achmad amin - Academia.edu (original) (raw)
Papers by achmad amin
Dr. Achmad, S.Pd.I., M.Pd., 2021
Jamā’ah Tablīgh adalah gerakan Islam Trans-nasional yang berasal dari India dan memiliki banyak p... more Jamā’ah Tablīgh adalah gerakan Islam Trans-nasional yang berasal dari India dan memiliki banyak perwakilan di berbagai negara. Sebagai gerakan Islam Trans-nasional yang berpusat di Indo-Pakistan, dinamika yang terjadi di pusat akan berdampak pada cabang-cabangnya di dunia. Disertasi saya ini fokus untuk melihat skisma yang terjadi pada Jamā’ah Tablīgh yang bermula dari persoalan perebutan otoritas antar para elite nya, juga sejauh mana skisma ini berdampak pada anggotanya di Indonesia, dan terakhir bagaimana bentuk transformasi anggotanya di Indonesia pasca skisma gerakan ini.
Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian teoretis dan empiris. Penggalian data saya lakukan di provinsi Lampung yang dirasa cukup merepresentasikan kondisi Jamā’ah Tablīgh Indonesia. Pendekatan keilmuan yang saya gunakan adalah pendekatan sosio-antropologi dan historis. Segitiga keilmuan ini saya rasa penting guna memahami secara utuh sebuah fenomena keagamaan yang merupakan gabungan dari fakta sejarah, sosial dan politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skisma yang terjadi di dalam tubuh Jama’ah Tabligh disebabkan oleh konflik perebutan otoritas tertinggi gerakan para pemimpinnya di India. Fragmentasi otoritas yang terjadi setelah meninggalnya In’mul Hasan semakin memperuncing kontestasi otoritas antar anggota, hingga berujung pada pecahnya Jama’ah Tabligh menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang mendaulat Maulana Sa’ad sebagai pemimpin tunggal dan menamakan diri sebagai kelompok Nizamuddin. Kedua, mereka yang mendukung sistem ke-shura-an internasional dan menamakan diri sebagai kelompok Shura ‘Alami. Melalui rekonstruksi tafsiran atas simbol-simbol agama dan didukung dengan pengendalian lembaga informal di India-Pakistan, kedua kelompok ini saling menghimpun dukungan dari para anggota Tablīgh di seluruh dunia untuk bergabung ke dalam kelompoknya, dengan berbekal legitimasi sejarah keduanya saling mengklaim sebagai otoritas yang sah dan paling berhak memimpin Jamā’ah Tablīgh.
Sebagai negara penyumbang anggota Tablīgh terbesar setelah India, Pakistan dan Banglades, Indonesia menjadi negara yang paling terdampak skisma gerakan ini. Sebagian anggotanya memilih tetap bertahan pada instruksi markas Nizamudin dan sebagian lainnya memilih bergabung bersama kelompok ‘Ālamī Shūra. Mereka saling membangun garis demarkasi yang di klaim sebagai otentisitas kebenaran dan akan bergerak menjalankan dakwah sesuai dengan arahan para tetua masing-masing kelompok. Pasca skisma kedua kelompok ini bertransformasi ke dalam tatanan organisasi yang baru sesuai dengan kepentingan kelompok. Kontribusi yang diperoleh dari penelitian ini adalah tawaran analisis mengenai bagaimana hubungan Islam dan politik yang terbentuk dan muncul di dalam masyarakat pada masa tertentu. Pada saat yang sama penelitian ini mencoba menawarkan paradigma baru sebagai pengayaan teori gerakan sosial tentang Jamā’ah Tablīgh Indonesia pasca skisma
Dalam konteks Muslim, studi Islam adalah istilah umum untuk ilmu pengetahuan Islam ('Ulum ad-din)... more Dalam konteks Muslim, studi Islam adalah istilah umum untuk ilmu pengetahuan Islam ('Ulum ad-din), yang pada awalnya diteliti dan didefinisikan oleh islamisasi pengetahuan. Ini mencakup semua bentuk tradisional pemikiran religius, seperti ilmu kalam (teologi Islam) dan fiqh (yurisprudensi Islam), tapi juga menggabungkan bidang yang umumnya dianggap sekuler di Barat, seperti ilmu pengetahuan Islam dan ekonomi Islam. Dalam konteks non-Muslim, studi Islam umumnya mengacu pada studi sejarah Islam: peradaban Islam, sejarah Islam dan historiograpily, hukum Islam, teologi Islam dan filsafat Islam. Akademisi dari berbagai disiplin ilmu berpartisipasi dan bertukar gagasan tentang masyarakat Islam, dulu dan sekarang, walaupun pelajaran Islam akademis Barat sendiri ada dalam banyak hal, sebuah bidang yang sadar diri dan mandiri. Spesialis dalam disiplin menerapkan metode yang diadaptasi dari beberapa bidang tambahan, mulai dari studi Biblika dan filologi klasik hingga sejarah modern, sejarah hukum dan sosiologi.
Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan... more Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama (Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya. Pemikiran al-Fārābī dalam bidang politik seperti negara utama menyerupai konsep negara idealnya Plato. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Fārābī tentang Negara Utama merupakan hasil perpaduan antara filsafat dan agama, sesuai dengan keterpengaruhannya dari pemikiran-pemikiran politik Plato dan Aristoteles serta doktrin-doktrin agama Islam yang diyakininya. Dengan kata lain, al-Fārābī dianggap dapat mengharmoniskan antara filsafat politik (Yunani kuno) dan agama Islam, di mana hidup manusia selalu berhubungan dengan penciptanya. Kata kunci : Al-Fārābī, Metafisika, Negara Ideal. Pendahuluan Di antara pembahasan filsafat yang paling menarik sepanjang sejarah adalah metafisika, yaitu pembicaraan mengenai yang "ada" (ontologi) dan "hal ada". Metafisika itu sendiri menurut para ahli seperti dijelaskan Sutardjo Wiramihardja, terdiri dari dua bagian, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum membahas mengenai yang "ada" atau biasa disebut ontologi, dan metafisika khusus memabahas mengenai Tuhan (teologi), manusia (antropologi), dan alam (kosmologi) atau biasa disebut trilogi metafisika. Ketiga pembahasan dalam metafisikia khusus ini dapat dianalisis secara ontologi, epestimologi dan aksiologi. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 49. 2 Muhammad Sharif, Para Filosof Muslim, terj. dari buku tiga bagian, The Philosophers, dalam History of Islam Philosophy ,1963 (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 55-58. logika. Al-Fārābī selanjutnya banyak memberi sumbangsih dalam penempaan filsafat baru dalam bahasa Arab meskipun menyadari perbedaan antara tata bahasa Yunani dan Arab. Pada kekhalifahan al-Muktafī (902-908) dan awal kekhalifahan al-Muqtadir (908-932) al-Fārābī pergi ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama delapan tahun serta memelajari seluruh silabus falsafat. Pada tahun 297 H. bersamaan 910 M., ia telah kembali ke Baghdad. Kembalinya ia ke Baghdad adalah untuk belajar, mengajar, mengaji buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles dan menulis karya-karya. Setelah hijrah ke Baghdad dan tinggal di sana selama 20 tahun, ia memerdalam ilmu-ilmu falsafat, logika, etika, ilmu politik, musik, dan lain sebagainya. Di sinilah ia kembali memerdalam falsafat Yunani. Al-Fārābī adalah seorang komentator falsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para failasuf Yunani: Plato, Aristoteles, dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, falsafat, pengobatan, bahkan musik. Al-Fārābī telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah karya penting dalam bidang musik, Kitāb al-Mūsīqā. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan berbagai alat musik. 3 Pada tahun 330 H. bersamaan 942 M., al-Fārābī telah berpindah ke Damaskus yaitu satu daerah di negara Syiria akibat kekacauan dan ketidakstabilan politik yang berlaku di Baghdad. Pada tahun 332 H. bersamaan 944 M., al-Fārābī pergi ke Mesir, tetapi tidak diketahui tujuan, mengapa dan kegiatan ia di sana, tapi menurut Ibn Abī ʻUṣaybīʻah yang mana merupakan seorang ahli sejarah, al-Fārābī telah mengarang sebuah karya mengenai politik ketika berada di Mesir yaitu sekitar tahun 337 H. Pada bulan Rajab 339 H. bersamaan 950 M., al-Fārābī meninggal dunia di Damaskus, saat berumur 80 tahun. Ia dikebumikan di sebuah perkuburan di bagian luar pintu selatan dan pintu sampingan kota tersebut. Sayf al-Dawlah sendiri yang memberi tahu para pembesar negeri untuk menyalati jenazah al-Fārābī. 3
lahir di kota London, Inggris. Ia dianggap sebagai pencetus antropologi sosial-budaya sebagai seb... more lahir di kota London, Inggris. Ia dianggap sebagai pencetus antropologi sosial-budaya sebagai sebuah sains, sebagaimana yang terdapat di Inggris dan Amerika Utara sekarang ini. Semua itu bermula dari ketertarikannya akan studi kebudayaan manusia dan kelompok sosial. Ia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan di universitas, namun berkat kajian studinya secara otodidak dari hasil petualangan yang dilakukannya, ia sampai pada perumusan teori animisme. Sebuah teori yang menurutnya adalah kunci untuk memahami asal-usul agama.
