rahim Audah - Academia.edu (original) (raw)

Papers by rahim Audah

Research paper thumbnail of DESKRIPSI PEMIKIRAN DEMOKRASI K

Dengan meluasnya partai-partai berhaluan Islam kesetiap tempat dengan gaya yang menarik perhatian... more Dengan meluasnya partai-partai berhaluan Islam kesetiap tempat dengan gaya yang menarik perhatian banyak orang, dan didukung oleh bertambahnya kesadaran dunia terhadapppp masalah demokrasi setelah runtuhnya ideologi komunis, permasalahannya kemudian beralih pada hubungan antara islam dan demokrasi, yang ramai dibicarakan dalam berbagai pusat penelitian dan media masa. Akibatnya muncul pertemuan-pertemuan, yang menghujat corak nuansa Islam dan kaum muslim. Para pengkaji dan peneliti barat dengan gencar melakukan penelitian dan pengkajian tentang masalah tersebut (hubungan antara Islam dan demokrasi). Mayoritas diantara mereka menyimpulkan adanya pertentangan tajam antara islam dan demokrasi. Sebuah artikel yang dimuat Washington Post pada maret 1992, yang bertajuk "Islam dan demokrasi tidak pernah sejalan ", dalam artikel tersebut, Amwes Berlmouter, si penulis artikel, menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Aljazair tidak hanya menyangkut masalah demokrasi di dunia ketiga atau negara-negara Islam, sebagaimana yang digambarkan oleh sebagian orang. Tetapi, masalah terpenting yang menyangkut apa yang terjadi di Aljazair adalah hakekat sikap Islam -yang diibaratkan oleh penulis artikel ini sebagai-" menentang dan tidak memperoleh demokrasi". Mereka dengan panjang lebar berbicara tentang sistem liberalisme dan Nasionalis untuk dijadikan sebagai acuan pedoman dalam tatanan negara. Tetapi jika ada yang berbicara tentang sistem Islami, mereka menganggap sebagai sesuatu "yang tidak ada". Bahkan kadang mereka menyebut sebagai sesuatu "yang konservatif", dan pada saat yang lain mereka menyebutnya sebagai "sistem yang kejam". 1 Dari berbagai macam permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penyusun mencoba mengkaji Demokrasi yang ada relevansinya dengan ajaran agama Islam. Islam telah didiskreditkan dalam dua hal. Pertama, ketika ia dibandingkan dengan demokrasi dan kedua, ketika dikatakan bahwa Islam bertentangan dengan demokrasi. Karena membandingkan antara keduanya merupakan hal yang salah, seperti halnya menganggapnya saling bertentangan juga salah. Dari segi metode, perbandingan antara kedua hal tersebut di atas tidak bisa dibenarkan, karena Islam merupakan agama dan risalah yang mengandung azas-azas yang mengatur ibadah, akhlaq dan muamalah manusia. Sedangkan demokrasi hanya sebuah sistem pemerintahan dan mekanisme kerja sama antara anggota masyarakat serta simbol yang membawa banyak nilai-nilai positif. 2 Bagi kebanyakan orang Barat, konsep "demokrasi Islam " merupakan sesuatuanatema. 3 Sebagian orang tidak memandang demokrasi sekarang ini sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kebebasan, kerjasama, politik, pluralisme, lain sebagainya. Tetapi memandangnya sebagai rumusan bagi konsep barat yang memperburuk citra kaum muslim. Paling tidak media informasi di barat menampakkan permusuhan kepada Islam. Dengan demikian, tidak diakuinya demokrasi versi barat ini tidak dapat dianggap sebagai penolakan terhadap demokrasi itu sendiri, tapi pada hakekatnya, penolakan tersebut berdasarkan pada konsep yang disodorkan. 4 Demokrasi merupakan sebuah idiom yang oleh sebagian orang dipersepsikan sebagai pilihan sistim politik, menuntut persyaratan bagi terwujudnya sebuah masyarakat madani (Civil Society). 5 Dalam perspektif pengelolaan negara bangsa, dimana pluralisme sebagai bagian dari Sunatullah (Natural law), memerlukan negara dan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan dipenuhinya prasyarat the rule of law 6) . Maka, jika kualitas demokrasi baik, kualitas hukum akan baik, dan jika demokrasi bobrok, hukumnya pun akan jelek. 