Nisa Agistiani Rachman - Academia.edu (original) (raw)

Conference Presentations by Nisa Agistiani Rachman

Research paper thumbnail of Managing Diversity for Public Services: Improving Social-cultural Competency of State Apparatus in a Multi-ethnic, a Multi-religious and a Multi-cultural Indonesia

2017 EROPA General Assembly and Conference, 2017

According to the UNDP there are 17 sustainable development goals that whole country should contri... more According to the UNDP there are 17 sustainable development goals that whole country should contribute to this program. Some of the objectives of the UNDP program is directly related to public services, which require the high competency and performance of civil servants (State Apparatus). Given the diversity of ethnic, culture, and religion in Indonesia; improving social and cultural competency is inevitable. However, the development of diversity management competency blueprint remains unclear. Thus, it is equally important to define the social-cultural competency, to scrutinize the relationship between the competency and state apparatus performance, as well as to explore how these competencies could improve public services. The result of this paper is expected to be beneficial to academics in the field of public service and administration with diversity as a current issue. Moreover, the finding of this paper can be channeled to advance competency standard for state apparatus in Indonesia.

Research paper thumbnail of Rangkap Jabatan ASN dan Komisaris BUMN: Perspektif Konflik Kepentingan

Books by Nisa Agistiani Rachman

Research paper thumbnail of Grand Design Public Administration Indonesia 2045

Administrasi publik merupakan enabling factor bagi pembangunan, dan visi dan misi pembangunan sua... more Administrasi publik merupakan enabling factor bagi
pembangunan, dan visi dan misi pembangunan suatu negara-bangsa
merupakan orientasi dari administrasi publik. Kapasitas administrasi
publik yang kuat menggambarkan kemampuan untuk menciptakan
dan mengimplementasikan kebijakan publik dalam menjawab
tantangan dinamika perubahan konteks sosial, politik dan ekonomi
(lingkungan strategis) suatu negara bangsa, baik yang berada dalam
tataran global, regional, maupun domestik.
Untuk menciptakan administrasi publik yang bersendikan pada
nilai-nilai demokrasi, efisiensi, efektivitas, akuntabel dan berkeadilan
yang berfungsi sebagai enabling factor tercapainya pembangunan
nasional dan kesejahteraan rakyat maka dibutuhkan rancang bangun
administrasi publik, yaitu, suatu kerangka pikir dan kerangka kerja
untuk membangun dan memperkuat kapasitas administrasi publik
Indonesia.
Merumuskan rancang bangun utama administrasi publik
Indonesia (Grand Design Public Administration/GDPA) telah menjadi
suatu kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Setidaknya terdapat 3
(tiga) faktor determinan yang menjadi rasionalitas perumusan GDPA
tersebut, yaitu, pertama, dinamika perubahan lingkungan strategis
Indonesia sebagai dampak dari globalisasi dan regionalisasi yang
dewasa ini didefinisikan sebagai Global Megatrend, kedua, kebijakan
nasional untuk merumuskan Visi Indonesia 2045, dan ketiga, belum
tersedianya kebijakan strategis yang secara komprehensif, terarah,
dan terfokus untuk membangun administrasi publik Indonesia sebagai
enabling factor pencapaian tujuan pembangunan nasional yang
mampu menjawab tantangan dinamika perubahan lingkungan
strategis, baik pada tataran global maupun regional.

Research paper thumbnail of Menuju Pelayanan Publik Non Diskriminatif: Bagaimana Seharusnya Birokrasi Merespon Keberagaman Indonesia

Bunga Rampai: Isu-Isu Sosial, Demografi, Politik dan Hukum dalam Pengembangan Administrasi Publik di Indonesia, 2018

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman dalam hal etnis, budaya, agama, kepercayaan,... more Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman dalam hal etnis, budaya, agama, kepercayaan, dan kondisi sosial. Keberagaman ini yang akhirnya menimbulkan keberagaman kebutuhan pada setiap warga negara. Selama ini, birokrasi kurang sensitif terhadap realitas kebaragaman kebutuhan, yang pada akhirnya menimbulkan diskriminasi pelayanan karena masih ada warga negara yang tidak terpenuhi kebutuhannya. Di sisi lain, setiap warga negara dijamin haknya oleh konstititusi untuk memperoleh pelayanan kebutuhan yang diselenggarakan pemerintah. Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan “Bagaimana seharusnya pemerintah menyelenggarakan pelayanan publik yang non diskriminatif?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut didasarkan pada hasil identifikasi dua masalah utama, yaitu: (1) tidak adanya pemahaman yang baik tentang multikulturalisme oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pembuat kebijakan dan pelayan publik dan (2) Keseragaman atau standar pelayanan publik justru menimbulkan diskriminasi pelayanan. Pada akhirnya, tulisan ini merekomendasikan dua hal: (1) meningkatkan wawasan multikulturalisme dalam kompetensi sosial kultural ASN dan (2) meredefinisi ‘standar’ dalam standar pelayanan publik.

Research paper thumbnail of Kajian Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Nasional Berbasis Manajemen Talenta

Salah satu hal yang mengindikasikan keberlangsungan penerapan sistem merit dalam manajemen ASN ad... more Salah satu hal yang mengindikasikan keberlangsungan
penerapan sistem merit dalam manajemen ASN adalah pembangunan
manajemen talenta. Dengan manajemen talenta, maka setiap instansi
akan memiliki sistem pengkaderan kepemimpinan profesional, yang
disusun berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang
dibutuhkan bagi jabatan dimaksud. Saat ini, Pemerintah melalui
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi sedang merancang kebijakan manajemen talenta ASN. Hal ini
sejalan dengan kegiatan – prioritas nasional – Kajian Mutasi Jabatan
Pimpinan Tinggi (JPT) Nasional berbasis Manajemen Talenta yang
dilaksanakan oleh Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara
Lembaga Administrasi Negara.
Mengapa perlu mutasi JPT secara nasional? Ada beberapa
alasan yaitu (1) Masalah kesenjangan pembangunan, (2) Fragmentasi
birokrasi dan silo mentality ASN, (3) Optimalisasi ASN sebagai perekat
negara yang merupakan amanat undang-undang, dan (4) Disparitas
kinerja organisasi. Terkait alasan terakhir, masih jamak dijumpai
kinerja K/L/D yang masih memerlukan peningkatan dan salah satu
solusinya melalui pengisian JPT yang berkompeten. Kajian ini telah
dilakukan dengan menggunakan berbagai konsep atau teori dan
kebijakan terkait mutasi, manajemen talenta, dan sistem merit.
Berdasarkan analis yang telah dilakukan, tim kajian
menyimpulkan: (1) Mutasi JPT nasional merupakan salah satu bagian
dari kerangka manajemen talenta ASN nasional yang terdiri dari empat
kerangka besar yaitu: Acquisition, Development, Engagement, dan
Deployment. Jika diibaratkan sebagai ‘puzzle’, maka mutasi JPT
merupakan bagian dari keempat tahapan manajemen talenta ASN
nasional yakni tahap deployment (penempatan talenta); (2) Berkaitan
dengan mutasi JPT nasional, terdapat isu-isu strategis yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pembentukan proses ideal mekanisme
mutasi JPT nasional. Isu-isu strategis tersebut terdiri dari enam aspek,
yaitu: (a) aspek pola karir; (b) aspek database terintegrasi (sistem
informasi); (c) aspek spoil system dalam birokrasi; (d) aspek
keberagaman budaya; (e) aspek penganggaran; dan (f) standar
assessment; (3) Mekanisme mutasi JPT Nasional Berbasis Manajemen
Talenta terdiri atas empat aspek yaitu: (a) Analisis Kebutuhan Mutasi
JPT; (b) Seleksi Talenta; (c) Penempatan Talenta); dan (d) Tujuan.
Keempat Aspek dalam mekanisme tersebut perlu didukung oleh
infrastruktur berupa Tim Manajemen Talenta ASN, Sistem Informasi
Mutasi JPT Nasional (SIM JPT Nasional), dan Kerangka Pendanaan.

