Kajian Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis Hubunganya dengan Angka Kejadian Infeksi Daerah Operasi (IDO) pada Pasien Bedah Digestif (original) (raw)
Related papers
Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, 2020
Ketidaktepatan penggunaan antibiotik banyak ditemukan di masyarakat luas. Hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya resiko buruk seperti resistensi antibiotik. Studi awal yang dilakukan pada 15 warga Kecamatan Glagah menunjukkan sebanyak 73% menggunakan antibiotik untuk penyakit non infeksi atau membelinya tanpa resep dokter. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku penggunaan antibiotik serta meneliti hubungan antara pengetahuan dan perilaku penggunaan antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survey dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner tertutup. Analisis data dilakukan dengan analisis Spearman. Penelitian dilakukan pada 96 konsumen apotek-apotek di Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Hasil yang didapat yakni mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (64%), berusia antara 18-40 tahun (75%). Pendidikan terakhir mayoritas responden adalah SMA (55%). Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga (32%). Antibiotik yang banyak digunakan oleh responden adalah amoxicillin (63%). Tingkat pengetahuan responden dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 8%, kategori cukup sebanyak 35%, dan kategori kurang sebanyak 57%. Adapun kategori perilaku baik sebanyak 22%, kategori cukup sebanyak 66%, dan kategori kurang sebanyak 12%. Hasil uji Spearman didapatkan nilai significance 0,000, nilai koefisien korelasi sebesar 0,431, dan arah korelasi positif (+). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku penggunaan antibiotik pada konsumen Apotek
2014
Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum dari anak dengan sindrom nefrotik (SN) dan infeksi yang paling sering terjadi ialah Infeksi Saluran Kemih (ISK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik dari segi pemilihan jenis, rute, kombinasi danalih terapi antibiotik, mengetahui rasionalitas terapi ISK rawat inap berdasarkan kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis (4T), serta perbedaan luaran terapi dari penggunaan antibiotik untuk terapi ISK rawat inap pasien SN pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian dilakukan secara retrospektif selama bulan Juli 2013 pada sebanyak 16 pasien dengan 22 kasus ISK. Pengambilan data berdasarkan rekam medik pasien SN pediatri dengan komplikasi ISK yang rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2012. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan adanya pemeriksaan ulang urinalisis dan mikroskopis sampel urin, hanya 16 dari 22 kas...
Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 2019
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang yang ditandai dengan adanya bakteri yang tumbuh dan berkembang biak didalam saluran kemih melebihi jumlah normal. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, ISK merupakan 10 penyakit penyebab kematian terbanyak. Penggunaan antibotik yang tidak tepat dapat menyebabkan tidak tercapainya outcome terapi dan terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih di RSUP di Klaten tahun 2017 meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis. Penelitian dengan metode non eksprimental pengambilan data secara retrospektif dan dianalisis secara deskriptif. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien dewasa 18-64 tahun, pasien rawat inap menderita infeksi saluran kemih meliputi sistitis dan pyelonephritis, menerima antibiotik dan data rekam medik lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien infeksi saluran kemih di RSUP di Klaten 2017 didapatkan sebanyak 72 pasien dengan 76 peresepan antibotik. Berdasarkan jumlah pasien dan jumlah peresepan antibiotik, hasil evaluasi menunjukkan tepat indikasi 100% dan tepat pasien 100%, sedangkan hasil evaluasi tepat obat 96,05% dan tepat dosis sebanyak 27,63%.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2019
Prevalensi penggunaan antibiotik dalam swamedikasi cukup tinggi di berbagai kalangan tak terkecuali mahasiswa. Penggunaan antibiotik dalam swamedikasi dapat meningkatkan resistensi antibiotik dan efek samping. Tingkat pengetahuan berpengaruh pada penggunaan antibiotik dalam swamedikasi yang tepat dan bijak. Penelitian bertujuan untuk menggambarkan tingkat pengetahuan mahasiswa tentang penggunaan antibiotik dalam swamedikasi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2018 di Unit Pelaksana Tahun Pertama Bersama Universitas Mataram menggunakan desain potong lintang. Sejumlah 400 sampel dipilih secara acak. Data karakteristik demografi dan tingkat pengetahuan diperoleh dari kuesioner yang sudah tervalidasi, kemudian dianalisis secara deskriptif. Dari 421 mahasiswal, 379 pernah menggunakan antibiotik yang terdiri dari 119 laki-laki dan 260 perempuan dengan rata-rata usia 17-18 tahun. Latar belakang mahasiswa sebagian besar berasal dari SMA. Hasil penelitian menunjukkan tingkat peng...