Abstrak Artikel ini menyoroti praktek ritual keagamaan yang dapat memberikan dorongan emosional p... more Abstrak Artikel ini menyoroti praktek ritual keagamaan yang dapat memberikan dorongan emosional pada gerakan-gerakan Islam di periode akhir modern melalui review jurnal yang berjudul "Revival Ritual And The Mobilization Of Late-Modern Islamic Selves" Journal of Religious and Political Practice". Julia Day Howell (penulis jurnal) memaparkan bahwa dorongan emosional dalam bentuk ritual dapat memberi pengaruh pada gerakan kebangkitan agama di era modern akhir, dengan fokus pada gerakan-gerakan Islam kontemporer di Asia Tenggara. Sementara banyak literatur tentang gerakan sosial telah berusaha untuk menjelaskan mobilisasi dan komitmen kepada mereka dengan mengidentifikasi minat berbingkai kognitif yang mendasari partisipasi, artikel ini mengeksplorasi berbagai cara emosi yang dibudidayakan dalam praktek ritual dan gerakan tertentu dapat memotivasi secara berkelanjutan. Atikel tersebut dibangun di atas diskusi sosiologis dan antropologis baru-baru ini yang mengakui kompleksnya susunan ide dan pengaruh, alasan dan perasaan, dan memodifikasi analisis tetang emosi itu sendiri di luar sekadar identifikasi kategori budaya. Lebih lanjut, ia memodelkan perluasan studi tentang emosi dalam ritual yang memperhatikan pengaruh kejiwaan melalui praktek ritua. Dengan kekhasan pembentukan budaya dan konteks sosial dalam format yang berbeda dari gerakan revivalis. Kata Kuci: Kebangkitan Islam, Ritual, Emosi, Religiositas akhir-modern. Pendahuluan Tulisan ini menyoroti penguruh praktek ritual keagamaan yang menimbulkan dorongan emosional dari alam bawah sadar seseorang, melaui peristiwa esoteris tersebut mendorong lahirnya mobilisasi masa dalam gerakan gerakan keislaman melalui review jurnal yang berjudul "Revival
Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan uns... more Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan unsur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi sintaksis maupun semantik. Pasca kodifikasi hadis berkembang dengan pesat, muncul berbagai persoalan apakah hadis yang dituliskan dan dibukukan itu benarbenar hafalan yang berasal dari Nabi, atau merupakan hafalan yang keliru dan sengaja dibuat-buat untuk maksud tertentu. Disamping itu juga timbul pertanyaan apakah hafalan itu redaksinya persis seperti yang diucapkan Nabi atau hanya maksud dan maknanya saja. Kalau itu riwayah bil makna, apakah benar maksudnya sama seperti yang dimaksud oleh Nabi. Pesoalan kedua adalah didapatinya beberapa kata dalam matan hadis yang terasa asing, terlebih bagi penafsir non-arab dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul. Oleh karena itu untuk menjaga otentisitas sebuah hadis, pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi perlu diingat mengingat probabilitas zaman dan dinamisasi peradaban yang sangat kompleks maka pendekatan interdisipliner dalam studi hadis saat ini juga mutlak diperlukan.
Artikel ini merupakan pembacaan ulang atas esai pedekatan studi Islam post orientalis yang dituli... more Artikel ini merupakan pembacaan ulang atas esai pedekatan studi Islam post orientalis yang ditulis oleh Carl W. Ernst and Richard C. Martin. Esai-esai yang dimuat dalam buku ini, sebaliknya, ditawarkan untuk memberi contoh dan mendorong pendekatan yang lebih luas dari studi Islam pasca-orientalis yang baru. Penulis artikel ini adalah ilmuwan pada berbagai tahap karir mereka; Mereka berfokus pada teks, metodologi, dan wilayah yang berbeda. Namun, mereka berbagi komitmen untuk melibatkan pengetahuan tentang tradisi Islam yang lebih besar dengan alat wacana akademis modern untuk membawa studi Islam keluar dari ghetto isolasi akademis, dan semakin mengandalkan pendekatan baru untuk mempelajari agama di abad ke-21. abad. Singkatnya, kami percaya bahwa halaman berikut ini menunjukkan berlanjutnya pemekaran bidang studi Islam selama beberapa dekade terakhir, dan pentingnya, sekarang lebih dari sebelumnya, mengintegrasikannya ke dalam kumpulan studi agama yang lebih luas. Kami berharap esai ini akan mendorong perdebatan seputar isu-isu yang mereka ajukan dan berkontribusi pada proses pemikiran ulang studi Islam yang terus berlanjut sehubungan dengan wacana post-orientalis Kata Kuci: Pendekatan, Studi Islam, Pasca Orientalis Pendahuluan Pemahaman keagamaan yang hanya dilihat satu satu sudut pandang akan menghasilkan pemahaman yang radikal yang cenderung mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan. Agama seolah hanya hidup di awal abad ke 7 masehi. 1 Untuk mewujukan semangat bahwa sanya Islam dan ajarannya shalih likulli zaman wa makan. Maka perlu kiranya melakukan studi agama mengunakan pendekatan 1
Abstrak Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan... more Abstrak Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat Islam, khususnya yang terkait dengan pemahaman tentang al-Quran, Sunnah, Hadis, Fiqh, dll., merupakan tugas penting yang semestinya dilakukan oleh para cendikiawan dan intelektual muslim masa sekarang. Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst., Ia menekandan analisis linguistik semantik serta ilmu-ilmu eksakta modern seperti matematika analitik, teknik analitik dan teori himpunan untuk membaca makna yang tersirat dalam setiap ayat tanzil al-hakim. Terlepas dari kontroversi tawaran metodologinya yang terpenting adalah Sharur telah menyumbangkan pikiran yang luar biasa bagi ummat Islam di era ini.