Research paper thumbnail of Usaha Kecil Menengah dalam Pusaran Masyarakat Ekonomi ASEAN: Peluang, Tantangan, dan Kesiapan

Buku ini sangat kaya informasi dan data yang baru dan valid mengenai isu terkait. Struktur buku i... more Buku ini sangat kaya informasi dan data yang baru dan
valid mengenai isu terkait. Struktur buku ini juga ditata secara
sistematis dan logis serta komprehensif. Dimulai dari pembahasan
secara mendalam aspek konseptual dari isu yang dibahas, dilanjutkan
dengan melihat perkembangan UKM di ASEAN dan
di Indonesia, untuk kemudian mengerucut pada studi kasus
UKM di DIY. Buku ini, dengan demikian, bermanfaat bukan
saja untuk kepentingan pengetahuan semata tetapi juga untuk
bahan kajian dan pertimbangan dalam membuat keputusan di
berbagai tingkatan. Buku ini oleh karenanya layak untuk dibaca
oleh para pelaku UKM, pembuat kebijakan dari instansi terkait
di berbagai tingkatan serta para peneliti dan mahasiswa yang
tertarik untuk memahami UKM khususnya, dan UKM dan MEA
pada umumnya.

Research paper thumbnail of Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN)

Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan untuk menjalank... more Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur
Sipil Negara (ASN) dilakukan untuk menjalankan mandat
Undang-Undang No. 5 Tahun 2015 tentang ASN. Dalam Undang-
Undang ASN disebutkan bahwa Lembaga Administrasi Negara
adalah pembina pengembangan kompetensi manajerial dan sosial
kultural bagi ASN. Sedangkan pembina kompetensi teknis
dilakukan oleh instansi teknis. Namun demikian, semua rencana
pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural yang
dilakukan oleh instansi Pemerintah disampaikan kepada Menteri
yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara melalui
Lembaga Administrasi Negara. Hasil kajian ini akan disampaikan kepada para pemangku
kepentingan yang terkait dengan manajemen ASN seperti
Kemenpan dan RB, BKN, KASN, Bappenas, Kemenkeu,
Kemendagri, Kementerian Sekretariat Negara dan mitra
pembangunan seperti Transformasi GIZ dan AIPEG Auisaid. Hasil kajian ini akan ditindaklanjuti menjadi Pedoman
Pengembangan Kompetensi ASN Nasional dan Instansional yang
kemudian dipayungi dalam Peraturan Kepala LAN tentang
Pedoman Pengembangan Kompetensi ASN Nasional dan Instansional. Kegiatan penyusunan pedoman dan penyusunan
Peraturan Kepala LAN akan dilakukan pada tahun 2016.

Research paper thumbnail of Kajian Pengukuran Indeks Kompleksitas dalam Pelayanan Publik

Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk dilaku... more Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan oleh pemerintah. Sehingga peningkatan kualitas pelayanan
publik menjadi salah satu agenda prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pelayanan publik yang harus dicapai oleh
Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Sampai saat ini pelayanan publik di Indonesia masih menghadapi berbagai
tantangan, salah satunya adalah belum terpenuhinya kualitas layanan yang
diharapkan. Hal tersebut tak terkecuali dengan pelayanan perizinan usaha. Pada
kenyataannya, proses pelayanan perizinan usaha dan investasi Indonesia masih
sangat rumit. Padahal kondisi iklim investasi dan berusaha merupakan hal yang
krusial karena akan berpengaruh terhadap banyaknya jumlah investor yang akan
berinvestasi di Indonesia.
Kerumitan pelayanan perizinan usaha di Indonesia ditunjukkan salah satunya
dengan laporan Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh The World
Bank, di mana pada tahun 2017 Indonesia masih menempati peringkat ke 91 dari
190 negara. Dari sepuluh indikator EoDB, indikator Starting a Business (memulai
usaha) di Indonesia merupakan indikator yang berada di peringkat bawah yaitu
peringkat ke 151 pada tahun 2017.
Pemerintah sudah berupaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha di
Indonesia, salah satunya dengan mengeluarkan 13 Paket Kebijakan Ekonomi. Tetapi
upaya tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemudahan berusaha di Indonesia.
Berdasarkan fakta-fakta yang sudah disebutkan di atas, Pusat Kajian Reformasi
Administrasi – Lembaga Administrasi Negara (PRAKSIS-LAN) pada tahun anggaran 2016
ini melakukan kajian terkait hal tersebut dalam upaya mengidentifikasi kompleksitas
dalam perizinan usaha yang menghambat kemudahan berusaha di Indonesia pada
umumnya, dan di daerah pada khususnya. Ruang lingkup kajian ini adalah kompleksitas
pelayanan administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah
sektor perdagangan di daerah. Tujuan dalam kajian ini adalah 1) Menyusun desain
instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan administrasi perizinan dalam
memulai usaha kecil dan menengah sektor perdagangan di daerah; dan 2) Menyusun
strategi simplifikasi administrasi perizinan dalam memulai usaha kecil dan menengah
sektor perdagangan di daerah.
Untuk mencapai tujuan kajian tersebut, kajian ini menggunakan metode mixed
method yakni statistik deskriptif melalui pembentukan indeks komposit. Sedangkan dalam perumusan strategi penyederhanaan administrasi perizinan dalam memulai
usaha digunakan metode penelitian kualitatif melalui analisis komparasi benchmark
kebijakan dengan implementasi pelayanan perizinan dalam memulai usaha di
lokus penelitian. Adapun lokus dalam kajian ini adalah: (1) Provinsi DKI Jakarta;
(2) Kabupaten Karimun; (3) Kota Bandung; (4) Kota Yogyakarta; (5) Kota Tangerang
Selatan; dan 6) Kota Serang.
Dalam menyusun instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan
administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah,
kajian ini merujuk kepada kajian yang dilakukan oleh The World Bank (Ease of Doing
Business) dan The Asia Foundation (Mengukur Kinerja Pelayanan Terpadu untuk
Perizinan Usaha di Indonesia).
Selain itu, penyusunan instrumen juga mengacu kepada Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Perdagangan,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal: Nomor 69 Tahun 2009, Nomor M.HH-08.AH.1.1.2009, Nomor 60/M-DAG/
PER/12/2009, Nomor 10 Tahun 2009 tentang Percepatan Pelayanan Pelayanan
Perizinan dan Non Perizinan Untuk Memulai Usaha.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka instrumen yang disusun dalam kajian
ini menggunakan sepuluh dimensi kompleksitas pelayanan perizinan yang terdiri
dari: (1) Pendaftaran nama perusahaan; (2) Pembuatan akta pendirian perusahaan;
(3) Pengesahan status badan hukum; (4) Pendaftaran dan pengumuman Badan
Hukum Dalam Berita Negara; (5) Pendaftaran NPWP; (6) Pendaftaran nomor
pengukuhan pengusaha kena pajak; (7) Pengurusan Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP); (8) Pengurusan Tanda Daftar Perusahaan (TDP); (9) Pendaftaran wajib lapor
ketenagakerjaan; dan (10) Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan. Kesepuluh dimensi
kompleksitas tersebut akan diukur menggunakan indikator sebagai berikut: (1)
dokumen persyaratan; (2) waktu; (3) biaya; dan (4) instansi yang terlibat.
Dengan melakukan pengukuran kompleksitas pelayanan administrasi perizinan
dalam memulai usaha, maka suatu daerah akan mampu menilai atau memberikan
gambaran tentang sejauhmana kompleksitas pelayanan perizinan di daerahnya. Jika
hasil pengukuran menunjukkan sebuah daerah memiliki kompleksitas yang tinggi,
maka diperlukan kebijakan dan strategi simplifikasi pelayanan perizinan.
Dalam kajian ini telah disusun rekomendasi kebijakan dan strategi simplifikasi
pelayanan administrasi perizinan dalam memulai usaha yang didahului oleh
diagnosis kompleksitas, upaya penanganan kompleksitas pada tiap indikator serta
rekomendasi kebijakan serta strategi dan langkah-langkah simpifikasi perizinan. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa daerah perlu melakukan pengukuran
tentang kompleksitas pelayanan perizinan secara berkala agar daerah dapat
memiliki gambaran tentang pelayanan yang dilakukan selama ini dan dapat
melakukan perbaikan agar pelayanan menjadi lebih baik.
Dengan adanya instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan
administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah
serta rekomendasi kebijakan dan strategi simplifikasi pelayanan administrasi
perizinan dalam memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah yang
sudah disusun, diharapkan dapat berkontribusi untuk daerah dalam memperbaiki
pelayanannya.