Jurnal Farmamedika (Pharmamedica Journal), 2020
Prevalensi ISPA yang cukup tinggi di Indonesia mempengaruhi pola penggunaan obat, terutama antibiotik di fasilitas kesehatan. Sekitar 30-80% pasien diresepkan antibiotik dan penggunaannya tidak rasional, Laporan Tahunan Puskesmas Beji tahun 2018 menunjukkan ISPA merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan, yaitu sekitar 30,97% kasus. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien ISPA di Puskesmas Beji dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)/Defined Daily Dose (DDD). Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan desain studi potong lintang (cross sectional). Metode pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Rekam Medis pasien yang memenuhi kriteris inklusi dan eksklusi sebanyak 104 Rekam medis. Hasil analisis bedasarkan sosiodemografi pasien ISPA terbanyak berjenis kelamin pe...
2019
The infectious disease killed 3.5 million people, mostly consisting of children, while this disease is the most important health problem in developing countries including Indonesia. Due to the high prevalence and incidence of infections caused by bacteria, from some of the antimicrobials used, antibiotics are most often prescribed to save lives. The intensity of antibiotic use is relatively higher than necessary, antibiotic toxicity, wasteful costs and not achieving clinical benefits that can cause bacterial resistance. It is said that 40-62% of antibiotics are used incorrectly, among others for diseases that are not actually needed antibiotics. Meanwhile, hospital use is 30-80% not suitable for indication. Resistance cannot be eliminated but can be prevented through the use of wise antibiotics. To ensure the use of antibiotics that need to be researched, understanding the pattern of antibiotic use and evaluating the use of antibiotic use can be controlled. This study was conducted ...
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy
Tingkat kematian akibat resistensi terhitung cukup tinggi dan hal ini disebabkan tingginya angka ketidaktepatan dalam terapi antibiotik. Penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia (AMRIN) menunjukkan 42% penggunaan antibiotik terindikasi tidak tepat pada pasien bedah. Penggunaan antibiotik secara bijak merupakan solusi atas masalah resistensi antibiotik. World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merekomendasikan penggunaan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD) untuk menilai kuantitas penggunaan antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai DDD dan Drug Utilization (DU) 90% dari antibiotik. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif yang dilakukan pada November 2016-April 2017 di Rumah Sakit Universitas Airlangga dan data dianalisis menggunakan metode DDD dan DU 90%. Sampel diambil dengan cara total sampling. Sebanyak 463 pasien menjadi sampel pada penelitian ini, dengan 381 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dan 82 pasien mendapatkan antibiotik terapi. Sefazolin merupakan antibiotik profilaksis yang memiliki DDD tertinggi yaitu 69,08/100 operasi dengan lama pemberian sebagian besar dihentikan dalam waktu kurang dari 24 jam post-operasi (82,41%). Antibiotik profilaksis yang masuk segmen DU 90% adalah sefazolin dan seftriakson. Antibiotik terapi yang memiliki DDD tertinggi adalah seftriakson dengan 52,62/100 patient-days dan antibiotik yang masuk segmen DU 90% adalah seftriakson, metronidazol, sefazolin dan meropenem.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Pendahuluan. Salah satu faktor utama yang berperan pada keberhasilan terapi pada pasien sepsis berat dan syok sepsis adalah penggunaan antibiotika empirik yang adekuat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor utama apa yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan antibiotika empirik pada pasien sepsis berat dan syok sepsis.Metode. Studi kohort retrospektif dengan subyek dari data rekam medik (RM) pasien yang telah di rawat inap di ruang ICU dan perawatan Penyakit dalam RSCM Jakarta antara bulan Januari 2011 - Juni 2012. Kriteria inklusi adalah semua data RM pasien dewasa dengan sepsis, sepsis berat dan syok sepsis yang di rawat di ruang rawat inap penyakit dalam/HCU/ICU RSCM. Kriteria eksklusi adalah data tidak lengkap dan SOFA skor >14. Analisis multivariat dilakukan untuk menilai kuat hubungan relative risk (RR) di antara masing-masing variabel determinan yang memiliki kemaknaan statistik sebagai prediktor kesesuaian dosis, jenis, kombinasi dan waktu pemb...