PENDIDIKAN, AGAMA DAN KEBINEKAAN (Studi Komparasi Pendidikan Multikultural Sekolah Menengah berba... more PENDIDIKAN, AGAMA DAN KEBINEKAAN (Studi Komparasi Pendidikan Multikultural Sekolah Menengah berbasis Agama-Agama di Daerah Istimewa Yogyakarta) Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan multikultur. Keragaman dan kemajemukan agama, suku, budaya, etnik, dan bahasa menjadi kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh bangsa lain. Kebinekaan tersebut ibarat dua mata pisau yang memiliki manfaat apabila benar dalam penggunaannya, namun dapat berakibat sangat buruk jika salah memanfaatkannya. Masih sangat kuat diingatan kita aksi mobilisasi ummat Islam besar-besaran di Indonesia yang dikenal dengan aksi " 212 ". Juataan manusia dari berbagai kalangan turun ke jalan menyuarakan aspirasinya untuk memenjarakan Basuki Cahaya Purnama alias Ahok yang dinilai telah menistakan agama. Lagi-lagi isu agama dan etnik menjadi intrumen yang digunakan oleh para aktor politik dibalik layar guna melemahkan lawan politiknya sehingga dapat dengan mudah merebut simpati rakyat untuk memenangkan pemilihan umum maupun kepala daerah. Ironis memang, Indonesia yang digadang-gadang sebagai negara majemuk dengan semboyan " Bineka Tunggal Ika " (bebeda-beda tetap satu) tertapi sebagian besar masyarakatnya masih dengan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat mencidrai kebinekaan bangsa. Hegemoni koalisi antara penguasa politik dan pemuka agama yang intoleransi sangat terlihat jelas. Politik identitas dan politisasi agama oleh para stakeholder masih sangat terlihat di negeri ini, lagi-lagi masyarakat awam yang menjadi korban. Realitas sosial di atas tidaklah serta merta terjadi, diperlukan waktu lama untuk membentuk pola pikir masyarakat dengan ideologi tertentu. Penanaman benih ideologi yang sudah tidak kontekstual dengan era dan kultur bangsa ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui lembaga pendidikan, ceramah, khutbah di masjid-masjid, bahkan ideologi intoleransi telah melebarkan sayap dakwahnya melalui jejaring sosial, baik facebook, whatshap, twitter dan lain-lain. Fenomena " 212 " di atas menjadi bukti bawa betapa telah mengakarnya ideologi tersebut diberbagai lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan kaum manula. Masyarakat Indonesia adalah bangsa yang selalu melibatkan agama dalam setiap aktifitas sosialnya. Norma dan simbol identitas agama selalu diletakkan pada posisi teratas, fanatisme golongan dan klaim kebenaran mutlak menjamur dimana-mana. Fenomena ini tanpa kita sadari telah dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan sebagai sebuah ladang dan komoditas, ladang dimana mereka bebas menabur benih fanatisme golongan, dan komoditas yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Menyedihkan memang, tetapi ini faktanya. Pendidikan merupakan instrumen terbesar dalam membentuk karakter dan ideologi bangsa. Baik buruk, toleran dan intoleran bangsa ini salah satunya sangat ditentukan dengan bagaimana pola pendidikan yang diterapkan. Belajar dari sejarah kelam berbagai konflik sosial yang telah terjadi pada bangsa ini, patut diduga Pendidikan Agama selama ini dipandang sakral dan rahmtan lil'alamin, ternyata kurang menyentuh pada hal-hal fundamental kebinekaan Indonesia yang menjadi asas terbangunya kontrak sosial antara pemerintah, negara dan masyarakat.
Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai p... more Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan cara-cara yang efektif dalam memecahkan masalah. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Fenomena jilbab misalanya, dalam agama Islam, jilbab merupakan kewajiban bagi seorang muslim perempuan untuk menutup aurat. Jilbab dapat menjadi tolak ukur tingkat relijiusitas kaum hawa. Tetapi secara sosiologis pada perkembangannya, jilbab memiliki ideologi modernisasi yang tersembunyi. Pertama, jilbab sebagai trend fashion. Jilbab seringkali digunakan pada moment-moment tertentu seperti pernikahan, pengajian, arisan,dll. Kedua, jilbab sebagai praktik konsumtif. Berbagai ragam model jilbab ditawarkan dari mulai peragaan busana muslim sampai butik khusus jilbab dijual di mall. Ketiga, jilbab sebagai personal symbol. Jilbab dapat menunjukkan kelas sosial tertentu.
Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai p... more Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan caracara yang efektif dalam memecahkan masalah. Hermeneutika merupakan sebuah fenomena baru dalam kajian Alquran. Masih terdapat sikap pro dan kontra yang cukup kuat antara kelompok dan aliran dalam masyarakat Islam. Kelompok yang pro, cenderung menyatakan bahwa keberadaan hermeneutika gender dalam kajian tafsir Alquran merupakan keniscayaan dari statement al-Qur'ān ṣāliḥ li kull zamān wa makān. Sedangkan kelompok yang kontra, cenderung menyatakan bahwa hermeneutika tidak pantas digunakan untuk mengkaji atau menafsirkan ayat-ayat Alquran, karena metode tersebut bukanlah bagian dari sistem keilmuan Islam, melainkan bagian dari metode penafsiran kitab Bibel. Tulisan ini, menyuguh diskursur reorientasi penafsiran Alquran yang melibatkan eksistensial manusia melalui tindakan penafsiran yang relevan dengan karakter sosio-kultural masyarakat.. Kata kunci : Pendekatan, Sosiologi, Studi Islam Pendahuluan Pemahaman keagamaan yang hanya dilihat satu satu sudut pandang akan menghasilkan pemahaman yang radikal yang cenderung mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan. Agama seolah hanya hidup di awal abad ke 7 masehi. 1 Untuk mewujukan semangat bahwa sanya Islam dan ajarannya shalih likulli zaman wa makan. 2 Maka peru kiranya melakukan studi agama mengunakan pendekatan interdisipliner. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini 1
Abstrak Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasardasar filsafat Islam kontemp... more Abstrak Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasardasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayatayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst.Pendahuluan Modernisasi yang sedang berjalan di Eropa, secara tidak langsung memberikan dampak hingga ke dunia Arab yang di awali dengan ekspansi Napoleon pada tahun 1798 ke Mesir, yang membuat masyarakat Mesir sadar akan kemajuan yang dialami Eropa dan ketinggalan mereka. 1 Seiring dengan menggeliatnya semangat renaisans di Eropa dan didukung fakta bahwa telah 1 Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Houve, 1997), hlm. 228.
Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat I... more Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat Islam, khususnya yang terkait dengan pemahaman tentang al-Quran, Sunnah, Hadis, Fiqh, dll., merupakan tugas penting yang semestinya dilakukan oleh para cendikiawan dan intelektual muslim masa sekarang. Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst., Ia menekandan analisis linguistik semantik serta ilmu-ilmu eksakta modern seperti matematika analitik, teknik analitik dan teori himpunan untuk membaca makna yang tersirat dalam setiap ayat tanzil al-hakim. Terlepas dari kontroversi tawaran metodologinya yang terpenting adalah Sharur telah menyumbangkan pikiran yang luar biasa bagi ummat Islam di era ini. Kata kunci : Islam, Metodologi, Fiqh Kontemporer Pendahuluan Modernisasi yang sedang berjalan di Eropa, secara tidak langsung memberikan dampak hingga ke dunia Arab yang di awali dengan ekspansi Napoleon pada tahun 1798 ke Mesir, yang membuat masyarakat Mesir sadar akan kemajuan yang dialami Eropa dan ketinggalan mereka. 1 Seiring dengan menggeliatnya semangat renaisans di Eropa dan didukung fakta bahwa telah terjadi stagnansi peradaban di negara-negara Arab. hal ini telah membuka mata 1 Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Houve, 1997), hlm. 228.
Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang palin... more Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang paling mencolok dewasa ini, beliau dianggap sebagai pemikir Arab kontemporer, dan tokoh penganut aliran reformistik yang cenderung memakai metode pendekatan dekonstruktif dalam membaca turats dan modernitas. Kritik Nalar Arab oleh al-Jābirī disebabkan ketidak puasan hati membaca diskursus pemikiran Arab dalam masa seratus tahun yang lampau yang tidak menampakkan hasil yang difinitif, Ia ingin membawa pemikiran Arab ke arah yang dinamis dan modernis, sebagaimana yang terjadi di Barat. Mengutip kategorisasi akal menurut Lalande, al-Jābirī membagi akal ke dalam dua kategori. Pertama, 'aql al-mukawwin dan kedua, 'aql al-mukawwan.'aql al-mukawwin adalah kemampuan manusia yang sudah inheren dalam dirinyauntuk mengeluarkan dasar-dasar yang bersifat umum. Sedangkan 'aql al-mukawwan adalah sekumpulan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman yang dihasilkan oleh'aql al-mukawwin atau dalam konteks ini adalah budaya Arab itu sendiri. Al-Jābirī kemudian mengelompokkan nalar Arab ini ke dalam tiga kelompok: bayānī (system of indication), nalar 'irfānī (system of illumination atau gnosticism) dan nalar burhānī (system of demonstration). Nalar yang ketiga adalah bentuk nalar yang menurutnya perlu dikembangkan oleh kaum Muslim kini, sedangkan nalar pertama dan kedua menjadi nalar sasaran kritiknya.
Abstrak E.B. Tylor mendefinisikan esensi setiap agama adalah animisme, yang artinya kepercayaan t... more Abstrak E.B. Tylor mendefinisikan esensi setiap agama adalah animisme, yang artinya kepercayaan terhadap sesuatu yang hidup dan punya kekuatan yang ada di balik segala sesuatu. Dalam perkembangannya animisme dipandang telah mengalami kemunduran karena kegagalannya dalam menjelaskan gejala alam yang cenderung irrasional. dalam pandangannya,bagi Frazer magis adalah usaha paling awal dalam kebudayaan manusia dengan tujuan untuk menjelaskan dunia yang didorong oleh keinginan untuk mengontrol kekuatan alam, memanfaatkan alam dan menghindari keganasannya. Ketika magis mengalami kemunduran, muncullah keyakinan terhadap tuhan (baca agama) yang dikombinasikan dengan magis. Namun pada akhirnya, dalam agama pun diketemukan kekurangan-kekurangan yang di era selanjutnya harus digantikan oleh era ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan meninggalkan kepercayaan terhadap kekuatan supernatural dan mencoba menjelaskan alam semesta dengan menampilkan prinsipprinsip yang lebih general dan impersonal seperti magis, tetapi tidak ada lagi prinsip "imitasi" atau "kontak", yang ada hanyalah prinsip-prinsip valid berdasarkan sebab-akibat fisikal. Agama dan sains sama-sama lahir untuk memahami dan merespons misteri dan peristiwa luar biasa yang terjadi di alam, serta timbul dari adanya usaha manusia untuk mencari pemahaman tentang dunia. "Namun agama lebih primitif dalam menjelaskannya ketimbang yang diberikan oleh sains", Tylor. Kata kunci : Animisme, Magis, dan Agama Pendahuluan Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasisi oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitrif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda benda tersebut. Orang yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya.
Abstrak Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistem... more Abstrak Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama (Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya. Pemikiran al-Fārābī dalam bidang politik seperti negara utama menyerupai konsep negara idealnya Plato. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Fārābī tentang Negara Utama merupakan hasil perpaduan antara filsafat dan agama, sesuai dengan keterpengaruhannya dari pemikiran-pemikiran politik Plato dan Aristoteles serta doktrin-doktrin agama Islam yang diyakininya. Dengan kata lain, al-Fārābī dianggap dapat mengharmoniskan antara filsafat politik (Yunani kuno) dan agama Islam, di mana hidup manusia selalu berhubungan dengan penciptanya.
Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang palin... more Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang paling mencolok dewasa ini, beliau dianggap sebagai pemikir Arab kontemporer, dan tokoh penganut aliran reformistik yang cenderung memakai metode pendekatan dekonstruktif dalam membaca turats dan modernitas. Kritik Nalar Arab oleh al-Jābirī disebabkan ketidak puasan hati membaca diskursus pemikiran Arab dalam masa seratus tahun yang lampau yang tidak menampakkan hasil yang difinitif, Ia ingin membawa pemikiran Arab ke arah yang dinamis dan modernis, sebagaimana yang terjadi di Barat. Mengutip kategorisasi akal menurut Lalande, al-Jābirī membagi akal ke dalam dua kategori. Pertama, 'aql al-mukawwin (la raison constituante) dan kedua, 'aql al-mukawwan (la raison constituee). 'aql al-mukawwin adalah kemampuan manusia yang sudah inheren dalam dirinyauntuk mengeluarkan dasar-dasar yang bersifat umum. Sedangkan 'aql al-mukawwan adalah sekumpulan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman yang dihasilkan oleh'aql al-mukawwin atau dalam konteks ini adalah budaya Arab itu sendiri. Al-Jābirī kemudian mengelompokkan nalar Arab ini ke dalam tiga kelompok: bayānī (system of indication), nalar 'irfānī (system of illumination atau gnosticism) dan nalar burhānī (system of demonstration). Nalar yang ketiga adalah bentuk nalar yang menurutnya perlu dikembangkan oleh kaum Muslim kini, sedangkan nalar pertama dan kedua menjadi nalar sasaran kritiknya.
