Dengan sifat pervasifnya,