Melihat Periode Revolusi Indonesia dari Sisi yang Lain (original) (raw)

Book Review Bagi pembaca di Indonesia, istilah counterinsurgency (pemberontakan, kekacauan) hampir tidak pernah digunakan untuk menggambarkan perang kemerdekaan atau periode Revolusi pada 1945-1949. Bagi kita, peristiwa Revolusi seolah sudah jelas: ini adalah periode paling penting dalam sejarah, dimana kita mendirikan dan mempertahankan sebuah negara bangsa. Siapa kawan dan lawan juga sangat jelas. Belanda adalah musuh yang mencoba kembali berkuasa dan Indonesia adalah korban yang melawan sampai titik darah penghabisan. Jika timbul korban jiwa, keterpaksaan untuk migrasi, atau kerusakan infrastruktur, hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi perang. Petani yang harus menyerahkan hasil panennya untuk dijadikan logistic gerilyawan, atau keluarga yang tercerai berai karena perang gerilya, dianggap sebagai pengorbanan bagi negara. Narasi-narasi heroisme ini seringkali membuat kita, masyarakat Indonesia, semakin enggan untuk melihat periode Revolusi sebagai masa-masa yang dipenuhi dengan kekerasan. Kita menelan begitu saja bahwa Revolusi adalah upaya mempertahankan kemerdekaan dan cenderung abai pada kompleksitas dimensi yang muncul dalam peristiwa tersebut. Pengabaian inilah yang coba diruntuhkan oleh editor Bart Luttikhuis dan Dirk Moses dalam buku Colonial Counterinsurgency. Di sisi lain, buku ini juga mencoba menggugat pengabaian yang terjadi di Belanda sendiri, yang memandang bahwa kekerasan yang terjadi