Dr. Achmad, S.Pd.I., M.Pd., 2021
Jamā’ah Tablīgh adalah gerakan Islam Trans-nasional yang berasal dari India dan memiliki banyak p... more Jamā’ah Tablīgh adalah gerakan Islam Trans-nasional yang berasal dari India dan memiliki banyak perwakilan di berbagai negara. Sebagai gerakan Islam Trans-nasional yang berpusat di Indo-Pakistan, dinamika yang terjadi di pusat akan berdampak pada cabang-cabangnya di dunia. Disertasi saya ini fokus untuk melihat skisma yang terjadi pada Jamā’ah Tablīgh yang bermula dari persoalan perebutan otoritas antar para elite nya, juga sejauh mana skisma ini berdampak pada anggotanya di Indonesia, dan terakhir bagaimana bentuk transformasi anggotanya di Indonesia pasca skisma gerakan ini.
Penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian teoretis dan empiris. Penggalian data saya lakukan di provinsi Lampung yang dirasa cukup merepresentasikan kondisi Jamā’ah Tablīgh Indonesia. Pendekatan keilmuan yang saya gunakan adalah pendekatan sosio-antropologi dan historis. Segitiga keilmuan ini saya rasa penting guna memahami secara utuh sebuah fenomena keagamaan yang merupakan gabungan dari fakta sejarah, sosial dan politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skisma yang terjadi di dalam tubuh Jama’ah Tabligh disebabkan oleh konflik perebutan otoritas tertinggi gerakan para pemimpinnya di India. Fragmentasi otoritas yang terjadi setelah meninggalnya In’mul Hasan semakin memperuncing kontestasi otoritas antar anggota, hingga berujung pada pecahnya Jama’ah Tabligh menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang mendaulat Maulana Sa’ad sebagai pemimpin tunggal dan menamakan diri sebagai kelompok Nizamuddin. Kedua, mereka yang mendukung sistem ke-shura-an internasional dan menamakan diri sebagai kelompok Shura ‘Alami. Melalui rekonstruksi tafsiran atas simbol-simbol agama dan didukung dengan pengendalian lembaga informal di India-Pakistan, kedua kelompok ini saling menghimpun dukungan dari para anggota Tablīgh di seluruh dunia untuk bergabung ke dalam kelompoknya, dengan berbekal legitimasi sejarah keduanya saling mengklaim sebagai otoritas yang sah dan paling berhak memimpin Jamā’ah Tablīgh.
Sebagai negara penyumbang anggota Tablīgh terbesar setelah India, Pakistan dan Banglades, Indonesia menjadi negara yang paling terdampak skisma gerakan ini. Sebagian anggotanya memilih tetap bertahan pada instruksi markas Nizamudin dan sebagian lainnya memilih bergabung bersama kelompok ‘Ālamī Shūra. Mereka saling membangun garis demarkasi yang di klaim sebagai otentisitas kebenaran dan akan bergerak menjalankan dakwah sesuai dengan arahan para tetua masing-masing kelompok. Pasca skisma kedua kelompok ini bertransformasi ke dalam tatanan organisasi yang baru sesuai dengan kepentingan kelompok. Kontribusi yang diperoleh dari penelitian ini adalah tawaran analisis mengenai bagaimana hubungan Islam dan politik yang terbentuk dan muncul di dalam masyarakat pada masa tertentu. Pada saat yang sama penelitian ini mencoba menawarkan paradigma baru sebagai pengayaan teori gerakan sosial tentang Jamā’ah Tablīgh Indonesia pasca skisma
Dalam konteks Muslim, studi Islam adalah istilah umum untuk ilmu pengetahuan Islam ('Ulum ad-din)... more Dalam konteks Muslim, studi Islam adalah istilah umum untuk ilmu pengetahuan Islam ('Ulum ad-din), yang pada awalnya diteliti dan didefinisikan oleh islamisasi pengetahuan. Ini mencakup semua bentuk tradisional pemikiran religius, seperti ilmu kalam (teologi Islam) dan fiqh (yurisprudensi Islam), tapi juga menggabungkan bidang yang umumnya dianggap sekuler di Barat, seperti ilmu pengetahuan Islam dan ekonomi Islam. Dalam konteks non-Muslim, studi Islam umumnya mengacu pada studi sejarah Islam: peradaban Islam, sejarah Islam dan historiograpily, hukum Islam, teologi Islam dan filsafat Islam. Akademisi dari berbagai disiplin ilmu berpartisipasi dan bertukar gagasan tentang masyarakat Islam, dulu dan sekarang, walaupun pelajaran Islam akademis Barat sendiri ada dalam banyak hal, sebuah bidang yang sadar diri dan mandiri. Spesialis dalam disiplin menerapkan metode yang diadaptasi dari beberapa bidang tambahan, mulai dari studi Biblika dan filologi klasik hingga sejarah modern, sejarah hukum dan sosiologi.
Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan... more Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama (Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya. Pemikiran al-Fārābī dalam bidang politik seperti negara utama menyerupai konsep negara idealnya Plato. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Fārābī tentang Negara Utama merupakan hasil perpaduan antara filsafat dan agama, sesuai dengan keterpengaruhannya dari pemikiran-pemikiran politik Plato dan Aristoteles serta doktrin-doktrin agama Islam yang diyakininya. Dengan kata lain, al-Fārābī dianggap dapat mengharmoniskan antara filsafat politik (Yunani kuno) dan agama Islam, di mana hidup manusia selalu berhubungan dengan penciptanya. Kata kunci : Al-Fārābī, Metafisika, Negara Ideal. Pendahuluan Di antara pembahasan filsafat yang paling menarik sepanjang sejarah adalah metafisika, yaitu pembicaraan mengenai yang "ada" (ontologi) dan "hal ada". Metafisika itu sendiri menurut para ahli seperti dijelaskan Sutardjo Wiramihardja, terdiri dari dua bagian, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum membahas mengenai yang "ada" atau biasa disebut ontologi, dan metafisika khusus memabahas mengenai Tuhan (teologi), manusia (antropologi), dan alam (kosmologi) atau biasa disebut trilogi metafisika. Ketiga pembahasan dalam metafisikia khusus ini dapat dianalisis secara ontologi, epestimologi dan aksiologi. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 49. 2 Muhammad Sharif, Para Filosof Muslim, terj. dari buku tiga bagian, The Philosophers, dalam History of Islam Philosophy ,1963 (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 55-58. logika. Al-Fārābī selanjutnya banyak memberi sumbangsih dalam penempaan filsafat baru dalam bahasa Arab meskipun menyadari perbedaan antara tata bahasa Yunani dan Arab. Pada kekhalifahan al-Muktafī (902-908) dan awal kekhalifahan al-Muqtadir (908-932) al-Fārābī pergi ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama delapan tahun serta memelajari seluruh silabus falsafat. Pada tahun 297 H. bersamaan 910 M., ia telah kembali ke Baghdad. Kembalinya ia ke Baghdad adalah untuk belajar, mengajar, mengaji buku-buku yang ditulis oleh Aristoteles dan menulis karya-karya. Setelah hijrah ke Baghdad dan tinggal di sana selama 20 tahun, ia memerdalam ilmu-ilmu falsafat, logika, etika, ilmu politik, musik, dan lain sebagainya. Di sinilah ia kembali memerdalam falsafat Yunani. Al-Fārābī adalah seorang komentator falsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para failasuf Yunani: Plato, Aristoteles, dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, falsafat, pengobatan, bahkan musik. Al-Fārābī telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah karya penting dalam bidang musik, Kitāb al-Mūsīqā. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan berbagai alat musik. 3 Pada tahun 330 H. bersamaan 942 M., al-Fārābī telah berpindah ke Damaskus yaitu satu daerah di negara Syiria akibat kekacauan dan ketidakstabilan politik yang berlaku di Baghdad. Pada tahun 332 H. bersamaan 944 M., al-Fārābī pergi ke Mesir, tetapi tidak diketahui tujuan, mengapa dan kegiatan ia di sana, tapi menurut Ibn Abī ʻUṣaybīʻah yang mana merupakan seorang ahli sejarah, al-Fārābī telah mengarang sebuah karya mengenai politik ketika berada di Mesir yaitu sekitar tahun 337 H. Pada bulan Rajab 339 H. bersamaan 950 M., al-Fārābī meninggal dunia di Damaskus, saat berumur 80 tahun. Ia dikebumikan di sebuah perkuburan di bagian luar pintu selatan dan pintu sampingan kota tersebut. Sayf al-Dawlah sendiri yang memberi tahu para pembesar negeri untuk menyalati jenazah al-Fārābī. 3
lahir di kota London, Inggris. Ia dianggap sebagai pencetus antropologi sosial-budaya sebagai seb... more lahir di kota London, Inggris. Ia dianggap sebagai pencetus antropologi sosial-budaya sebagai sebuah sains, sebagaimana yang terdapat di Inggris dan Amerika Utara sekarang ini. Semua itu bermula dari ketertarikannya akan studi kebudayaan manusia dan kelompok sosial. Ia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan di universitas, namun berkat kajian studinya secara otodidak dari hasil petualangan yang dilakukannya, ia sampai pada perumusan teori animisme. Sebuah teori yang menurutnya adalah kunci untuk memahami asal-usul agama.