Research paper thumbnail of Kajian Profil Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

Salah satu faktor terpenting agar pemerintah memiliki kinerja yang baik adalah ditentukan oleh ku... more Salah satu faktor terpenting agar pemerintah memiliki kinerja
yang baik adalah ditentukan oleh kualitas dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang bekerja di instansi pemerintah. Tetapi sayangnya, untuk
mendapatkan PNS yang berkualitas tinggi bukanlah merupakan
persoalan yang mudah. Maka dari itu, instansi pemerintah perlu
merumuskan strategi untuk merekrut kandidat terbaik di pasar tenaga
kerja. Selain persoalan rekrutmen, pemerintah selama ini masih memiliki
kelemahan pada database terkait profil dan preferensi pelamar kerja
khususnya pelamar profesi PNS. Kajian Profil Calon Pegawai Negeri Sipil
yang dilakukan oleh Pusat Kajian Reformasi Administrasi bertujuan
untuk: (1) melakukan identifikasi profil calon pelamar kerja untuk
profesi PNS; (2) Melakukan identifikasi minat calon pelamar kerja
terhadap profesi PNS; dan (3) Membuat rekomendasi strategi kebijakan
rekrutmen profesi PNS untuk menjaring minat pelamar kerja unggulan.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kombinasi antara metode
kuantitatif dengan pendekatan survei dan kualitatif. Survei dilakukan
pada 1.230 responden yang merupakan mahasiswa di tiga perguruan
tinggi terbaik di Indonesia, yaitu: UGM, UI, dan ITB.
Hasil survei menunjukkan bahwa minat calon pelamar kerja
terhadap profesi PNS masih tergolong besar yaitu 43,1% dari total
responden. Sedangkan instansi yang paling diminati adalah instansi
swasta dengan dipilih oleh 50,1% responden. Dalam memilih instansi
untuk bekerja, setiap responden memiliki alasan alasan dibalik
pemilihannya. Berkaitan dengan hal tersebut, image atau branding dari
sebuah instansi berpengaruh terhadap preferensi responden dalam
memilih tempat bekerja. Dari survei ini juga dapat diketahui bahwa masih
banyak responden yang merupakan calon pelamar kerja menganggap
bahwa instansi pemerintah bukan merupakan tempat yang baik untuk
bekerja terutama karena instansi pemerintah penuh dengan KKN. Image
negatif yang dimiliki instansi pemerintah tersebut memiliki korelasi
positif terhadap preferensi tempat kerja bagi calon pelamar kerja.
Dari hasil survei yang menunjukkan tantangan dan permasalahan
dalam merekrut kandidat terbaik, maka dapat dirumuskan strategi
kebijakan rekrutmen yang mencakup tiga hal penting. Pertama,
bagaimana menarik minat best candidate. hal ini dapat dilakukan dengan
strategi promosi kepada calon pelamar kerja yang dikemas dengan baik
yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan terkait mekanisme
seleksi serta sarana untuk membangun citra positif instansi pemerintah. Kedua, bagaimana menciptakan sebuah sistem rekrutmen yang mampu
menyeleksi dan menjaring best candidate dari pasar tenaga kerja. Arah
sistem rekrutmen harus diarahkan perbaikan pada beberapa aspek; yaitu
(1) proses rekrutmen, (2) metode seleksi CPNS, (3) keterkaitan dengan
manajemen sumber daya manusua lainnya, dan (4) perbaikan strategi
merekrut CPNS. Ketiga, bagaimana merekrut dengan waktu yang tepat.
Pemilihan waktu pelaksanaan rekrutmen merupakan salah satu bentuk
strategi untuk bersaing dengan instansi swasta dalam merekrut best
candidate.

Research paper thumbnail of Kajian Pemetaan Kebutuhan Jabatan Fungsional dalam Rangka Percepatan Pembangunan

Agenda jangka menengah 2020-2024 adalah penting dan menjadi fondasi dalam pencapaian Visi 2045, I... more Agenda jangka menengah 2020-2024 adalah penting dan
menjadi fondasi dalam pencapaian Visi 2045, Indonesia Berdaulat,
Maju, Adil dan Makmur, menuju negara pendapatan tinggi dan salah
satu negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dunia.
Melalui skenario tinggi dengan rata-rata 5,7 % pertumbuhan ekonomi
per tahun, diharapkan pada 2045, pendapatan per kapita Indonesia
mencapai US$ 23.199, menjadi perekonomian dengan PDB terbesar
ke-5 di dunia, dan keluar dari Middle-Income Trap pada 2036.
Pemerintah juga telah mempersiapkan Visi 2045, dengan tiga sektor
strategis dan unggulan sebagai sumber potensial dalam mendorong
dan menggerakan pertumbuhan dan pembangunan nasional di
dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN)
2020-2024, yakni: (1) industri; (2) pariwisata; dan (3) ekonomi kreatif
dan digital.

Namun demikian, regulasi yang tumpang tindih dan relatif
tertutup (termasuk di pasar tenaga kerja) dan kualitas birokrasi
masih rendah (korupsi tinggi dan birokrasi tidak efisien, lemahnya
koordinasi antarkebijakan, rendahnya kualitas SDM aparatur)
menjadi kendala yang sangat mengikat (the most binding constraint)
untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Untuk
mencapai Visi 2045, maka pemantapan birokrasi menjadi salah satu
agenda pokok.