7 Dengan demikian demokrasi adalah suatu keharusan dan sudah berjalan. Sejelek-jeleknya demokrasi tetapi masih lebih baik dari sistem politik yang lain. Ketangguhan demokrasi ada pada aspek rationalitas yang dapat dikritik dan diperdebatkan (rational discourse) dan adanya kontrol dari rakyat. 8 Perkembangan di dalam negeri selain dipengaruhi oleh mulai munculnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya demokrasi namun dipengaruhi oleh gerakan pro-demokrasi di luar negeri. Runtuhnya rezim otoritarium komunis di negara-negara eropa timur pada awal tahun 1990-an, oleh gerakan pro demokrasi (dan civil society) merupakan faktor eksternal yang mendorong dimulainya babakan baru menuju masyarakat yang lebih demokratis di Indonesia. 9 Demokratisasi yang sedang diagendakan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini masih menghadapi banyak tantangan. 10 Belum terwujudnya stabilitas politik -yang krusial bagi pemulihan ekonomi-, serta elit politik dan banyak kalangan masyarakat belum siap dengan demokrasi keadaban (civilizated democracy). Kenyataan ini bisa dilihat dari perkembangan berikut : konflik dan fragmentasi politik yang semakin meluas di kalangan elit politik ; parpol-parpol yang kian rentan konflik dan perpecahan ; serta aksi-aksi demonstrasi yang cenderung tergelincir menjadi anarkisme. 11 Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, perkembangan Demokrasi tersendat-sendat, bahkan ada yang tidak bisa muncul sama sekali. Seperti disinyalir oleh Huntington, kawasan ini disebut sebagai penganut sistem politik tradisional. Ada dua corak sistem politik yang dominan pada negara berkembang yaitu : negara feodal dan negara birokratis. Di dalam kedua corak sistem politik itu ditandai oleh adanya pemusatan kekuasan. Karena itu, peluang untuk berkembang suburnya demokrasi pada negara yang sistem politik semacam itu kecil sekali. Pandangan pesimisme Huntington mengenai tumbuhnya demokratisasi bila diterapkan dalam konteks Indonesia bisa dimengerti, karena sistem politik Indonesia sebalum Era-Reformasi adalah Feodal danBirokratis. Kedua sistem nilai ini ( Feodal dan Birokratis ) merupakan faktor penghambat demokratisasi. 12 Salah satu kesulitan muncul sebagai kiblat para akademis ( politik) kurang berminat untuk mendiskusikan, menulis, atau meneliti secara akademis persoalan yang berkaitan dengan proses demokratisasi. Kecenderungan yang tampak saat ini adalah mereka lebih tertarik berbicara sebagai pengamat ( agak mirip selebritis ) di berbagai media ( terutama media kaca ). Mereka dengan kemampuan seadanya dan tanpa didukung pengalaman empiris ( penelitian ) diminta dan berusaha menanggapai persoalan-persoalan politik praktis bersifat temporer. Akibatnya, terasa ada kekosongan pengetahuan tentang arah demokrasi dan demokratisasi. Dalam suasana demikian ini, unsur -unsur masyarakat yang ingin melestarikan kepincangan sosial yang ada dewasa ini, tentu akan berusaha sekuat tenaga membendung aspirasi demokratis yang hidup di kalangan mereka yang telah sadar akan perlunya kebebasan ditegakkan di negeri ini (Indonesia). 13 Di indonesia sendiri, demokrasi-demokratisasi bagi sebagian orang, dipersepsikan secara beragam. Sebagian memandang demokrasi sebagai suatu keniscayaan sejarah. Ada pula yang menolaknya lantaran konsep demokrasi berbau barat (western terminology). Ada pula kelompok intelektual muslim moderat yang memposisikan diri dengan mencoba mensintesakan kedua kubu pemikiran tersebut. Dalam waktu bersamaan, ketika demokratisasi itu diperjuangkan, fajar baru harapan muncul partisipasi publik atau masyarakat secara seimbang akan dapat diwujudkan. Dan tampaknya, sebuah masyarakat dengan nuansa emansipasi partisipatoris itulah menjadi obsesi K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 14 Argumentasi penyusun memilih K. H. Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang dikaji, karena keberaniannya, kekuatan, dan keyakinannya dalam mengemukakan pemikirannya tanpa ada rasa takut terhadap resiko yang akan dihadapi. K. H. Abdurrahman Wahid termasuk tokoh agama dan politik di Indonesia yang pemikiran dan sepak terjangnya sering dipandang kontroversial. Karena, pemikiran K. H. Abdurrahman Wahid memang sangat sering memancing reaksi pro-kontra dan mengundang perdebatan, apalagi baik pemikiran ataupun perilakunya tak jarang yang melawan arus atau menyimpang dari wacana publik yang lazim terutama bagi umat Islam. Ada yang memuji dan simpati , atau mencoba netral dan tak mau peduli, atau menyatakan terang-terangan ketidak senangan dan beroposisi terhadapnya. Prof. DR. H. Ahmad Syafi'i Ma'arif pernah mengatakan, bisa jadi kekontroversialnya muncul karena banyaknya kemampuan yang dimilikinya, atau mungkin juga ia memang memiliki karakter unik yang berbeda dari manusia kebanyakan. 15 K. H. Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dipanggil Gus Dur yang menarik adalah watak liberal yang melekat pada sosok Gus Dur selama ini ternyata masih ada walaupun ia berposisi sebagai decision maker( membuat keputusan), bahkan mungkin orang yang paling penting tidak hanya bagi satu kelompok, tapi bagi banyak kelompok yang tentunya jauh lebih beragam, mulai dari tingkat tradisional sampai internasional dapat beradaptasi dengan baik. Terlepas dari persoalan di atas, keunikannya justru merangsang banyak orang untuk melakukan segala penafsiran tentang orisinalitas pemikiran Gus Dur. Namun, dari sekian banyaknya tafsiran, penjelasan dan eksplorasi tentang Gus Dur tidak kemudian bisa dikatakan sebagai kesimpulan akhir tentang pemikiran Gus Dur. 16

Research paper thumbnail of DESKRIPSI PEMIKIRAN DEMOKRASI K

Dengan meluasnya partai-partai berhaluan Islam kesetiap tempat dengan gaya yang menarik perhatian... more Dengan meluasnya partai-partai berhaluan Islam kesetiap tempat dengan gaya yang menarik perhatian banyak orang, dan didukung oleh bertambahnya kesadaran dunia terhadapppp masalah demokrasi setelah runtuhnya ideologi komunis, permasalahannya kemudian beralih pada hubungan antara islam dan demokrasi, yang ramai dibicarakan dalam berbagai pusat penelitian dan media masa. Akibatnya muncul pertemuan-pertemuan, yang menghujat corak nuansa Islam dan kaum muslim. Para pengkaji dan peneliti barat dengan gencar melakukan penelitian dan pengkajian tentang masalah tersebut (hubungan antara Islam dan demokrasi). Mayoritas diantara mereka menyimpulkan adanya pertentangan tajam antara islam dan demokrasi. Sebuah artikel yang dimuat Washington Post pada maret 1992, yang bertajuk "Islam dan demokrasi tidak pernah sejalan ", dalam artikel tersebut, Amwes Berlmouter, si penulis artikel, menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Aljazair tidak hanya menyangkut masalah demokrasi di dunia ketiga atau negara-negara Islam, sebagaimana yang digambarkan oleh sebagian orang. Tetapi, masalah terpenting yang menyangkut apa yang terjadi di Aljazair adalah hakekat sikap Islam -yang diibaratkan oleh penulis artikel ini sebagai-" menentang dan tidak memperoleh demokrasi". Mereka dengan panjang lebar berbicara tentang sistem liberalisme dan Nasionalis untuk dijadikan sebagai acuan pedoman dalam tatanan negara. Tetapi jika ada yang berbicara tentang sistem Islami, mereka menganggap sebagai sesuatu "yang tidak ada". Bahkan kadang mereka menyebut sebagai sesuatu "yang konservatif", dan pada saat yang lain mereka menyebutnya sebagai "sistem yang kejam". 