Abstrak Artikel ini menyoroti praktek ritual keagamaan yang dapat memberikan dorongan emosional p... more Abstrak Artikel ini menyoroti praktek ritual keagamaan yang dapat memberikan dorongan emosional pada gerakan-gerakan Islam di periode akhir modern melalui review jurnal yang berjudul "Revival Ritual And The Mobilization Of Late-Modern Islamic Selves" Journal of Religious and Political Practice". Julia Day Howell (penulis jurnal) memaparkan bahwa dorongan emosional dalam bentuk ritual dapat memberi pengaruh pada gerakan kebangkitan agama di era modern akhir, dengan fokus pada gerakan-gerakan Islam kontemporer di Asia Tenggara. Sementara banyak literatur tentang gerakan sosial telah berusaha untuk menjelaskan mobilisasi dan komitmen kepada mereka dengan mengidentifikasi minat berbingkai kognitif yang mendasari partisipasi, artikel ini mengeksplorasi berbagai cara emosi yang dibudidayakan dalam praktek ritual dan gerakan tertentu dapat memotivasi secara berkelanjutan. Atikel tersebut dibangun di atas diskusi sosiologis dan antropologis baru-baru ini yang mengakui kompleksnya susunan ide dan pengaruh, alasan dan perasaan, dan memodifikasi analisis tetang emosi itu sendiri di luar sekadar identifikasi kategori budaya. Lebih lanjut, ia memodelkan perluasan studi tentang emosi dalam ritual yang memperhatikan pengaruh kejiwaan melalui praktek ritua. Dengan kekhasan pembentukan budaya dan konteks sosial dalam format yang berbeda dari gerakan revivalis. Kata Kuci: Kebangkitan Islam, Ritual, Emosi, Religiositas akhir-modern. Pendahuluan Tulisan ini menyoroti penguruh praktek ritual keagamaan yang menimbulkan dorongan emosional dari alam bawah sadar seseorang, melaui peristiwa esoteris tersebut mendorong lahirnya mobilisasi masa dalam gerakan gerakan keislaman melalui review jurnal yang berjudul "Revival
Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan uns... more Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan unsur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi sintaksis maupun semantik. Pasca kodifikasi hadis berkembang dengan pesat, muncul berbagai persoalan apakah hadis yang dituliskan dan dibukukan itu benarbenar hafalan yang berasal dari Nabi, atau merupakan hafalan yang keliru dan sengaja dibuat-buat untuk maksud tertentu. Disamping itu juga timbul pertanyaan apakah hafalan itu redaksinya persis seperti yang diucapkan Nabi atau hanya maksud dan maknanya saja. Kalau itu riwayah bil makna, apakah benar maksudnya sama seperti yang dimaksud oleh Nabi. Pesoalan kedua adalah didapatinya beberapa kata dalam matan hadis yang terasa asing, terlebih bagi penafsir non-arab dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul. Oleh karena itu untuk menjaga otentisitas sebuah hadis, pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi perlu diingat mengingat probabilitas zaman dan dinamisasi peradaban yang sangat kompleks maka pendekatan interdisipliner dalam studi hadis saat ini juga mutlak diperlukan.
Artikel ini merupakan pembacaan ulang atas esai pedekatan studi Islam post orientalis yang dituli... more Artikel ini merupakan pembacaan ulang atas esai pedekatan studi Islam post orientalis yang ditulis oleh Carl W. Ernst and Richard C. Martin. Esai-esai yang dimuat dalam buku ini, sebaliknya, ditawarkan untuk memberi contoh dan mendorong pendekatan yang lebih luas dari studi Islam pasca-orientalis yang baru. Penulis artikel ini adalah ilmuwan pada berbagai tahap karir mereka; Mereka berfokus pada teks, metodologi, dan wilayah yang berbeda. Namun, mereka berbagi komitmen untuk melibatkan pengetahuan tentang tradisi Islam yang lebih besar dengan alat wacana akademis modern untuk membawa studi Islam keluar dari ghetto isolasi akademis, dan semakin mengandalkan pendekatan baru untuk mempelajari agama di abad ke-21. abad. Singkatnya, kami percaya bahwa halaman berikut ini menunjukkan berlanjutnya pemekaran bidang studi Islam selama beberapa dekade terakhir, dan pentingnya, sekarang lebih dari sebelumnya, mengintegrasikannya ke dalam kumpulan studi agama yang lebih luas. Kami berharap esai ini akan mendorong perdebatan seputar isu-isu yang mereka ajukan dan berkontribusi pada proses pemikiran ulang studi Islam yang terus berlanjut sehubungan dengan wacana post-orientalis Kata Kuci: Pendekatan, Studi Islam, Pasca Orientalis Pendahuluan Pemahaman keagamaan yang hanya dilihat satu satu sudut pandang akan menghasilkan pemahaman yang radikal yang cenderung mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan. Agama seolah hanya hidup di awal abad ke 7 masehi. 1 Untuk mewujukan semangat bahwa sanya Islam dan ajarannya shalih likulli zaman wa makan. Maka perlu kiranya melakukan studi agama mengunakan pendekatan 1
Abstrak Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan... more Abstrak Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat Islam, khususnya yang terkait dengan pemahaman tentang al-Quran, Sunnah, Hadis, Fiqh, dll., merupakan tugas penting yang semestinya dilakukan oleh para cendikiawan dan intelektual muslim masa sekarang. Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst., Ia menekandan analisis linguistik semantik serta ilmu-ilmu eksakta modern seperti matematika analitik, teknik analitik dan teori himpunan untuk membaca makna yang tersirat dalam setiap ayat tanzil al-hakim. Terlepas dari kontroversi tawaran metodologinya yang terpenting adalah Sharur telah menyumbangkan pikiran yang luar biasa bagi ummat Islam di era ini.