Secara demografi, aparatur sipil negara (ASN) cukup jauh dari
ideal. Birokrasi kita saat ini sebagian besar diisi oleh kelompok
jabatan fungsional administrasi umum atau yang saat ini dikenal
dengan jabatan pelaksana (43%). Apakah mesin birokrasi demikian
mampu membawa Indonesia ke arah lebih baik, jawabannya tentu
tidak mampu. Jabatan Fungsional (JF) merupakan core function atau
backbone dalam organisasi. Namun sisi urgensitas dari JF belum
tercermin dalam persebaran ASN, dimana jumlah pejabat fungsional
saat ini didominasi oleh JF Guru/Kependidikan (38% dari total ASN)
dan JF Kesehatan (6% dari total ASN). Sementara diluar itu (non
kependidikan dan kesehatan), jumlah pejabat fungsional teknis
lainnya hanya mencapai 8% dari total ASN, yakni 372.740 orang.
Jumlah ini bahkan masih lebih rendah dari presentase jabatan
struktural yang mencapai 10% dari total ASN). Persebaran JF teknis di daerah yang mendukung potensi unggulan daerah dan prioritas
nasional seperti pariwisata dan industri pengolahan juga masih
sangat kurang, sebagai contoh hanya 0,27% ASN di Bali dan Nusa
Tenggara dengan latar belakang pariwisata, dan hanya 0,06% di
Sumatera
Reformasi birokrasi merupakan salah satu prioritas Presiden
Joko Widodo di masa periode II kepemimpinannya. Reformasi
birokrasi dan reformasi struktural menjadi sangat penting, agar
lembaga semakin sederhana, semakin simpel, semakin lincah. Pola
pikir dan mindset birokrasi dituntut untuk berubah dengan
kecepatan melayani sebagai kunci bagi reformasi birokrasi. Presiden
juga akan serius menyederhanakan birokrasi dengan meminta
eselonisasi cukup dua level saja, yakni eselon I dan II. Eselon III dan
IV diganti dengan JF yang menghargai keahlian dan kompetensi.
Birokrasi yang lincah (agile bureaucracy) dengan ramping struktur
dan kaya fungsi menjadi paradigma perubahan dan nilai-nilai baru
dalam birokrasi. JF sebagai backbone dan motor birokrasi dituntut
untuk cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman yang
memasuki era revolusi industri ke-empat.
Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat fenomena yang
terjadi di dalam pengelolaan JF, khususnya dalam rangka percepatan
pembangunan. Adapun kebutuhan jenis JF antara lain: penyuluh
perindustrian dan perdagangan, instruktur, perencana, perekayasa,
intelijen industri, statistisi, analis big data, asesor manajemen mutu
industri, peneliti, analis kebijakan, perancang peraturan perundangundangan,
diplomat, promotor investasi untuk sektor industri.
Perencana, analis kebijakan, intelijen wisata, peneliti, pamong
wisata, pamong budaya, dosen, widyaiswara, penyuluh wisata,
perancang peraturan perundang-undangan untuk sektor pariwisata.
Penyuluh, instruktur, pranata komunikasi dan informatika, pranata
computer, asesor kompetensi, diplomat, peneliti, intelijen pasar,
statistisi, perencana, analis kebijakan, perancang peraturan
perundang-undangan, pranata komputer, pemeriksa pajak,
penyuluh pajak, sandiman, analis big data, pranata layanan publik
untuk sektor ekonomi kreatif dan digital.
Analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK)
dilakukan untuk menentukan jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit
organisasi yang dilakukan secara sistematis menggunakan teknik analisis jabatan atau teknik manajemen lainnya. Inovasi lainnya
adalah melalui penghitungan sasaran target capaian atau output
yang diinginkan unit organisasi yang dibagi ke dalam beban kerja
pengampu JF. Barulah usulan kebutuhan JF dapat diusulkan ke
instansi terkait. Penyusunan formasi kebutuhan JF demikian
menjadi diskursus untuk penyempurnaan Anjab dan ABK, serta
implementasi human capital development plan (HCDP). Peta
kebutuhan JF sepatutnya juga mengacu pada karakteristik potensi
dan keunggulan wilayah dan pemenuhan kompetensi sesuai talenta
yang dibutuhkan.
Untuk mendorong utilisasi JF dalam rangka percepatan
pembangunan tersebut, maka diperlukan pedoman standarisasi
pengajuan jenis JF dan penataan rumpun JF. Kejelasan
kesejahteraan JF yang lebih layak juga perlu diatur utamanya pada
lingkup pemerintah daerah mengingat tidak ada kelas jabatan dalam
menentukan tunjangan bagi JF di lingkup pemerintah daerah. Dalam
meningkatkan kualitas kompetensi pengampu JF, hendaknya unit
kerja yang mengurusi pengembangan SDM perlu mengalokasikan
program dan anggaran pengembangan kompetensi bagi para JF,
mengingat pengembangan kompetensi saat ini masih terlalu
struktural minded. Agar JF dapat berkinerja secara optimal, maka
perlu menerapkan prinsip-prinsip agile buraucracy (birokrasi yang
lincah) secara menyeluruh dengan mengedepankan perampingan
struktur dan perluasan JF di semua lini birokrasi. Untuk kompetensi
tertentu di JF dapat merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) yang memiliki skill dan kompetensi khusus sebagai
optimalisasi kinerja sekaligus transfer pengetahuan ( transfer
knowledge) dan transfer pengalaman (transfer experience) di
lingkungan birokrasi. Optimalisasi pendidikan tinggi dan asosiasi
profesi pada masing-masing JF untuk melakukan sertifikasi profesi
agar ada link and match profesi dengan sektor privat sehingga para
PNS pengampu JF dapat berkarya lebih produktif dengan melakukan
second carrier pasca purna dari PNS.

Papers by Nisa Agistiani Rachman

Research paper thumbnail of Studi Tentang Kemunculan Modal Sosial

Naskah ini merupakan hasil penelitian tentang kemunculan modal sosial di masyarakat dengan mengam... more Naskah ini merupakan hasil penelitian tentang kemunculan modal sosial di masyarakat dengan mengambil studi
kasus masyarakat RW 13 Kelurahan Subangjaya Kecamatan Cikole Kota Sukabumi. Selain itu, penelitian ini
juga mendeskripsikan penyebab kemunculan modal sosial dan mendeskripsikan bagaimana modal sosial dapat
berfungsi dalam mengatasi persoalan masyarakat yang tidak dipecahkan sepenuhnya oleh pemerintah. Berdasarkan
hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa masyarakat RW 13 Kelurahan Subangjaya Kota Sukabumi
telah memiliki semangat modal sosial yang cukup kuat dan telah ada secara alamiah sejak dulu dan telah turun
temurun, sehingga sangat mudah untuk digerakkan. Kekuatan modal sosial di RW 13 lebih dipengaruhi oleh tingkat
homogenitas masyakarat RW 13 yang masih kental. Selain itu, kepemimpinan juga berkorelasi positif terhadap
kemunculan modal sisual di RW 13. Konsep keteladanan dalam eksistensi modal sosial hanya efektif jika diterapkan
pada masyarakat dengan relasi primer di unit sosial yang kecil dan terbatas (primary social relation) seperti di
tingkat RW dan RT dan akan menemui kesulitan jika diterapkan pada komunitas yang lebih besar. Di sisi lain,
kepemimpinan yang baik membawa efek negatif, di mana kualitas modal sosial masyakarat menjadi tergantung
pada kualitas pemimpin dalam aksi kolektifnya

Research paper thumbnail of Pengukuran Kinerja Implementasi Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut

Tulisan ini membahas pengukuran kinerja implementasi kebijakan publik. Penulis mengambil studi ka... more Tulisan ini membahas pengukuran kinerja implementasi kebijakan publik. Penulis mengambil studi kasus implementasi kebijakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut Kabupaten Sleman.
PNPM Mandiri Pariwisata diimplementasikan di desa ini pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Untuk mengukur kinerja implementasi
PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut, penulis menggunakan dua indikator. Pertama, indikator policy
output yang terdiri dari indikator cakupan, bias, akses, dan kesesuaian program dengan kebutuhan. Kedua, indikator policy
outcomes yang terdiri dari initial outcome, intermediate outcome, dan long-term outcome. Berdasarkan pengukuran, didapat
hasil bahwa kinerja implementasi PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut terbilang rendah. PNPM Mandiri Pariwisata
gagal dalam mencapai long-term outcome yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di desa wisata. Hal ini
terjadi karena setidaknya dua faktor, yaitu disposisi implementor dan format kebijakan. Berdasarkan kedua faktor tersebut,
penulis memberikan rekomendasi kebijakan agar kebijakan PNPM Mandiri Pariwisata menjadi lebih baik di masa yang akan
datang, yaitu dengan: (1) memodifikasi kebijakan; (2) memodifikasi wujud kebijakan/program; (3) merinci metode monitoring
dan evaluasi; dan (4) merinci poin pemberian sanksi dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO).

Talks by Nisa Agistiani Rachman

Research paper thumbnail of SINETRON dari Kabupaten Banyuwangi: Inovasi Menerapkan HRIS Berbuah Penghargaan

Baru-baru ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) menetapkan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten te... more Baru-baru ini Badan Kepegawaian
Negara (BKN) menetapkan
Kabupaten Banyuwangi sebagai
kabupaten terbaik dalam pengelolaan kepegawaian.
Menurut Kepala Badan Kepegawaian,
Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP)
Kabupaten Banyuwangi, Drs. Sih Wahyudi,
M.M., pencapaian tersebut merupakan hasil
dari inovasi yang secara konsisten dilakukan
oleh BKPP Banyuwangi. Inovasi
pengelolaan kepegawaian yang dilakukan
oleh BKPP Banyuwangi merupakan inovasi
berbasis teknologi informasi (IT) yang terintegrasi
dalam Sistem Informasi Dokumen
Elektronik (SINETRON). SINETRON yang
dikembangkan oleh BKPP Banyuwangi
merupakan salah satu bentuk penerapan
Human Resource Information System
CHRIS).