1 Dari berbagai macam permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penyusun mencoba mengkaji Demokrasi yang ada relevansinya dengan ajaran agama Islam. Islam telah didiskreditkan dalam dua hal. Pertama, ketika ia dibandingkan dengan demokrasi dan kedua, ketika dikatakan bahwa Islam bertentangan dengan demokrasi. Karena membandingkan antara keduanya merupakan hal yang salah, seperti halnya menganggapnya saling bertentangan juga salah. Dari segi metode, perbandingan antara kedua hal tersebut di atas tidak bisa dibenarkan, karena Islam merupakan agama dan risalah yang mengandung azas-azas yang mengatur ibadah, akhlaq dan muamalah manusia. Sedangkan demokrasi hanya sebuah sistem pemerintahan dan mekanisme kerja sama antara anggota masyarakat serta simbol yang membawa banyak nilai-nilai positif. 2 Bagi kebanyakan orang Barat, konsep "demokrasi Islam " merupakan sesuatuanatema. 3 Sebagian orang tidak memandang demokrasi sekarang ini sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kebebasan, kerjasama, politik, pluralisme, lain sebagainya. Tetapi memandangnya sebagai rumusan bagi konsep barat yang memperburuk citra kaum muslim. Paling tidak media informasi di barat menampakkan permusuhan kepada Islam. Dengan demikian, tidak diakuinya demokrasi versi barat ini tidak dapat dianggap sebagai penolakan terhadap demokrasi itu sendiri, tapi pada hakekatnya, penolakan tersebut berdasarkan pada konsep yang disodorkan. 4 Demokrasi merupakan sebuah idiom yang oleh sebagian orang dipersepsikan sebagai pilihan sistim politik, menuntut persyaratan bagi terwujudnya sebuah masyarakat madani (Civil Society). 5 Dalam perspektif pengelolaan negara bangsa, dimana pluralisme sebagai bagian dari Sunatullah (Natural law), memerlukan negara dan pemerintahan yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan dipenuhinya prasyarat the rule of law 6) . Maka, jika kualitas demokrasi baik, kualitas hukum akan baik, dan jika demokrasi bobrok, hukumnya pun akan jelek. 7 Dengan demikian demokrasi adalah suatu keharusan dan sudah berjalan. Sejelek-jeleknya demokrasi tetapi masih lebih baik dari sistem politik yang lain. Ketangguhan demokrasi ada pada aspek rationalitas yang dapat dikritik dan diperdebatkan (rational discourse) dan adanya kontrol dari rakyat. 8 Perkembangan di dalam negeri selain dipengaruhi oleh mulai munculnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya demokrasi namun dipengaruhi oleh gerakan pro-demokrasi di luar negeri. Runtuhnya rezim otoritarium komunis di negara-negara eropa timur pada awal tahun 1990-an, oleh gerakan pro demokrasi (dan civil society) merupakan faktor eksternal yang mendorong dimulainya babakan baru menuju masyarakat yang lebih demokratis di Indonesia. 9 Demokratisasi yang sedang diagendakan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini masih menghadapi banyak tantangan. 10 Belum terwujudnya stabilitas politik -yang krusial bagi pemulihan ekonomi-, serta elit politik dan banyak kalangan masyarakat belum siap dengan demokrasi keadaban (civilizated democracy). Kenyataan ini bisa dilihat dari perkembangan berikut : konflik dan fragmentasi politik yang semakin meluas di kalangan elit politik ; parpol-parpol yang kian rentan konflik dan perpecahan ; serta aksi-aksi demonstrasi yang cenderung tergelincir menjadi anarkisme. 11 Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, perkembangan Demokrasi tersendat-sendat, bahkan ada yang tidak bisa muncul sama sekali. Seperti disinyalir oleh Huntington, kawasan ini disebut sebagai penganut sistem politik tradisional. Ada dua corak sistem politik yang dominan pada negara berkembang yaitu : negara feodal dan negara birokratis. Di dalam kedua corak sistem politik itu ditandai oleh adanya pemusatan kekuasan. Karena itu, peluang untuk berkembang suburnya demokrasi pada negara yang sistem politik semacam itu kecil sekali. Pandangan pesimisme Huntington mengenai tumbuhnya demokratisasi bila diterapkan dalam konteks Indonesia bisa dimengerti, karena sistem politik Indonesia sebalum Era-Reformasi adalah Feodal danBirokratis. Kedua sistem nilai ini ( Feodal dan Birokratis ) merupakan faktor penghambat demokratisasi. 