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy
Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa terbanyak yang memiliki prognosis yang buruk, dengan remisi total hanya dialami oleh sekitar 20% penderitanya, sedangkan sisanya akan mengalami berbagai tingkat kesulitan dan kemunduran secara klinis dan sosial. Antipsikotik merupakan terapi utama pada skizofrenia, namun pemberian terapi ini terkadang dapat menimbulkan efek samping, salah satunya adalah sindrom ekstrapiramidal yang dapat menyebabkan pasien enggan untuk minum obat secara rutin, akibatnya frekuensi kekambuhan menjadi meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan terapi antipsikotik terhadap kejadian sindrom ekstrapiramidal pada pasien skizofrenia rawat jalan di salah satu rumah sakit di wilayah Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif menggunakan data rekam medis pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalan di salah satu rumah sakit di wilayah Bantul, Yogyakarta pada periode Januari-Desember 2017. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang pasien dengan kriteria inklusi yaitu pasien skizofrenia dengan usia >15 tahun dan mendapatkan terapi antipsikotik selama minimal 4 minggu, sedangkan kriteria ekslusi yaitu pasien yang mendapatkan terapi metoklopramid dan mempunyao riwayat sindrom ekstrapiramidal sebelumnya. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Diperoleh bahwa sebagian besar pasien mendapat risperidon sebesar 27%, risperidon+klozapin 17%, dan haloperidol+klozapin 10%. Pada pasien yang memperoleh terapi antipsikotik tunggal, sebanyak 5 orang mengalami efek samping sindrom ekstrapiramidal, sedangkan pada pasien yang memperoleh terapi antipsikotik kombinasi, 7 orang mengalami efek samping sindrom ekstrapiramidal. Hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan baik itu antara penggunaan terapi antipsikotik (tunggal maupun kombinasi) (p=1,000), antara terapi antipsikotik tunggal (tipikal maupun atipikal) (p=0,467), dan antara terapi antipsikotik kombinasi (atipikal-atipikal, tipikal-tipikal, dan tipikal-atipikal) (p=0,269), dengan kejadian efek samping sindrom ekstrapiramidal.
Uji Efektivitas Pada Antiseptik Di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung
Majority, 2013
Antiseptik merupakan senyawa kimia yang dipergunakan membunuh mikroorganisme pada jaringan yang hidup. Namun, penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan efektivitas antiseptik sehingga terjadi penurunan kemampuan dalam membunuh mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas antiseptik yang dipergunakan pada Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Metode penelitian merupakan observasional laboratorik. Sampel diambil dari Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek selama bulan Desember 2012-Januari 2013. Uji efektivitas menggunakan metode uji koefisien fenol dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian memperlihatkan povidon iodin, antiseptik merk "X", alkohol jerigen, alkohol botol, dan alkohol yang dituangkan pada wadah berisi kapas yang digunakan memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan fenol dalam membunuh Staphylococcus aureus. Hal ini dilihat dengan nilai koefisien fenol 1,875 pada antiseptik merk "X" (S1, S3, S4, S5, S6), alkohol botol pada lantai 1, dan alkohol pada wadah di lantai 1. Pada antiseptik merk "X" (S2), alkohol jirigen, alkohol botol pada lantai 2, alkohol pada wadah kapas di lantai 2, dan povidon iodin tidak dapat dilakukan penghitungan dikarenakan sudah membunuh Staphylococcus aureus pada menit ke 5 yang berarti lebih efektif dibandingkan dengan fenol. Simpulan penelitian ini adalah antiseptik yang digunakan selama bulan desember 2012januari 2013 memiliki efektivitas lebih baik dibandingkan dengan standar baku fenol.