Research paper thumbnail of Managing Diversity for Public Services: Improving Social-cultural Competency of State Apparatus in a Multi-ethnic, a Multi-religious and a Multi-cultural Indonesia

2017 EROPA General Assembly and Conference, 2017

According to the UNDP there are 17 sustainable development goals that whole country should contri... more According to the UNDP there are 17 sustainable development goals that whole country should contribute to this program. Some of the objectives of the UNDP program is directly related to public services, which require the high competency and performance of civil servants (State Apparatus). Given the diversity of ethnic, culture, and religion in Indonesia; improving social and cultural competency is inevitable. However, the development of diversity management competency blueprint remains unclear. Thus, it is equally important to define the social-cultural competency, to scrutinize the relationship between the competency and state apparatus performance, as well as to explore how these competencies could improve public services. The result of this paper is expected to be beneficial to academics in the field of public service and administration with diversity as a current issue. Moreover, the finding of this paper can be channeled to advance competency standard for state apparatus in Indonesia.

Research paper thumbnail of Rangkap Jabatan ASN dan Komisaris BUMN: Perspektif Konflik Kepentingan

Research paper thumbnail of Grand Design Public Administration Indonesia 2045

Administrasi publik merupakan enabling factor bagi pembangunan, dan visi dan misi pembangunan sua... more Administrasi publik merupakan enabling factor bagi
pembangunan, dan visi dan misi pembangunan suatu negara-bangsa
merupakan orientasi dari administrasi publik. Kapasitas administrasi
publik yang kuat menggambarkan kemampuan untuk menciptakan
dan mengimplementasikan kebijakan publik dalam menjawab
tantangan dinamika perubahan konteks sosial, politik dan ekonomi
(lingkungan strategis) suatu negara bangsa, baik yang berada dalam
tataran global, regional, maupun domestik.
Untuk menciptakan administrasi publik yang bersendikan pada
nilai-nilai demokrasi, efisiensi, efektivitas, akuntabel dan berkeadilan
yang berfungsi sebagai enabling factor tercapainya pembangunan
nasional dan kesejahteraan rakyat maka dibutuhkan rancang bangun
administrasi publik, yaitu, suatu kerangka pikir dan kerangka kerja
untuk membangun dan memperkuat kapasitas administrasi publik
Indonesia.
Merumuskan rancang bangun utama administrasi publik
Indonesia (Grand Design Public Administration/GDPA) telah menjadi
suatu kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Setidaknya terdapat 3
(tiga) faktor determinan yang menjadi rasionalitas perumusan GDPA
tersebut, yaitu, pertama, dinamika perubahan lingkungan strategis
Indonesia sebagai dampak dari globalisasi dan regionalisasi yang
dewasa ini didefinisikan sebagai Global Megatrend, kedua, kebijakan
nasional untuk merumuskan Visi Indonesia 2045, dan ketiga, belum
tersedianya kebijakan strategis yang secara komprehensif, terarah,
dan terfokus untuk membangun administrasi publik Indonesia sebagai
enabling factor pencapaian tujuan pembangunan nasional yang
mampu menjawab tantangan dinamika perubahan lingkungan
strategis, baik pada tataran global maupun regional.

Research paper thumbnail of Menuju Pelayanan Publik Non Diskriminatif: Bagaimana Seharusnya Birokrasi Merespon Keberagaman Indonesia

Bunga Rampai: Isu-Isu Sosial, Demografi, Politik dan Hukum dalam Pengembangan Administrasi Publik di Indonesia, 2018

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman dalam hal etnis, budaya, agama, kepercayaan,... more Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman dalam hal etnis, budaya, agama, kepercayaan, dan kondisi sosial. Keberagaman ini yang akhirnya menimbulkan keberagaman kebutuhan pada setiap warga negara. Selama ini, birokrasi kurang sensitif terhadap realitas kebaragaman kebutuhan, yang pada akhirnya menimbulkan diskriminasi pelayanan karena masih ada warga negara yang tidak terpenuhi kebutuhannya. Di sisi lain, setiap warga negara dijamin haknya oleh konstititusi untuk memperoleh pelayanan kebutuhan yang diselenggarakan pemerintah. Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan “Bagaimana seharusnya pemerintah menyelenggarakan pelayanan publik yang non diskriminatif?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut didasarkan pada hasil identifikasi dua masalah utama, yaitu: (1) tidak adanya pemahaman yang baik tentang multikulturalisme oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pembuat kebijakan dan pelayan publik dan (2) Keseragaman atau standar pelayanan publik justru menimbulkan diskriminasi pelayanan. Pada akhirnya, tulisan ini merekomendasikan dua hal: (1) meningkatkan wawasan multikulturalisme dalam kompetensi sosial kultural ASN dan (2) meredefinisi ‘standar’ dalam standar pelayanan publik.

Research paper thumbnail of Kajian Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Nasional Berbasis Manajemen Talenta

Salah satu hal yang mengindikasikan keberlangsungan penerapan sistem merit dalam manajemen ASN ad... more Salah satu hal yang mengindikasikan keberlangsungan
penerapan sistem merit dalam manajemen ASN adalah pembangunan
manajemen talenta. Dengan manajemen talenta, maka setiap instansi
akan memiliki sistem pengkaderan kepemimpinan profesional, yang
disusun berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang
dibutuhkan bagi jabatan dimaksud. Saat ini, Pemerintah melalui
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi sedang merancang kebijakan manajemen talenta ASN. Hal ini
sejalan dengan kegiatan – prioritas nasional – Kajian Mutasi Jabatan
Pimpinan Tinggi (JPT) Nasional berbasis Manajemen Talenta yang
dilaksanakan oleh Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara
Lembaga Administrasi Negara.
Mengapa perlu mutasi JPT secara nasional? Ada beberapa
alasan yaitu (1) Masalah kesenjangan pembangunan, (2) Fragmentasi
birokrasi dan silo mentality ASN, (3) Optimalisasi ASN sebagai perekat
negara yang merupakan amanat undang-undang, dan (4) Disparitas
kinerja organisasi. Terkait alasan terakhir, masih jamak dijumpai
kinerja K/L/D yang masih memerlukan peningkatan dan salah satu
solusinya melalui pengisian JPT yang berkompeten. Kajian ini telah
dilakukan dengan menggunakan berbagai konsep atau teori dan
kebijakan terkait mutasi, manajemen talenta, dan sistem merit.
Berdasarkan analis yang telah dilakukan, tim kajian
menyimpulkan: (1) Mutasi JPT nasional merupakan salah satu bagian
dari kerangka manajemen talenta ASN nasional yang terdiri dari empat
kerangka besar yaitu: Acquisition, Development, Engagement, dan
Deployment. Jika diibaratkan sebagai ‘puzzle’, maka mutasi JPT
merupakan bagian dari keempat tahapan manajemen talenta ASN
nasional yakni tahap deployment (penempatan talenta); (2) Berkaitan
dengan mutasi JPT nasional, terdapat isu-isu strategis yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pembentukan proses ideal mekanisme
mutasi JPT nasional. Isu-isu strategis tersebut terdiri dari enam aspek,
yaitu: (a) aspek pola karir; (b) aspek database terintegrasi (sistem
informasi); (c) aspek spoil system dalam birokrasi; (d) aspek
keberagaman budaya; (e) aspek penganggaran; dan (f) standar
assessment; (3) Mekanisme mutasi JPT Nasional Berbasis Manajemen
Talenta terdiri atas empat aspek yaitu: (a) Analisis Kebutuhan Mutasi
JPT; (b) Seleksi Talenta; (c) Penempatan Talenta); dan (d) Tujuan.
Keempat Aspek dalam mekanisme tersebut perlu didukung oleh
infrastruktur berupa Tim Manajemen Talenta ASN, Sistem Informasi
Mutasi JPT Nasional (SIM JPT Nasional), dan Kerangka Pendanaan.