PENDIDIKAN, AGAMA DAN KEBINEKAAN (Studi Komparasi Pendidikan Multikultural Sekolah Menengah berba... more PENDIDIKAN, AGAMA DAN KEBINEKAAN (Studi Komparasi Pendidikan Multikultural Sekolah Menengah berbasis Agama-Agama di Daerah Istimewa Yogyakarta) Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan multikultur. Keragaman dan kemajemukan agama, suku, budaya, etnik, dan bahasa menjadi kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh bangsa lain. Kebinekaan tersebut ibarat dua mata pisau yang memiliki manfaat apabila benar dalam penggunaannya, namun dapat berakibat sangat buruk jika salah memanfaatkannya. Masih sangat kuat diingatan kita aksi mobilisasi ummat Islam besar-besaran di Indonesia yang dikenal dengan aksi " 212 ". Juataan manusia dari berbagai kalangan turun ke jalan menyuarakan aspirasinya untuk memenjarakan Basuki Cahaya Purnama alias Ahok yang dinilai telah menistakan agama. Lagi-lagi isu agama dan etnik menjadi intrumen yang digunakan oleh para aktor politik dibalik layar guna melemahkan lawan politiknya sehingga dapat dengan mudah merebut simpati rakyat untuk memenangkan pemilihan umum maupun kepala daerah. Ironis memang, Indonesia yang digadang-gadang sebagai negara majemuk dengan semboyan " Bineka Tunggal Ika " (bebeda-beda tetap satu) tertapi sebagian besar masyarakatnya masih dengan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat mencidrai kebinekaan bangsa. Hegemoni koalisi antara penguasa politik dan pemuka agama yang intoleransi sangat terlihat jelas. Politik identitas dan politisasi agama oleh para stakeholder masih sangat terlihat di negeri ini, lagi-lagi masyarakat awam yang menjadi korban. Realitas sosial di atas tidaklah serta merta terjadi, diperlukan waktu lama untuk membentuk pola pikir masyarakat dengan ideologi tertentu. Penanaman benih ideologi yang sudah tidak kontekstual dengan era dan kultur bangsa ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui lembaga pendidikan, ceramah, khutbah di masjid-masjid, bahkan ideologi intoleransi telah melebarkan sayap dakwahnya melalui jejaring sosial, baik facebook, whatshap, twitter dan lain-lain. Fenomena " 212 " di atas menjadi bukti bawa betapa telah mengakarnya ideologi tersebut diberbagai lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan kaum manula. Masyarakat Indonesia adalah bangsa yang selalu melibatkan agama dalam setiap aktifitas sosialnya. Norma dan simbol identitas agama selalu diletakkan pada posisi teratas, fanatisme golongan dan klaim kebenaran mutlak menjamur dimana-mana. Fenomena ini tanpa kita sadari telah dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan sebagai sebuah ladang dan komoditas, ladang dimana mereka bebas menabur benih fanatisme golongan, dan komoditas yang bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Menyedihkan memang, tetapi ini faktanya. Pendidikan merupakan instrumen terbesar dalam membentuk karakter dan ideologi bangsa. Baik buruk, toleran dan intoleran bangsa ini salah satunya sangat ditentukan dengan bagaimana pola pendidikan yang diterapkan. Belajar dari sejarah kelam berbagai konflik sosial yang telah terjadi pada bangsa ini, patut diduga Pendidikan Agama selama ini dipandang sakral dan rahmtan lil'alamin, ternyata kurang menyentuh pada hal-hal fundamental kebinekaan Indonesia yang menjadi asas terbangunya kontrak sosial antara pemerintah, negara dan masyarakat.
Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai p... more Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan cara-cara yang efektif dalam memecahkan masalah. Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Fenomena jilbab misalanya, dalam agama Islam, jilbab merupakan kewajiban bagi seorang muslim perempuan untuk menutup aurat. Jilbab dapat menjadi tolak ukur tingkat relijiusitas kaum hawa. Tetapi secara sosiologis pada perkembangannya, jilbab memiliki ideologi modernisasi yang tersembunyi. Pertama, jilbab sebagai trend fashion. Jilbab seringkali digunakan pada moment-moment tertentu seperti pernikahan, pengajian, arisan,dll. Kedua, jilbab sebagai praktik konsumtif. Berbagai ragam model jilbab ditawarkan dari mulai peragaan busana muslim sampai butik khusus jilbab dijual di mall. Ketiga, jilbab sebagai personal symbol. Jilbab dapat menunjukkan kelas sosial tertentu.
Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai p... more Abstrak Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan caracara yang efektif dalam memecahkan masalah. Hermeneutika merupakan sebuah fenomena baru dalam kajian Alquran. Masih terdapat sikap pro dan kontra yang cukup kuat antara kelompok dan aliran dalam masyarakat Islam. Kelompok yang pro, cenderung menyatakan bahwa keberadaan hermeneutika gender dalam kajian tafsir Alquran merupakan keniscayaan dari statement al-Qur'ān ṣāliḥ li kull zamān wa makān. Sedangkan kelompok yang kontra, cenderung menyatakan bahwa hermeneutika tidak pantas digunakan untuk mengkaji atau menafsirkan ayat-ayat Alquran, karena metode tersebut bukanlah bagian dari sistem keilmuan Islam, melainkan bagian dari metode penafsiran kitab Bibel. Tulisan ini, menyuguh diskursur reorientasi penafsiran Alquran yang melibatkan eksistensial manusia melalui tindakan penafsiran yang relevan dengan karakter sosio-kultural masyarakat.. Kata kunci : Pendekatan, Sosiologi, Studi Islam Pendahuluan Pemahaman keagamaan yang hanya dilihat satu satu sudut pandang akan menghasilkan pemahaman yang radikal yang cenderung mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan. Agama seolah hanya hidup di awal abad ke 7 masehi. 1 Untuk mewujukan semangat bahwa sanya Islam dan ajarannya shalih likulli zaman wa makan. 2 Maka peru kiranya melakukan studi agama mengunakan pendekatan interdisipliner. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini 1
Abstrak Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasardasar filsafat Islam kontemp... more Abstrak Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasardasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayatayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst.Pendahuluan Modernisasi yang sedang berjalan di Eropa, secara tidak langsung memberikan dampak hingga ke dunia Arab yang di awali dengan ekspansi Napoleon pada tahun 1798 ke Mesir, yang membuat masyarakat Mesir sadar akan kemajuan yang dialami Eropa dan ketinggalan mereka. 1 Seiring dengan menggeliatnya semangat renaisans di Eropa dan didukung fakta bahwa telah 1 Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Houve, 1997), hlm. 228.
Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat I... more Membogkar nalar (episteme) klasisk yang masih ternanam kuat dalam kesadaran dan keyakinan ummat Islam, khususnya yang terkait dengan pemahaman tentang al-Quran, Sunnah, Hadis, Fiqh, dll., merupakan tugas penting yang semestinya dilakukan oleh para cendikiawan dan intelektual muslim masa sekarang. Muhammad Shahrūr adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam kontemporer secara sistematis dan rinci, pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi latar belakang sebagai insinyur teknik di negaranya. Menurut Shahrūr fiqih Islam yang ada pada kita merupakan model pembacaan pertama (qirā'ah al-ula) dan sebagai pemahaman aplikatif pertama terhadap teks hukum-hukum langit, oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melakukan pembacaan kedua. Setidaknya terdapat dua macam metode inti dalam yang digunakan Sharur dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tentang, pembagian harta warisan, kepemimpinan, poligami dan pakaian wanita dst., Ia menekandan analisis linguistik semantik serta ilmu-ilmu eksakta modern seperti matematika analitik, teknik analitik dan teori himpunan untuk membaca makna yang tersirat dalam setiap ayat tanzil al-hakim. Terlepas dari kontroversi tawaran metodologinya yang terpenting adalah Sharur telah menyumbangkan pikiran yang luar biasa bagi ummat Islam di era ini. Kata kunci : Islam, Metodologi, Fiqh Kontemporer Pendahuluan Modernisasi yang sedang berjalan di Eropa, secara tidak langsung memberikan dampak hingga ke dunia Arab yang di awali dengan ekspansi Napoleon pada tahun 1798 ke Mesir, yang membuat masyarakat Mesir sadar akan kemajuan yang dialami Eropa dan ketinggalan mereka. 1 Seiring dengan menggeliatnya semangat renaisans di Eropa dan didukung fakta bahwa telah terjadi stagnansi peradaban di negara-negara Arab. hal ini telah membuka mata 1 Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Houve, 1997), hlm. 228.
Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang palin... more Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang paling mencolok dewasa ini, beliau dianggap sebagai pemikir Arab kontemporer, dan tokoh penganut aliran reformistik yang cenderung memakai metode pendekatan dekonstruktif dalam membaca turats dan modernitas. Kritik Nalar Arab oleh al-Jābirī disebabkan ketidak puasan hati membaca diskursus pemikiran Arab dalam masa seratus tahun yang lampau yang tidak menampakkan hasil yang difinitif, Ia ingin membawa pemikiran Arab ke arah yang dinamis dan modernis, sebagaimana yang terjadi di Barat. Mengutip kategorisasi akal menurut Lalande, al-Jābirī membagi akal ke dalam dua kategori. Pertama, 'aql al-mukawwin dan kedua, 'aql al-mukawwan.'aql al-mukawwin adalah kemampuan manusia yang sudah inheren dalam dirinyauntuk mengeluarkan dasar-dasar yang bersifat umum. Sedangkan 'aql al-mukawwan adalah sekumpulan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman yang dihasilkan oleh'aql al-mukawwin atau dalam konteks ini adalah budaya Arab itu sendiri. Al-Jābirī kemudian mengelompokkan nalar Arab ini ke dalam tiga kelompok: bayānī (system of indication), nalar 'irfānī (system of illumination atau gnosticism) dan nalar burhānī (system of demonstration). Nalar yang ketiga adalah bentuk nalar yang menurutnya perlu dikembangkan oleh kaum Muslim kini, sedangkan nalar pertama dan kedua menjadi nalar sasaran kritiknya.
Abstrak E.B. Tylor mendefinisikan esensi setiap agama adalah animisme, yang artinya kepercayaan t... more Abstrak E.B. Tylor mendefinisikan esensi setiap agama adalah animisme, yang artinya kepercayaan terhadap sesuatu yang hidup dan punya kekuatan yang ada di balik segala sesuatu. Dalam perkembangannya animisme dipandang telah mengalami kemunduran karena kegagalannya dalam menjelaskan gejala alam yang cenderung irrasional. dalam pandangannya,bagi Frazer magis adalah usaha paling awal dalam kebudayaan manusia dengan tujuan untuk menjelaskan dunia yang didorong oleh keinginan untuk mengontrol kekuatan alam, memanfaatkan alam dan menghindari keganasannya. Ketika magis mengalami kemunduran, muncullah keyakinan terhadap tuhan (baca agama) yang dikombinasikan dengan magis. Namun pada akhirnya, dalam agama pun diketemukan kekurangan-kekurangan yang di era selanjutnya harus digantikan oleh era ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan meninggalkan kepercayaan terhadap kekuatan supernatural dan mencoba menjelaskan alam semesta dengan menampilkan prinsipprinsip yang lebih general dan impersonal seperti magis, tetapi tidak ada lagi prinsip "imitasi" atau "kontak", yang ada hanyalah prinsip-prinsip valid berdasarkan sebab-akibat fisikal. Agama dan sains sama-sama lahir untuk memahami dan merespons misteri dan peristiwa luar biasa yang terjadi di alam, serta timbul dari adanya usaha manusia untuk mencari pemahaman tentang dunia. "Namun agama lebih primitif dalam menjelaskannya ketimbang yang diberikan oleh sains", Tylor. Kata kunci : Animisme, Magis, dan Agama Pendahuluan Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasisi oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitrif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda benda tersebut. Orang yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya.
Abstrak Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistem... more Abstrak Al-Fārābī adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama (Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya. Pemikiran al-Fārābī dalam bidang politik seperti negara utama menyerupai konsep negara idealnya Plato. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Fārābī tentang Negara Utama merupakan hasil perpaduan antara filsafat dan agama, sesuai dengan keterpengaruhannya dari pemikiran-pemikiran politik Plato dan Aristoteles serta doktrin-doktrin agama Islam yang diyakininya. Dengan kata lain, al-Fārābī dianggap dapat mengharmoniskan antara filsafat politik (Yunani kuno) dan agama Islam, di mana hidup manusia selalu berhubungan dengan penciptanya.
Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang palin... more Abstrak Muhammad 'Ābid al-Jābirī adalah salah satu pemikir Arab dengan proyek teoretis yang paling mencolok dewasa ini, beliau dianggap sebagai pemikir Arab kontemporer, dan tokoh penganut aliran reformistik yang cenderung memakai metode pendekatan dekonstruktif dalam membaca turats dan modernitas. Kritik Nalar Arab oleh al-Jābirī disebabkan ketidak puasan hati membaca diskursus pemikiran Arab dalam masa seratus tahun yang lampau yang tidak menampakkan hasil yang difinitif, Ia ingin membawa pemikiran Arab ke arah yang dinamis dan modernis, sebagaimana yang terjadi di Barat. Mengutip kategorisasi akal menurut Lalande, al-Jābirī membagi akal ke dalam dua kategori. Pertama, 'aql al-mukawwin (la raison constituante) dan kedua, 'aql al-mukawwan (la raison constituee). 'aql al-mukawwin adalah kemampuan manusia yang sudah inheren dalam dirinyauntuk mengeluarkan dasar-dasar yang bersifat umum. Sedangkan 'aql al-mukawwan adalah sekumpulan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman yang dihasilkan oleh'aql al-mukawwin atau dalam konteks ini adalah budaya Arab itu sendiri. Al-Jābirī kemudian mengelompokkan nalar Arab ini ke dalam tiga kelompok: bayānī (system of indication), nalar 'irfānī (system of illumination atau gnosticism) dan nalar burhānī (system of demonstration). Nalar yang ketiga adalah bentuk nalar yang menurutnya perlu dikembangkan oleh kaum Muslim kini, sedangkan nalar pertama dan kedua menjadi nalar sasaran kritiknya.