Pengaruh Konflik Nahdlatul Wathan Terhadap Perilaku Politik Masyarakat Lombok Timur (original) (raw)

Politik Islah: Re-Negosiasi Islah, Konflik, Dan Kekuasaan Dalam Nahdlatul Wathan DI Lombok Timur

Jurnal Kawistara, 2011

This article aims to examine how islah or reconciliation was achieved by Nahdlatul Wathan’s elites. The conflict of NW in 1998 is a protracted one because the negotiation process of islah failed. Both groups did not find an appropriate point or an ideal format of islah proposal. Through long way process of negotiation, taking more than one decade, finally both group achieved an agreement of islah in May 2010. This article aims to explore the backgrounds and motivations of NW islah between both groups, as well as describe the efforts of undertaken by NW elite for conducting islah during times of conflict. This article also aims to understand what the format of islah has been achieved and how the NW maintain the continuity of islah commitment and agreement. This article is based on ethnographic research undertaken over a period of two years (2008-2010) in East Lombok, West Nusa Tenggara. The collecting and analyzing of data was done using the qualitative method; the collection of data...

POLITIK, AGAMA DAN KONTESTASI KEKUASAAN NAHDLATUL WATHAN DI ERA OTONOMI DAERAH LOMBOK, NTB

This article explores the changes on political orientation in the conflict-prone Nahdlatul Wathan organization since the onset of decentralization and regional autonomy. Regional autonomy has given rise to changes not only at structural level, but also at cultural level, and consequently is demanding a more visible role of local religious and traditional leaders in the process of democratization and development in the region. The article examines the role of Nahdlatul Wathan's figures in local and national politics since regional autonomy has been implemented. By looking at how they managed to win strategic positions in the local government elections in 2008, the article asks what factors led to their success and what media were used. The fragile internal politics in Nahdlatul Wathan are examined to assess how the influence of power can resolve internal and external conflicts currently facing the organization. The Data is based on field work using qualitative approaches including interviews, focus-group discussions and participant-observation conducted in Lombok during 2008-2010. Kata Kunci : Nahdlatul Wathan, regional autonomy, political reorientation , and religious-political figures PENDAHULUAN Penerapan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah melahirkan perubahan besar di daerah baik dalam bidang politik, demokrasi, pembangunan, dan ekonomi (Avonious, 2004: 2-3). Meskipun terdapat banyak kendala dan persoalan yang timbul dalam proses pelaksanaan otonomi daerah, namun partisipasi masyarakat di bidang-bidang tersebut semakin meningkat. Agen-agen lokal seperti tokoh agama dan tokoh adat yang dulunya mengalami marginalisasi dan diskriminasi politik oleh kelompok " penguasa " kini telah memperoleh kembali hak-hak politiknya (Haris, 2007:19-20). Picard (2005:114-116) dan Haris (2007:18-19) memandang bahwa otonomi daerah berpotensi melahirkan kelompok penguasa baru yang akan memperkuat sikap primordialisme kedaerahan. Kelompok adat dan tokoh-tokoh Ormas yang memiliki basis massa besar adalah kelompok yang sangat diuntungkan dengan otonomi daerah. Dengan modal sosial dan modal simbolik yang dimiliki oleh Ormas Islam dan kelompok adat memudahkan para tokohnya menduduki jabatan publik di pemerintahan baik pada wilayah eksekutif maupun legislatif

Pengaruh Kontestasi Politik Desa Terhadap Konflik Ahmadiyah DI Gegerung-Lombok Barat

Harmoni, 2020

Penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Gegerung-Lombok terjadi pada 2005-2006 dan 2010. Pada tahun itu kontestasi pemilihan kepala desa bakal dilaksanakan. Beberapa bulan menjelang pemilihan kepala desa, salah satu tokoh agama kerap menyampaikan ceramah yang bernada provokatif. Belakangan diketahui bahwa tokoh agama tersebut berafiliasi dengan salah satu kontestan calon kepala desa. Penelitian ini mengungkapkan bahwa konflik dan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah di Gegerung terjadi secara instrumental yang disebabkan oleh adanya kepentingan politik tokoh agama dan salah satu kandidat dalam pemilihan kepala desa setempat. Sekaligus menunjukkan bahwa konflik dan kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah tidak hanya disebabkan oleh faktor perbedaan keyakinan antara Jemaat Ahmadiyah dan warga Desa Gegerung-Lombok Barat. Bukan pula terjadi semata karena adanya fatwa MUI dan peraturan diskriminatif bupati Lombok Barat. Keduanya tidak berhubungan secara langsung sebagai pemicu konflik dan ke...

Eksistensi Pesantren Nahdlatul Wathan sebagai Agen Perubahan Sosial Keagamaan di Lombok

MANAZHIM, 2022

The province of NTB has a beautiful island which in 2017 was named a World Halal Tourism Destination. The island is known as the "island of a thousand mosques" not only because the population is predominantly Muslim, but more than that, the people of this island have high enthusiasm in establishing places of worship in the form of mosques and prayer rooms as well as Islamic educational institutions which we later know as Islamic boarding school. There are recorded more than 300 Islamic boarding schools spread across this small island until 2019. This small island is known as the island of Lombok where the existence of Islamic boarding schools as formal and non-formal educational institutions, with all its distinctive roles in the form of; first, as a center for the transmission of Islamic sciences; second, maintaining the continuity of Islamic tradition; and third, as a center for the reproduction of scholars. All of these distinctive roles are consistently carried out by ...