Research paper thumbnail of Usaha Kecil Menengah dalam Pusaran Masyarakat Ekonomi ASEAN: Peluang, Tantangan, dan Kesiapan

Buku ini sangat kaya informasi dan data yang baru dan valid mengenai isu terkait. Struktur buku i... more Buku ini sangat kaya informasi dan data yang baru dan
valid mengenai isu terkait. Struktur buku ini juga ditata secara
sistematis dan logis serta komprehensif. Dimulai dari pembahasan
secara mendalam aspek konseptual dari isu yang dibahas, dilanjutkan
dengan melihat perkembangan UKM di ASEAN dan
di Indonesia, untuk kemudian mengerucut pada studi kasus
UKM di DIY. Buku ini, dengan demikian, bermanfaat bukan
saja untuk kepentingan pengetahuan semata tetapi juga untuk
bahan kajian dan pertimbangan dalam membuat keputusan di
berbagai tingkatan. Buku ini oleh karenanya layak untuk dibaca
oleh para pelaku UKM, pembuat kebijakan dari instansi terkait
di berbagai tingkatan serta para peneliti dan mahasiswa yang
tertarik untuk memahami UKM khususnya, dan UKM dan MEA
pada umumnya.

Research paper thumbnail of Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN)

Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan untuk menjalank... more Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur
Sipil Negara (ASN) dilakukan untuk menjalankan mandat
Undang-Undang No. 5 Tahun 2015 tentang ASN. Dalam Undang-
Undang ASN disebutkan bahwa Lembaga Administrasi Negara
adalah pembina pengembangan kompetensi manajerial dan sosial
kultural bagi ASN. Sedangkan pembina kompetensi teknis
dilakukan oleh instansi teknis. Namun demikian, semua rencana
pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural yang
dilakukan oleh instansi Pemerintah disampaikan kepada Menteri
yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara melalui
Lembaga Administrasi Negara. Hasil kajian ini akan disampaikan kepada para pemangku
kepentingan yang terkait dengan manajemen ASN seperti
Kemenpan dan RB, BKN, KASN, Bappenas, Kemenkeu,
Kemendagri, Kementerian Sekretariat Negara dan mitra
pembangunan seperti Transformasi GIZ dan AIPEG Auisaid. Hasil kajian ini akan ditindaklanjuti menjadi Pedoman
Pengembangan Kompetensi ASN Nasional dan Instansional yang
kemudian dipayungi dalam Peraturan Kepala LAN tentang
Pedoman Pengembangan Kompetensi ASN Nasional dan Instansional. Kegiatan penyusunan pedoman dan penyusunan
Peraturan Kepala LAN akan dilakukan pada tahun 2016.

Research paper thumbnail of Kajian Pengukuran Indeks Kompleksitas dalam Pelayanan Publik

Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk dilaku... more Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan oleh pemerintah. Sehingga peningkatan kualitas pelayanan
publik menjadi salah satu agenda prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pelayanan publik yang harus dicapai oleh
Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Sampai saat ini pelayanan publik di Indonesia masih menghadapi berbagai
tantangan, salah satunya adalah belum terpenuhinya kualitas layanan yang
diharapkan. Hal tersebut tak terkecuali dengan pelayanan perizinan usaha. Pada
kenyataannya, proses pelayanan perizinan usaha dan investasi Indonesia masih
sangat rumit. Padahal kondisi iklim investasi dan berusaha merupakan hal yang
krusial karena akan berpengaruh terhadap banyaknya jumlah investor yang akan
berinvestasi di Indonesia.
Kerumitan pelayanan perizinan usaha di Indonesia ditunjukkan salah satunya
dengan laporan Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan oleh The World
Bank, di mana pada tahun 2017 Indonesia masih menempati peringkat ke 91 dari
190 negara. Dari sepuluh indikator EoDB, indikator Starting a Business (memulai
usaha) di Indonesia merupakan indikator yang berada di peringkat bawah yaitu
peringkat ke 151 pada tahun 2017.
Pemerintah sudah berupaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha di
Indonesia, salah satunya dengan mengeluarkan 13 Paket Kebijakan Ekonomi. Tetapi
upaya tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
kemudahan berusaha di Indonesia.
Berdasarkan fakta-fakta yang sudah disebutkan di atas, Pusat Kajian Reformasi
Administrasi – Lembaga Administrasi Negara (PRAKSIS-LAN) pada tahun anggaran 2016
ini melakukan kajian terkait hal tersebut dalam upaya mengidentifikasi kompleksitas
dalam perizinan usaha yang menghambat kemudahan berusaha di Indonesia pada
umumnya, dan di daerah pada khususnya. Ruang lingkup kajian ini adalah kompleksitas
pelayanan administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah
sektor perdagangan di daerah. Tujuan dalam kajian ini adalah 1) Menyusun desain
instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan administrasi perizinan dalam
memulai usaha kecil dan menengah sektor perdagangan di daerah; dan 2) Menyusun
strategi simplifikasi administrasi perizinan dalam memulai usaha kecil dan menengah
sektor perdagangan di daerah.
Untuk mencapai tujuan kajian tersebut, kajian ini menggunakan metode mixed
method yakni statistik deskriptif melalui pembentukan indeks komposit. Sedangkan dalam perumusan strategi penyederhanaan administrasi perizinan dalam memulai
usaha digunakan metode penelitian kualitatif melalui analisis komparasi benchmark
kebijakan dengan implementasi pelayanan perizinan dalam memulai usaha di
lokus penelitian. Adapun lokus dalam kajian ini adalah: (1) Provinsi DKI Jakarta;
(2) Kabupaten Karimun; (3) Kota Bandung; (4) Kota Yogyakarta; (5) Kota Tangerang
Selatan; dan 6) Kota Serang.
Dalam menyusun instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan
administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah,
kajian ini merujuk kepada kajian yang dilakukan oleh The World Bank (Ease of Doing
Business) dan The Asia Foundation (Mengukur Kinerja Pelayanan Terpadu untuk
Perizinan Usaha di Indonesia).
Selain itu, penyusunan instrumen juga mengacu kepada Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Perdagangan,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal: Nomor 69 Tahun 2009, Nomor M.HH-08.AH.1.1.2009, Nomor 60/M-DAG/
PER/12/2009, Nomor 10 Tahun 2009 tentang Percepatan Pelayanan Pelayanan
Perizinan dan Non Perizinan Untuk Memulai Usaha.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka instrumen yang disusun dalam kajian
ini menggunakan sepuluh dimensi kompleksitas pelayanan perizinan yang terdiri
dari: (1) Pendaftaran nama perusahaan; (2) Pembuatan akta pendirian perusahaan;
(3) Pengesahan status badan hukum; (4) Pendaftaran dan pengumuman Badan
Hukum Dalam Berita Negara; (5) Pendaftaran NPWP; (6) Pendaftaran nomor
pengukuhan pengusaha kena pajak; (7) Pengurusan Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP); (8) Pengurusan Tanda Daftar Perusahaan (TDP); (9) Pendaftaran wajib lapor
ketenagakerjaan; dan (10) Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan. Kesepuluh dimensi
kompleksitas tersebut akan diukur menggunakan indikator sebagai berikut: (1)
dokumen persyaratan; (2) waktu; (3) biaya; dan (4) instansi yang terlibat.
Dengan melakukan pengukuran kompleksitas pelayanan administrasi perizinan
dalam memulai usaha, maka suatu daerah akan mampu menilai atau memberikan
gambaran tentang sejauhmana kompleksitas pelayanan perizinan di daerahnya. Jika
hasil pengukuran menunjukkan sebuah daerah memiliki kompleksitas yang tinggi,
maka diperlukan kebijakan dan strategi simplifikasi pelayanan perizinan.
Dalam kajian ini telah disusun rekomendasi kebijakan dan strategi simplifikasi
pelayanan administrasi perizinan dalam memulai usaha yang didahului oleh
diagnosis kompleksitas, upaya penanganan kompleksitas pada tiap indikator serta
rekomendasi kebijakan serta strategi dan langkah-langkah simpifikasi perizinan. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa daerah perlu melakukan pengukuran
tentang kompleksitas pelayanan perizinan secara berkala agar daerah dapat
memiliki gambaran tentang pelayanan yang dilakukan selama ini dan dapat
melakukan perbaikan agar pelayanan menjadi lebih baik.
Dengan adanya instrumen pengukuran indeks kompleksitas pelayanan
administrasi perizinan memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah
serta rekomendasi kebijakan dan strategi simplifikasi pelayanan administrasi
perizinan dalam memulai usaha bagi usaha kecil dan menengah di daerah yang
sudah disusun, diharapkan dapat berkontribusi untuk daerah dalam memperbaiki
pelayanannya.

