Penyelewengan Fakta Mengenai Femonena Falak; Keperluan Penyelidikan Tematik Ḥadīth Berkaitan Objek Selestial Di Dalam Al-Kutub Al-Sittah (original) (raw)

HERMENEUTIKA KHALED ABOU EL FADL; SEBUAH KONTRIBUSI PEMIKIRAN DALAM STUDI ISLAM Oleh: Moh. Wardi

This writing discusses Khaled Abou El Fadl's thought about hermeneutic phenomena responses to the spreading of otoritarianism in law discourses from islamic contemporary. He tried to interpret the doctrines about female moslem life in Saudi Arabia, Generally, a bias doctrines about gender stated by Islamic law experts to CRLO (Permanent Council for Scientific Research and Legal Opinions). in approaching the hermeneutic, at least, it involved three variables they are author (pengarang),text (teks), dan reader (pembaca). Interpretation method developed by Abou El Fadl is dynamic interpretation (lively interpretative) That interpreters not only understood a previous definition as al-qur'an verses given in the context of socio-histories. But, It's more than that, the interpreters had also dug text definition in latest context.

PEDOFILIA MENURUT PERSPEKTIF AL-QURAN: SATU ANALISIS TEMATIK

E-PROSIDING PERSIDANGAN ANTARABANGSA SAINS SOSIAL DAN KEMANUSIAAN (PASAK), 2019

ABSTRAK Pedofilia merupakan isu yang tidak digembar gemburkan sepertimana gemparnya isu LGBT mutakhir ini, namun ianya tetap berlaku saban hari dan tahun. Sekali gus memberi impak yang negatif terhadap kanak-kanak dan masyarakat. Isu ini telah meruntuhkan institusi kekeluargaan, kemasyarakatan dan keagamaan apabila ianya memperlihatkan kebanyakan pesalah laku pedofilia yang sering menjadi muka depan berita adalah bangsa Melayu yang beragama Islam. Persoalannya, adakah wujud perbincangan dalam konten wahyu isu-isu yang sebegini, atau mungkin ada pendekatan al-Quran dalam membicarakan wadah-wadah kontemporari melalui kaedah tertentu. Oleh itu, tujuan artikel ini adalah untuk menganalisis ayat-ayat al-Quran berkenaan isu pedofilia atau gangguan seksual terhadap kanak-kanak. Dengan menggunakan metode kualitatif, dengan mengumpulkan koleksi ayat al-Quran dan melihat pandangan mufassir berkenaan pedofilia. Artikel ini mendapati al-Quran merupakan wadah intetektual wahyu terbaik dalam membincangkan isu yang dihadapi umat Islam. Artikel ini merupakan usaha berterusan dalam mencari jalan penyelesaian terhadap isu pedofilia yang menimpa masyarakat umum.

Dimensi Eufemisme Hadis-Hadis Tentang Seksualitas Dalam Kutub Al-Tis’Ah

Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, 2021

Tidak dapat dibantah pembicaraan seputar seksualitas di tengah kehidupan masyarakat merupakan pembicaraan yang tabu. Hal demikian tidaklah mengherankan, dalam landasan normatif teologis Islam, seperti halnya berbagai Hadis juga menggunakan bahasa yang santun dan sopan ketika membicarakan hal-hal yang berkaitan seksualitas. Penelitian kualitatif berupa kajian pustaka ini bertujuan untuk mengidentifikasi dimensi eufemisme pada matan hadis-hadis seksualitas dan menelusuri penyebab terjadinya pergeseran makna pada kosa kata hadis-hadis seksualitas tersebut. Sumber data primer penelitian ini adalah hadis-hadis seksualitas dalam Kutub al-Tis'ah. Teori yang digunakan adalah teori eufemisme. Terdapata dua kesimpulan penelitian ini. Pertama, matan dalam hadis-hadis seksualitas dieufemiskan dalam bentuk kinayah, qiyas, majaz dan metonimi dalam redaksi yang berbeda-beda. Kedua, variasi kosa-kata seksualitas dalam Hadis mengalami pergeseran makna dari makna sebenarnya yang disebabkan indikator-indikator tekstualnya, situasi performa teks, dan indikatorindikator kondisionalnya. Kata kunci: Hadis-hadis seksualitas; eufemisme; kutub al-tis'ah.