Strategi Komunikasi Politik Nahdlatul Wathan dalam

2022

This study aims to analyze the political communication strategies of Nahdlatul Wathan (NW) in winning the regional head election during the general election for governor of NTB in 2013 and 2018. To answer this problem, an analysis was conducted on the main research questions, namely: What kind of Political Communication Strategies does NW use. The theory used in this study is the symbolic interaction theory. Data collection was conducted through direct observation, in-depth interviews, and literature study. The results showed that the political communication strategies used by NW in achieving victory were related to its interaction with the community, especially the NW community, through the utilization of the education sector and NW Tuan Guru figures who spread their dakwah to various places by incorporating political messages in their dakwah and relying on their authority as respected religious figures in the community.

KONFLIK DALAM DINAMIKA POLITIK PERDESAAN (Studi Pada Pilkades di Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur NTB)

Gema Kampus IISIP YAPIS Biak, 2016

Penelitian ini bertujuan melakukan pengkajian terhadap konflik dalam dinamika politik pedesaan di kecamatan Sikur yang selanjutnya menawarkan kepada masyarakat atau pihak-pihak yang mempunyai kewenangan di dalam menentukan kebijakan-kebijakan tentang bagaimana mengelola konflik yang marak terjadi pada pilkades di kecamatan Sikur, dengan harapan dapat membawa manfaat pada bentuk keharmonisan hidup dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sikur dengan menggunakan pendekatan fungsional konflik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya konflik dalam pilkades di Kecamatan Sikur karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor internal dan eksternal namun yang determinan penyebab konflik tersebut adalah faktor eksternal. Adapaun terjadinya konflik yang berkelanjutan pada pilkades tersebut karena selalu adanya sifat dendam yang selalu hadi pada tiap pendukung calon, adanya kepe...

Indeks Toleransi Antarumat Beragama DI Kabupaten Lombok Timur

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Realitas toleransi sebagai fakta sosial tidak akan memadai apabila dipotret hanya dari satu sisi yang tidak mampu mengungkap makna di balik fakta, karena toleransi tidak hanya berdimensi emik, tetapi juga berdimensi etik. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan indeks toleransi antarumat beragama di Kabupaten Lombok Timur menurut perspektif fakta sosial sesuai kondisi sekarang. Penelitian ini meggunakan pendekatan kuantitatif metode survey. Pengumpulan data menggunakan teknik angket tertutup dan teknik focus group discussion (FGD). Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif dan teknik analisis domain. Indeks toleransi antarumat beragama di Kabupaten Lombok Timur secara keseluruhan termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata 3.79. Dari dimensi emik, toleransi antarumat beragama masyarakat Lombok Timur yang tinggi merupakan fakta sosial yang nyata. Perbedaan indeks toleransi antarumat beragama antara hasil survey Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaa...

TUAN GURU, POLITIK DAN KEKERASAN-RITUAL DALAM KONFLIK NAHDLATUL WATHAN DI LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

This article examines the role of tuan guru in the prolonged internal conflict in the Nahdlatul Wathan (NW) organization in Lombok. The meaning of the term 'tuan guru' is similar to that of a 'kiai' in Java, which refers to the highest title given to Muslim male experts in the field of Islamic theology and syari'ah. Tuan guru play an important role as central figures in the community. In the NW organization their importance extends into both structural and cultural aspects of society. Their involvement in the NW conflict raises many questions about their dynamic role in society because they stepped out of their normative role as religious teachers, protectors, guardians and social advisors, and into roles as actors in conflict. Specifically, this article explores the process of their involvement in the conflict; how they use their charisma and authority to legitimize their political power and interests; how they produce knowledge and ritual for violent practices; how society responds to and views tuan guru in the post-conflict setting; and patterns of social critique about tuan guru. This article is based on ethnographic research from 2008 to 2009 in East Lombok. It is based on qualitative data collection and analysis, namely participant-observation, in-depth interviews, and focus group discussions. Artikel ini menguji peran tuan guru di dalam organisasi Nahdlatul Wathan (NW), khususnya peran mereka di dalam konflik internal NW yang berkepanjangan di Lombok Nusa Tenggara Barat. Tuan guru atau kiai dalam istilah jawa adalah gelar tertinggi yang diberikan kepada orang yang ahli di bidang ilmu agama. Tuan guru memainkan peran penting sebagai tokoh sentral di masyarakat. Di NW mereka juga memiliki peran yang signifikan baik di tingkat struktural maupun kultural. Keterlibatan mereka di dalam konflik NW banyak menimbulkan pertanyaan karena mereka telah keluar dari tugas normatifnya sebagai pelindung, pengayom dan pembimbing jamaah, bukan sebaliknya sebagai aktor konflik. Maka secara khusus artikel ini bertanya, bagaimana proses keterlibatan mereka di dalam konflik NW, bagaimana mereka menggunakan otoroitas dan kharisma mereka untuk melegitimasi kekuasaan dan kepentingan politik mereka, bagaimana mereka memproduksi ilmu dan ritual untuk praktik kekerasan dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap tuan guru pasca konflik dan apa bentuk gugatan dan kritik mereka terhadap tuan guru? Artikel ini berdasarkan hasil penelitian etnografi di tahun 2008-2010 di Lombok dengan menggunakan pendekatan kualitatif di dalam pengumpulan dan analisa data. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi-partisipasi, wawancara mendalam, dan fokus diskusi kelompok.