12 Salah satu kesulitan muncul sebagai kiblat para akademis ( politik) kurang berminat untuk mendiskusikan, menulis, atau meneliti secara akademis persoalan yang berkaitan dengan proses demokratisasi. Kecenderungan yang tampak saat ini adalah mereka lebih tertarik berbicara sebagai pengamat ( agak mirip selebritis ) di berbagai media ( terutama media kaca ). Mereka dengan kemampuan seadanya dan tanpa didukung pengalaman empiris ( penelitian ) diminta dan berusaha menanggapai persoalan-persoalan politik praktis bersifat temporer. Akibatnya, terasa ada kekosongan pengetahuan tentang arah demokrasi dan demokratisasi. Dalam suasana demikian ini, unsur -unsur masyarakat yang ingin melestarikan kepincangan sosial yang ada dewasa ini, tentu akan berusaha sekuat tenaga membendung aspirasi demokratis yang hidup di kalangan mereka yang telah sadar akan perlunya kebebasan ditegakkan di negeri ini (Indonesia). 13 Di indonesia sendiri, demokrasi-demokratisasi bagi sebagian orang, dipersepsikan secara beragam. Sebagian memandang demokrasi sebagai suatu keniscayaan sejarah. Ada pula yang menolaknya lantaran konsep demokrasi berbau barat (western terminology). Ada pula kelompok intelektual muslim moderat yang memposisikan diri dengan mencoba mensintesakan kedua kubu pemikiran tersebut. Dalam waktu bersamaan, ketika demokratisasi itu diperjuangkan, fajar baru harapan muncul partisipasi publik atau masyarakat secara seimbang akan dapat diwujudkan. Dan tampaknya, sebuah masyarakat dengan nuansa emansipasi partisipatoris itulah menjadi obsesi K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 14 Argumentasi penyusun memilih K. H. Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang dikaji, karena keberaniannya, kekuatan, dan keyakinannya dalam mengemukakan pemikirannya tanpa ada rasa takut terhadap resiko yang akan dihadapi. K. H. Abdurrahman Wahid termasuk tokoh agama dan politik di Indonesia yang pemikiran dan sepak terjangnya sering dipandang kontroversial. Karena, pemikiran K. H. Abdurrahman Wahid memang sangat sering memancing reaksi pro-kontra dan mengundang perdebatan, apalagi baik pemikiran ataupun perilakunya tak jarang yang melawan arus atau menyimpang dari wacana publik yang lazim terutama bagi umat Islam. Ada yang memuji dan simpati , atau mencoba netral dan tak mau peduli, atau menyatakan terang-terangan ketidak senangan dan beroposisi terhadapnya. Prof. DR. H. Ahmad Syafi'i Ma'arif pernah mengatakan, bisa jadi kekontroversialnya muncul karena banyaknya kemampuan yang dimilikinya, atau mungkin juga ia memang memiliki karakter unik yang berbeda dari manusia kebanyakan. 15 K. H. Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dipanggil Gus Dur yang menarik adalah watak liberal yang melekat pada sosok Gus Dur selama ini ternyata masih ada walaupun ia berposisi sebagai decision maker( membuat keputusan), bahkan mungkin orang yang paling penting tidak hanya bagi satu kelompok, tapi bagi banyak kelompok yang tentunya jauh lebih beragam, mulai dari tingkat tradisional sampai internasional dapat beradaptasi dengan baik. Terlepas dari persoalan di atas, keunikannya justru merangsang banyak orang untuk melakukan segala penafsiran tentang orisinalitas pemikiran Gus Dur. Namun, dari sekian banyaknya tafsiran, penjelasan dan eksplorasi tentang Gus Dur tidak kemudian bisa dikatakan sebagai kesimpulan akhir tentang pemikiran Gus Dur. 16