Danel Aditia Situngkir | Stba Prayoga (original) (raw)
Uploads
Papers by Danel Aditia Situngkir
Abstrak Tulisan ini membahas isu tentang terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Semaki... more Abstrak Tulisan ini membahas isu tentang terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Semakin kompleksnya hubungan antar subjek hukum internasional membuat kebiasaan internasional tidak lagi dapat dipakai untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan yang timbul. Dalam hubungan internasional modern, keberadaan perjanjian internasional merupakan hal yang wajib. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah peran negara dalam perjanjian internasional dan bagaimana terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Kedua permasalahan ini dikaji dengan pendekatan yuridis normatif berdasarkan teori hukum, prinsip-prinsip hukum, sumber hukum internasional dan perjanjian internasional. Dari pembahasan disimpulkan bahwa peran negara dalam perjanjian internasional akan mempengaruhi tindakan negara terhadap perjanjian internasional. Terikatnya negara dalam perjanjian internasional diakibatkan oleh tindakan negara dan isi perjanjian internasional. Negara ketiga dapat terikat kepada isi perjanjian internasional apabila norma yang diatur didalamnya merupakan bagian dari jus cogens. Kata kunci: perjanjian internasional, negara, ikatan. Abstract This paper discusses the issue of the binding of the state in international agreements. The more complex the relations between international legal subjects making international customs can no longer be used to resolve the various problems that arise. In modern international relations, the existence of international treaties is mandatory. The issues discussed in this paper are the role of the state in international treaties and how the state is bound in international treaties. Both of these issues are examined with normative juridical approaches based on legal theory, legal principles, international law sources and international agreements. From the discussion it was concluded that the role of the state in international agreements will influence the actions of the state against international agreements. The binding of the state in international agreements is caused by the actions of the state and the contents of international agreements. a third country may be bound by the contents of an international treaty if the norm set forth therein is part of the jus cogens.
Abstrak Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan merupakan as... more Abstrak Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan merupakan aspek terpenting dari negara. Secara sederhana kedaulatan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan hukum nasional dalam wilayah teritorialnya. Namun dalam perkembangannya kedaulatan negara mengalami perubahan. Salah satu alasan perubahan terhadap kedaulatan negara adalah perhatian terhadap masalah hak asasi manusia dalam beberapa dekade terakhir. Sejarah kelam perang dunia pertama dan perang dunia kedua membawa konsep bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan harus dihukum dan tidak dapat dibiarkan. Maka dari itu didirikanlah Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan Statuta Roma yang memiliki kewenangan terhadap kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Pendirian Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian terpenting dalam perlindungan hak asasi manusia. Disisi lain perlindungan terhadap kedaulatan negara juga merupakan aspek terpenting dalam hubungan internasional. Maka dari itu Negara disarankan untuk menyelesaikan masalah domestik dan internasional secara damai dan melengkapi undang-undang nasional yang mengatur dengan peraturan kejahatan yang paling serius. Kata Kunci : Kedaulatan Negara, Hak Asasi Manusia, Mahkamah Pidana Internasional Abstract State is one of the most important legal subject of international law. The most important element of a country is sovereignty. Sovereignty can be defined as the ability to apply the national law throughout the territory of the country. But the paradigm of this country's sovereignty has changed over the development. One of the reason is the attention to human rights issues in recent decades. The dark history of the first and second world war deliver the ideas that crimes against humanity outstanding will be punished and should not be ignored. To overcome this problem International Criminal Court was established by the Rome Statute that has the authority to extraordinary crime that is the crime of genocide, crimes against humanity, war crimes, and crime of aggression. The establishment of The International Criminal Court is an important part of the protection of human rights. However, the protection of the sovereignty of the State is also an important aspect of the international relations. Thus thestate is advised to solve the domestic and international issues peacefully and complement national laws governing with regulation the most serious crimes.
Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wa... more Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wacana untuk menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan yang paling serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan kehadapan pengadilan. Nuremberg Tribunal, Tokyo Tribunal, International Criminal Tribunal For The Former Yugoslavia dan International Tribunal for Rwanda merupakan pengadilan internasional yang dibentuk untuk menuntut pelaku kejahatan serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Pada tahun 1998 dibentuk Statuta Roma yang mengatur tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional. Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi terhadap individu yang melakukan kejahatan-kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Sifat komplementaris berarti mahakamah tidak menggantikan yurisdiksi pidana nasional negara, mahkamah baru menerapkan yurisdiksi apabila Negara menunjukkan ketidakinginan dan ketidakmampuan untuk menyelidiki dan menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan. Sesuai prinsip pacta sunt servanda, Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksi hanya bagi negara pihak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pembahasan dalam tulisan ini adalah keterikatan Negara bukan peserta Statuta Roma terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional serta Pemberlakuan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya. Suatu perjanjian dapat mengikat suatu Negara bukan Peserta, apabila perjanjian tersebut berasal dari hukum kebiasaan internasional. Kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma adalah kejahatan internasional yang merupakan bagian dari jus cogens (perempetory norms), dimana klasifikasi jus cogens tersebut dapat dilihat dari Statuta Roma merupakan perjanjian yang bersifat universal (law making treaty) dan kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma merupakan kebiasaan internasional. Maka dengan demikian Negara bukan peserta dapat terikat terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional. Untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya, penerapan yurisdiksi Mahkamah sesuai dengan pasal 13 ayat b Statuta Roma, dimana situasi tersebut diajukan oleh Dewan Keamanan PBB dalam bertindak berdasarkan Bab VII Piagam PBB, dan dianggap mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Setelah melakukan penyelidikan Mahkamah terhadap kedua situasi di Negara bukan Peserta tersebut, Mahkamah menilai Negara tidak memiiliki keinginan dan kemampuan untuk menyelidiki dan mengadili para pelaku dengan yurisdiksi pidana nasionalnya. Maka dari itu Mahkamah dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap situasi di kedua Negara tersebut. Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian penting dari perlindungan hak asasi manusia. Namun perlindungan terhadap kedaulatan Negara juga aspek penting dalam hubungan internasional.
The dark history of the first world war and the second world war had an impact increasingly incre... more The dark history of the first world war and the second world war had an impact increasingly increasing international attention to the protection of human rights. One of the efforts made was strengthening the provisions in international law. The state as the main actor in international relations plays an important role in the establishment of norms in international law. In its development, state relations are regulated in international agreements. The most common principle in international treaties is pacta sunt servanda. In general, the pacta sunt servanda defined by the state is only bound by the agreement pursuant approval from the state. This becomes very crucial for the protection of the sovereignty of the state. In reality, however, there are few international treaties that grant rights and obligations to countries that do not participate in international treaties. Related to international criminal law enforcement, the existence of this principle keep on debated, especially since those stipulated in international criminal law are international crimes and punishment of perpetrators of such crimes. The international dimension in a crime can be seen from various aspects. Therefore this paper will discuss the principle of pacta sunt servanda in law enforcement of international criminal law. This research was normative juridical as the main approach. The principle of pacta sunt servanda should not be based of state bondage in international criminal law enforcement, the state may be bound in that by customary international law.
Abstrak Tulisan ini membahas isu tentang terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Semaki... more Abstrak Tulisan ini membahas isu tentang terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Semakin kompleksnya hubungan antar subjek hukum internasional membuat kebiasaan internasional tidak lagi dapat dipakai untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan yang timbul. Dalam hubungan internasional modern, keberadaan perjanjian internasional merupakan hal yang wajib. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah peran negara dalam perjanjian internasional dan bagaimana terikatnya negara dalam perjanjian internasional. Kedua permasalahan ini dikaji dengan pendekatan yuridis normatif berdasarkan teori hukum, prinsip-prinsip hukum, sumber hukum internasional dan perjanjian internasional. Dari pembahasan disimpulkan bahwa peran negara dalam perjanjian internasional akan mempengaruhi tindakan negara terhadap perjanjian internasional. Terikatnya negara dalam perjanjian internasional diakibatkan oleh tindakan negara dan isi perjanjian internasional. Negara ketiga dapat terikat kepada isi perjanjian internasional apabila norma yang diatur didalamnya merupakan bagian dari jus cogens. Kata kunci: perjanjian internasional, negara, ikatan. Abstract This paper discusses the issue of the binding of the state in international agreements. The more complex the relations between international legal subjects making international customs can no longer be used to resolve the various problems that arise. In modern international relations, the existence of international treaties is mandatory. The issues discussed in this paper are the role of the state in international treaties and how the state is bound in international treaties. Both of these issues are examined with normative juridical approaches based on legal theory, legal principles, international law sources and international agreements. From the discussion it was concluded that the role of the state in international agreements will influence the actions of the state against international agreements. The binding of the state in international agreements is caused by the actions of the state and the contents of international agreements. a third country may be bound by the contents of an international treaty if the norm set forth therein is part of the jus cogens.