HERMENEUTIKA DI DALAM STUDI AL-QURAN

Al-Quran merupakan kitab suci agama islam yang di turunkan oleh Allah swt kepada nabi muhammad saw melalui malaikat jibril as, pada bulan ramadhan yang di kenal dengan malam nuzul quran, di sini para ulama berbeda pendapat tentang jatuh hari nya pada malam nuzul Quran, ada yang mengatakan malam ke 17, malam ke 21, malam ke 24, dan malam ke 27, dan berbagai pendapat lainya yang jelas al Quran turun pada bulan ramadhan, di dalam Al-Quran sendiri terdapat 30 juz, 114 surat, tapi

KAJIAN HERMENEUTIKA DALAM KITAB Al-SUNNAH Al-NABAWIYYAH KARYA MUHAMMAD AL-GHAZALI: ANALISIS HADIS TENTANG NYANYIAN

Journal al Irfani: Ilmu al Qur'an dan Tafsir

Muhammad al-Ghazali merupakan tokoh yang cukup kontroversial dengan karyanya al-Sunnah al-Nabawiyyah baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadis, di mana ada yang memberikan apresiasi positif atas hermeneutika hadis yang ditawarkannya, namun ada juga yang menuduhnya sebagai inkar al-Sunnah. Oleh karena itu, sangat penting untuk dikaji mengenai pemikiran hermeneutika hadis Muhammad al-Ghazali, dalam hal ini difokuskan pada hadis-hadis tentang nyanyian yang masih menjadi perdebatan antara boleh tidaknya dilakukan dalam agama Islam di era kontemporer. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hermeneutika hadis Muhammad al-Ghazali mengenai hadis tentang nyanyian harus diukur dari keempat kriteria keshahihan matan hadis, yaitu: 1) matan hadis nyanyian tidak bertentangan dengan al-Qur’an Surah Luqman ayat 6; 2) matan hadis nyanyian tidak bertentangan dengan hadis shahih lainnya yang setema; 3) matan hadis nyanyian sesuai dengan fakta sejarah bahwa Rasulullah memuji suara merdu Abu Musa al-...

OTORITAS HIERARKI KUTUB AL-SITTAH DAN KEMANDEGAN KAJIAN FIKIH

Abstrak: Tulisan ini mencoba melakukan pemetaan masalah yang membuat kajian fikih stagnan sebagaimana diklaim oleh sebagian ilmuwan hukum Islam. Otoritas hierarki Kutub al-Sittah ternyata merupakan persoalan mendasar yang membatasi ulama berijtihad. Hal ini dikarenakan adanya pembatasan terhadap penggunaan kitab-kitab hadis di level tertinggi. Istilah Kutub al-Sittah semestinya diletakkan sebagai kitab fikih, yang ketika penggunaan awalnya dianggap kitab hadis. Menurut penulis, hal ini membuat Kutub al-Sittah cenderung menolak kritikan, sebab ada dimensi kesakralan di dalamnya. Karenanya perlu dilakukan kontekstualisasi terhadap pemahaman nash hadis yang dianggap untuk mengikuti perubahan sosial. Menurut penulis deduksi terhadap nilai teks nash tidak mengenyampingkan teks nash sebagai pijakan dalam pengembangan konsep maslahat. Otentisitas kajian fikih terkait dengan nilai-nilai normatif nash, namun hal tersebut tidak bisa langsung diterapkan dalam kehidupan. Abstract: The Authority of Kutub al-Sittah Hierarchy and the Stagnant of Fiqh Studies. This paper tries to map predicaments that contributed to fiqh studies that had been claimed to be stagnant at least by a few Islamic legal scholars. The authority of Kutub al-Sittah hierarchy, in fact, has become an important problem that restricted the learned scientific community or ulama to practice ijtihad. This stemmed from the limitation of the hadits books use at the highest level. The so called Kutub al-Sittah should be properly signified as fiqh book. According to the author, this makes Kutub al-Sittah seems to be resistant to criticism, due to the sacred and intrinsic dimension in it. Therefore, it is urgent that understanding the argument of Traditions which are relevant and in line with the social dynamics should be contextualized. He also maintains that legal deduction of the text of the Traditions does not necessarily overrule the principle values of the text as a foundation for the maslahat concept. In addition, the argues that the authority of the study of Islamic jurisprudence is closely related to the normative values of the text, but nonetheless such norms could not be directly applied to the real life.