Research paper thumbnail of Kajian Profil Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

Salah satu faktor terpenting agar pemerintah memiliki kinerja yang baik adalah ditentukan oleh ku... more Salah satu faktor terpenting agar pemerintah memiliki kinerja
yang baik adalah ditentukan oleh kualitas dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang bekerja di instansi pemerintah. Tetapi sayangnya, untuk
mendapatkan PNS yang berkualitas tinggi bukanlah merupakan
persoalan yang mudah. Maka dari itu, instansi pemerintah perlu
merumuskan strategi untuk merekrut kandidat terbaik di pasar tenaga
kerja. Selain persoalan rekrutmen, pemerintah selama ini masih memiliki
kelemahan pada database terkait profil dan preferensi pelamar kerja
khususnya pelamar profesi PNS. Kajian Profil Calon Pegawai Negeri Sipil
yang dilakukan oleh Pusat Kajian Reformasi Administrasi bertujuan
untuk: (1) melakukan identifikasi profil calon pelamar kerja untuk
profesi PNS; (2) Melakukan identifikasi minat calon pelamar kerja
terhadap profesi PNS; dan (3) Membuat rekomendasi strategi kebijakan
rekrutmen profesi PNS untuk menjaring minat pelamar kerja unggulan.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kombinasi antara metode
kuantitatif dengan pendekatan survei dan kualitatif. Survei dilakukan
pada 1.230 responden yang merupakan mahasiswa di tiga perguruan
tinggi terbaik di Indonesia, yaitu: UGM, UI, dan ITB.
Hasil survei menunjukkan bahwa minat calon pelamar kerja
terhadap profesi PNS masih tergolong besar yaitu 43,1% dari total
responden. Sedangkan instansi yang paling diminati adalah instansi
swasta dengan dipilih oleh 50,1% responden. Dalam memilih instansi
untuk bekerja, setiap responden memiliki alasan alasan dibalik
pemilihannya. Berkaitan dengan hal tersebut, image atau branding dari
sebuah instansi berpengaruh terhadap preferensi responden dalam
memilih tempat bekerja. Dari survei ini juga dapat diketahui bahwa masih
banyak responden yang merupakan calon pelamar kerja menganggap
bahwa instansi pemerintah bukan merupakan tempat yang baik untuk
bekerja terutama karena instansi pemerintah penuh dengan KKN. Image
negatif yang dimiliki instansi pemerintah tersebut memiliki korelasi
positif terhadap preferensi tempat kerja bagi calon pelamar kerja.
Dari hasil survei yang menunjukkan tantangan dan permasalahan
dalam merekrut kandidat terbaik, maka dapat dirumuskan strategi
kebijakan rekrutmen yang mencakup tiga hal penting. Pertama,
bagaimana menarik minat best candidate. hal ini dapat dilakukan dengan
strategi promosi kepada calon pelamar kerja yang dikemas dengan baik
yang dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan terkait mekanisme
seleksi serta sarana untuk membangun citra positif instansi pemerintah. Kedua, bagaimana menciptakan sebuah sistem rekrutmen yang mampu
menyeleksi dan menjaring best candidate dari pasar tenaga kerja. Arah
sistem rekrutmen harus diarahkan perbaikan pada beberapa aspek; yaitu
(1) proses rekrutmen, (2) metode seleksi CPNS, (3) keterkaitan dengan
manajemen sumber daya manusua lainnya, dan (4) perbaikan strategi
merekrut CPNS. Ketiga, bagaimana merekrut dengan waktu yang tepat.
Pemilihan waktu pelaksanaan rekrutmen merupakan salah satu bentuk
strategi untuk bersaing dengan instansi swasta dalam merekrut best
candidate.

Research paper thumbnail of Kajian Pemetaan Kebutuhan Jabatan Fungsional dalam Rangka Percepatan Pembangunan

Agenda jangka menengah 2020-2024 adalah penting dan menjadi fondasi dalam pencapaian Visi 2045, I... more Agenda jangka menengah 2020-2024 adalah penting dan
menjadi fondasi dalam pencapaian Visi 2045, Indonesia Berdaulat,
Maju, Adil dan Makmur, menuju negara pendapatan tinggi dan salah
satu negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dunia.
Melalui skenario tinggi dengan rata-rata 5,7 % pertumbuhan ekonomi
per tahun, diharapkan pada 2045, pendapatan per kapita Indonesia
mencapai US$ 23.199, menjadi perekonomian dengan PDB terbesar
ke-5 di dunia, dan keluar dari Middle-Income Trap pada 2036.
Pemerintah juga telah mempersiapkan Visi 2045, dengan tiga sektor
strategis dan unggulan sebagai sumber potensial dalam mendorong
dan menggerakan pertumbuhan dan pembangunan nasional di
dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN)
2020-2024, yakni: (1) industri; (2) pariwisata; dan (3) ekonomi kreatif
dan digital.

Namun demikian, regulasi yang tumpang tindih dan relatif
tertutup (termasuk di pasar tenaga kerja) dan kualitas birokrasi
masih rendah (korupsi tinggi dan birokrasi tidak efisien, lemahnya
koordinasi antarkebijakan, rendahnya kualitas SDM aparatur)
menjadi kendala yang sangat mengikat (the most binding constraint)
untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Untuk
mencapai Visi 2045, maka pemantapan birokrasi menjadi salah satu
agenda pokok.