Abstrak Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan merupakan as... more Abstrak Negara merupakan subjek paling penting dalam hukum internasional. Kedaulatan merupakan aspek terpenting dari negara. Secara sederhana kedaulatan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan hukum nasional dalam wilayah teritorialnya. Namun dalam perkembangannya kedaulatan negara mengalami perubahan. Salah satu alasan perubahan terhadap kedaulatan negara adalah perhatian terhadap masalah hak asasi manusia dalam beberapa dekade terakhir. Sejarah kelam perang dunia pertama dan perang dunia kedua membawa konsep bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan harus dihukum dan tidak dapat dibiarkan. Maka dari itu didirikanlah Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan Statuta Roma yang memiliki kewenangan terhadap kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Pendirian Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian terpenting dalam perlindungan hak asasi manusia. Disisi lain perlindungan terhadap kedaulatan negara juga merupakan aspek terpenting dalam hubungan internasional. Maka dari itu Negara disarankan untuk menyelesaikan masalah domestik dan internasional secara damai dan melengkapi undang-undang nasional yang mengatur dengan peraturan kejahatan yang paling serius. Kata Kunci : Kedaulatan Negara, Hak Asasi Manusia, Mahkamah Pidana Internasional Abstract State is one of the most important legal subject of international law. The most important element of a country is sovereignty. Sovereignty can be defined as the ability to apply the national law throughout the territory of the country. But the paradigm of this country's sovereignty has changed over the development. One of the reason is the attention to human rights issues in recent decades. The dark history of the first and second world war deliver the ideas that crimes against humanity outstanding will be punished and should not be ignored. To overcome this problem International Criminal Court was established by the Rome Statute that has the authority to extraordinary crime that is the crime of genocide, crimes against humanity, war crimes, and crime of aggression. The establishment of The International Criminal Court is an important part of the protection of human rights. However, the protection of the sovereignty of the State is also an important aspect of the international relations. Thus thestate is advised to solve the domestic and international issues peacefully and complement national laws governing with regulation the most serious crimes.
Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wa... more Perang dan konflik bersenjata dimasa lalu telah menyebabkan banyak korban. Hal ini menimbulkan wacana untuk menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan yang paling serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan kehadapan pengadilan. Nuremberg Tribunal, Tokyo Tribunal, International Criminal Tribunal For The Former Yugoslavia dan International Tribunal for Rwanda merupakan pengadilan internasional yang dibentuk untuk menuntut pelaku kejahatan serius dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Pada tahun 1998 dibentuk Statuta Roma yang mengatur tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional. Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi terhadap individu yang melakukan kejahatan-kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Sifat komplementaris berarti mahakamah tidak menggantikan yurisdiksi pidana nasional negara, mahkamah baru menerapkan yurisdiksi apabila Negara menunjukkan ketidakinginan dan ketidakmampuan untuk menyelidiki dan menuntut orang yang bertanggungjawab atas kejahatan. Sesuai prinsip pacta sunt servanda, Mahkamah dapat melaksanakan yurisdiksi hanya bagi negara pihak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pembahasan dalam tulisan ini adalah keterikatan Negara bukan peserta Statuta Roma terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional serta Pemberlakuan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya. Suatu perjanjian dapat mengikat suatu Negara bukan Peserta, apabila perjanjian tersebut berasal dari hukum kebiasaan internasional. Kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma adalah kejahatan internasional yang merupakan bagian dari jus cogens (perempetory norms), dimana klasifikasi jus cogens tersebut dapat dilihat dari Statuta Roma merupakan perjanjian yang bersifat universal (law making treaty) dan kejahatan yang diatur dalam Statuta Roma merupakan kebiasaan internasional. Maka dengan demikian Negara bukan peserta dapat terikat terhadap yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional. Untuk situasi di Darfur-Sudan dan Libya, penerapan yurisdiksi Mahkamah sesuai dengan pasal 13 ayat b Statuta Roma, dimana situasi tersebut diajukan oleh Dewan Keamanan PBB dalam bertindak berdasarkan Bab VII Piagam PBB, dan dianggap mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Setelah melakukan penyelidikan Mahkamah terhadap kedua situasi di Negara bukan Peserta tersebut, Mahkamah menilai Negara tidak memiiliki keinginan dan kemampuan untuk menyelidiki dan mengadili para pelaku dengan yurisdiksi pidana nasionalnya. Maka dari itu Mahkamah dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap situasi di kedua Negara tersebut. Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional merupakan bagian penting dari perlindungan hak asasi manusia. Namun perlindungan terhadap kedaulatan Negara juga aspek penting dalam hubungan internasional.
The dark history of the first world war and the second world war had an impact increasingly incre... more The dark history of the first world war and the second world war had an impact increasingly increasing international attention to the protection of human rights. One of the efforts made was strengthening the provisions in international law. The state as the main actor in international relations plays an important role in the establishment of norms in international law. In its development, state relations are regulated in international agreements. The most common principle in international treaties is pacta sunt servanda. In general, the pacta sunt servanda defined by the state is only bound by the agreement pursuant approval from the state. This becomes very crucial for the protection of the sovereignty of the state. In reality, however, there are few international treaties that grant rights and obligations to countries that do not participate in international treaties. Related to international criminal law enforcement, the existence of this principle keep on debated, especially since those stipulated in international criminal law are international crimes and punishment of perpetrators of such crimes. The international dimension in a crime can be seen from various aspects. Therefore this paper will discuss the principle of pacta sunt servanda in law enforcement of international criminal law. This research was normative juridical as the main approach. The principle of pacta sunt servanda should not be based of state bondage in international criminal law enforcement, the state may be bound in that by customary international law.