DIMENSI-DIMENSI FILSAFAT DALAM AL-QUR’AN (I’ja>z al-Qur’a>n dalam Pentas Hegemoni Epistemologi Modern)

2015

Al-Qur’an merupakan mukjizat teragung yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. dan menjadi pedoman hidup umat Islam. Al-Qur’an tidak hanya memuat serangkaian hukum-hukum agama atau pedoman-pedoman praktis dalam memenuhi kebutuhan relegius dan moralitas semata, namun, juga mengandung nilai-nilai filosofis sekaligus teoritis yang membantu memberikan understanding, expalanation dan prediction. Dalam al-Qur’an ada beberapa istilah yang digunakan Allah Swt. untuk memotivasi manusia dalam meneliti dan mengkaji ciptaan-Nya, seperti kata al-naz}r (indra), al-aql (akal) dan al-qalb (hati). Ketiga kata ini, dalam dunia filsafat menjadi konsep epistemologi keilmuan yang dikenal dengan istilah ovservasi (al-naz}r), burha>ni> (al-aql) dan intuitif (al-qalb). Kata Kunci: I’ja>z, al-Qur’an, epistemologi dan falsafah.

PEMIKIRAN FILSAFAT DALAM ILMU-ILMU ISLAM

Dalam makalah ini akan membahas mengenai filsafat dalam ilmu-ilmu Islam. Filsafat dan agama merupakan dua hal berbeda, kebenaran dalam agama berasal dari Tuhan dan bersifat mutlak, sedangkan kebenaran dalam filsafat sifatnya relatif. Filsafat Islam merupakan hasil pemikiran manusia mengenai alam fisika, metafisika dan manusia yang mengaji permasalahan dalam kehidupan dengan berdasarkan pada prinsip ajaran agama Islam. Dalam Islam berkembang ilmu-ilmu sebagai hasil dari berfilsafat seperti ilmu kalam, tasawuf, dan ushul fiqih. Kata Kunci: Filsafat, Filsafat Islam, Ilmu-Ilmu Islam

HERMENEUTIKA EMILIO BETTI ANALISISNYA ATAS KISAH AṢḤĀB AL-FĪL DALAM TAFSĪR AL-MUNĪR

Tanzil: Jurnal Studi Al-Quran, 2022

This article analyzes the story of aṣḥāb al-fīl in Tafsīr Al-Munīr with Emilio Betti's hermeneutics. Meanwhile, in essence, the Al-Qur'an itself contains various kinds of miracles which contain various unseen information and of course the story of the past aṣḥāb al-fīl, cannot be represented and stated rationally sense. The research method in this article uses descriptive analysis obtained through library research, with relevant and reliable sources, such as books, journals, theses, dissertations, and so on. Before obtaining a detailed understanding of Emilio Betti's analysis of Tafsīr Al-Munīr, the author first describes the biography and theory of Emilio Betti's hermeneutics. This is so implicative, because it is able to produce a reflective reinterpretation to be applied critically and systematically. Based on Emilio Betti's hermeneutical analysis, the story of aṣḥāb al-fīl is interpreted by Wahbah Al-Zuhaili by giving nuances of methodological privilege and uniqueness in understanding the meaning contained in the Al-Qur'an. Because it requires an objective interpretation, in Emilio Betti's analysis, Al-Zuhaili quite meets the requirements of his hermeneutic theory, both looking at his linguistic phenomena, emptying himself of any interest, even penetrating the dimensions of reconstruction by including situations and conditions, in addition to both revealing and showing as an interpreter existential in search of meaning, must be aligned with the intent of the author of the text itself.