Secara demografi, aparatur sipil negara (ASN) cukup jauh dari
ideal. Birokrasi kita saat ini sebagian besar diisi oleh kelompok
jabatan fungsional administrasi umum atau yang saat ini dikenal
dengan jabatan pelaksana (43%). Apakah mesin birokrasi demikian
mampu membawa Indonesia ke arah lebih baik, jawabannya tentu
tidak mampu. Jabatan Fungsional (JF) merupakan core function atau
backbone dalam organisasi. Namun sisi urgensitas dari JF belum
tercermin dalam persebaran ASN, dimana jumlah pejabat fungsional
saat ini didominasi oleh JF Guru/Kependidikan (38% dari total ASN)
dan JF Kesehatan (6% dari total ASN). Sementara diluar itu (non
kependidikan dan kesehatan), jumlah pejabat fungsional teknis
lainnya hanya mencapai 8% dari total ASN, yakni 372.740 orang.
Jumlah ini bahkan masih lebih rendah dari presentase jabatan
struktural yang mencapai 10% dari total ASN). Persebaran JF teknis di daerah yang mendukung potensi unggulan daerah dan prioritas
nasional seperti pariwisata dan industri pengolahan juga masih
sangat kurang, sebagai contoh hanya 0,27% ASN di Bali dan Nusa
Tenggara dengan latar belakang pariwisata, dan hanya 0,06% di
Sumatera
Reformasi birokrasi merupakan salah satu prioritas Presiden
Joko Widodo di masa periode II kepemimpinannya. Reformasi
birokrasi dan reformasi struktural menjadi sangat penting, agar
lembaga semakin sederhana, semakin simpel, semakin lincah. Pola
pikir dan mindset birokrasi dituntut untuk berubah dengan
kecepatan melayani sebagai kunci bagi reformasi birokrasi. Presiden
juga akan serius menyederhanakan birokrasi dengan meminta
eselonisasi cukup dua level saja, yakni eselon I dan II. Eselon III dan
IV diganti dengan JF yang menghargai keahlian dan kompetensi.
Birokrasi yang lincah (agile bureaucracy) dengan ramping struktur
dan kaya fungsi menjadi paradigma perubahan dan nilai-nilai baru
dalam birokrasi. JF sebagai backbone dan motor birokrasi dituntut
untuk cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman yang
memasuki era revolusi industri ke-empat.
Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat fenomena yang
terjadi di dalam pengelolaan JF, khususnya dalam rangka percepatan
pembangunan. Adapun kebutuhan jenis JF antara lain: penyuluh
perindustrian dan perdagangan, instruktur, perencana, perekayasa,
intelijen industri, statistisi, analis big data, asesor manajemen mutu
industri, peneliti, analis kebijakan, perancang peraturan perundangundangan,
diplomat, promotor investasi untuk sektor industri.
Perencana, analis kebijakan, intelijen wisata, peneliti, pamong
wisata, pamong budaya, dosen, widyaiswara, penyuluh wisata,
perancang peraturan perundang-undangan untuk sektor pariwisata.
Penyuluh, instruktur, pranata komunikasi dan informatika, pranata
computer, asesor kompetensi, diplomat, peneliti, intelijen pasar,
statistisi, perencana, analis kebijakan, perancang peraturan
perundang-undangan, pranata komputer, pemeriksa pajak,
penyuluh pajak, sandiman, analis big data, pranata layanan publik
untuk sektor ekonomi kreatif dan digital.
Analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK)
dilakukan untuk menentukan jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit
organisasi yang dilakukan secara sistematis menggunakan teknik analisis jabatan atau teknik manajemen lainnya. Inovasi lainnya
adalah melalui penghitungan sasaran target capaian atau output
yang diinginkan unit organisasi yang dibagi ke dalam beban kerja
pengampu JF. Barulah usulan kebutuhan JF dapat diusulkan ke
instansi terkait. Penyusunan formasi kebutuhan JF demikian
menjadi diskursus untuk penyempurnaan Anjab dan ABK, serta
implementasi human capital development plan (HCDP). Peta
kebutuhan JF sepatutnya juga mengacu pada karakteristik potensi
dan keunggulan wilayah dan pemenuhan kompetensi sesuai talenta
yang dibutuhkan.
Untuk mendorong utilisasi JF dalam rangka percepatan
pembangunan tersebut, maka diperlukan pedoman standarisasi
pengajuan jenis JF dan penataan rumpun JF. Kejelasan
kesejahteraan JF yang lebih layak juga perlu diatur utamanya pada
lingkup pemerintah daerah mengingat tidak ada kelas jabatan dalam
menentukan tunjangan bagi JF di lingkup pemerintah daerah. Dalam
meningkatkan kualitas kompetensi pengampu JF, hendaknya unit
kerja yang mengurusi pengembangan SDM perlu mengalokasikan
program dan anggaran pengembangan kompetensi bagi para JF,
mengingat pengembangan kompetensi saat ini masih terlalu
struktural minded. Agar JF dapat berkinerja secara optimal, maka
perlu menerapkan prinsip-prinsip agile buraucracy (birokrasi yang
lincah) secara menyeluruh dengan mengedepankan perampingan
struktur dan perluasan JF di semua lini birokrasi. Untuk kompetensi
tertentu di JF dapat merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) yang memiliki skill dan kompetensi khusus sebagai
optimalisasi kinerja sekaligus transfer pengetahuan ( transfer
knowledge) dan transfer pengalaman (transfer experience) di
lingkungan birokrasi. Optimalisasi pendidikan tinggi dan asosiasi
profesi pada masing-masing JF untuk melakukan sertifikasi profesi
agar ada link and match profesi dengan sektor privat sehingga para
PNS pengampu JF dapat berkarya lebih produktif dengan melakukan
second carrier pasca purna dari PNS.

Research paper thumbnail of Studi Tentang Kemunculan Modal Sosial

Naskah ini merupakan hasil penelitian tentang kemunculan modal sosial di masyarakat dengan mengam... more Naskah ini merupakan hasil penelitian tentang kemunculan modal sosial di masyarakat dengan mengambil studi
kasus masyarakat RW 13 Kelurahan Subangjaya Kecamatan Cikole Kota Sukabumi. Selain itu, penelitian ini
juga mendeskripsikan penyebab kemunculan modal sosial dan mendeskripsikan bagaimana modal sosial dapat
berfungsi dalam mengatasi persoalan masyarakat yang tidak dipecahkan sepenuhnya oleh pemerintah. Berdasarkan
hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa masyarakat RW 13 Kelurahan Subangjaya Kota Sukabumi
telah memiliki semangat modal sosial yang cukup kuat dan telah ada secara alamiah sejak dulu dan telah turun
temurun, sehingga sangat mudah untuk digerakkan. Kekuatan modal sosial di RW 13 lebih dipengaruhi oleh tingkat
homogenitas masyakarat RW 13 yang masih kental. Selain itu, kepemimpinan juga berkorelasi positif terhadap
kemunculan modal sisual di RW 13. Konsep keteladanan dalam eksistensi modal sosial hanya efektif jika diterapkan
pada masyarakat dengan relasi primer di unit sosial yang kecil dan terbatas (primary social relation) seperti di
tingkat RW dan RT dan akan menemui kesulitan jika diterapkan pada komunitas yang lebih besar. Di sisi lain,
kepemimpinan yang baik membawa efek negatif, di mana kualitas modal sosial masyakarat menjadi tergantung
pada kualitas pemimpin dalam aksi kolektifnya

Research paper thumbnail of Pengukuran Kinerja Implementasi Penanggulangan Kemiskinan di Desa Wisata Brayut

Tulisan ini membahas pengukuran kinerja implementasi kebijakan publik. Penulis mengambil studi ka... more Tulisan ini membahas pengukuran kinerja implementasi kebijakan publik. Penulis mengambil studi kasus implementasi kebijakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut Kabupaten Sleman.
PNPM Mandiri Pariwisata diimplementasikan di desa ini pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Untuk mengukur kinerja implementasi
PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut, penulis menggunakan dua indikator. Pertama, indikator policy
output yang terdiri dari indikator cakupan, bias, akses, dan kesesuaian program dengan kebutuhan. Kedua, indikator policy
outcomes yang terdiri dari initial outcome, intermediate outcome, dan long-term outcome. Berdasarkan pengukuran, didapat
hasil bahwa kinerja implementasi PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut terbilang rendah. PNPM Mandiri Pariwisata
gagal dalam mencapai long-term outcome yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di desa wisata. Hal ini
terjadi karena setidaknya dua faktor, yaitu disposisi implementor dan format kebijakan. Berdasarkan kedua faktor tersebut,
penulis memberikan rekomendasi kebijakan agar kebijakan PNPM Mandiri Pariwisata menjadi lebih baik di masa yang akan
datang, yaitu dengan: (1) memodifikasi kebijakan; (2) memodifikasi wujud kebijakan/program; (3) merinci metode monitoring
dan evaluasi; dan (4) merinci poin pemberian sanksi dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO).

Research paper thumbnail of SINETRON dari Kabupaten Banyuwangi: Inovasi Menerapkan HRIS Berbuah Penghargaan

Baru-baru ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) menetapkan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten te... more Baru-baru ini Badan Kepegawaian
Negara (BKN) menetapkan
Kabupaten Banyuwangi sebagai
kabupaten terbaik dalam pengelolaan kepegawaian.
Menurut Kepala Badan Kepegawaian,
Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP)
Kabupaten Banyuwangi, Drs. Sih Wahyudi,
M.M., pencapaian tersebut merupakan hasil
dari inovasi yang secara konsisten dilakukan
oleh BKPP Banyuwangi. Inovasi
pengelolaan kepegawaian yang dilakukan
oleh BKPP Banyuwangi merupakan inovasi
berbasis teknologi informasi (IT) yang terintegrasi
dalam Sistem Informasi Dokumen
Elektronik (SINETRON). SINETRON yang
dikembangkan oleh BKPP Banyuwangi
merupakan salah satu bentuk penerapan
Human Resource Information System
CHRIS).