Telaah Proses Morfofonemik Prefiks /ter-/ dalam Koran mediaindonesia.com Oktober 2023 (original) (raw)

Ketidaktepatan Penerapan Kaidah Morfofonemik Prefiks Meng- Bahasa Indonesia Pada Artikel Jurnal Ilmiah

Sang pencerah, 2022

Kaidah-kaidah morfofonemik prefiks meng-bahasa Indonesia sudah dirumuskan dengan jelas, tetapi masih sering tidak ditepati adalam penulisan artikel jurnal ilmiah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) mengungkap bentuk ketidaktepatan penerapan kaidah morfofonemik prefiks meng-dalam artikel jurnal ilmiah dan (2) mengungkap kendalakendala yang dihadapi dalam penerapan kaidah morfofonemik prefiks meng-pada artikel jurnal ilmiah. Data diambil dari delapan jurnal ilmiah yang bereputasi nasional. Data kalimat yang bergejala ketidaktepatan penerapan kaidah morfofonemik prefiks meng-bahasa Indonesia yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan pendekatatan tata bahasa struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaktepatan penerapan kaidah morfofonemik prefiks meng-bI pada artikel jurnal ilmiah terjadi pada tiga keadaan, yaitu (1) afiksasi prefiks meng-pada kata dasar yang menyerupai kata kata dasar sekunder, (2) afiksasi prefiks mengpada kata dasar yang berbentuk kata serapan dari bahasa asing, dan (3) afiksasi prefiks meng-pada kata-kata yang sudah lama diberi kekecualian. Ketiga keadaan ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (1) menyamakan kata dasar primer dengan kata dasar sekunder, dan (2) memberikan kekecualian pada kata-kata serapan dari bahasa asing, dan (3) terbawa oleh kebiasaan berbahasa yang lama.

Proses Morfofonemik Prefiks /n/ dalam Bahasa Kutai Kajian Item and Process

Abstract This paper aims to discuss morphological processes of verb forming in Kutai Language. The data in this research were analyzed by using one of modeling morphology which is called Item and Process (IP) in Morphology Generative. The data used in this paper are taken from Hatuwe’s paper. Besides, this data also obtained by using an online dictionary of Kutai Language. Method applied to find out the process of morphophonemic is descriptive qualitative method. The result of the analysis shows that the Item and Process (IP) model is appropriate to explain the morphological processes of verb forming such as an assimilation process of nasal sound /n/ as the underlying representation of prefix changed into sound /m/, /ŋ/ and /ɲ/ as the variations of morpheme /n/ which is called allomorph. Key words: Morphological Process, Kutai Language, Item and Process Model.

Proses Morfofonemik Prefiks Me-, Ber-, Ter-, dan Di- dengan Istilah Teknologi informasi dalam Tujuh Buku Teknologi Informasi

FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014

Proses morfofonemik merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan dalam proses morfologis pembentukan kata dalam bentuk afiksasi. Buku TI merupakan objek yang menyajikan proses morfofonemik dengan peristilahan TI. Istilah TI yang bergabung dengan prefiks bahasa Indonesia membentuk kata baru, memiliki arti baru, dan terjadi proses morfofonemik sehingga menarik perhatian peneliti untuk meneliti dalam tataran morfologi. Penelitian ini terfokus pada proses morfofonemik prefiks me-, ber-, ter-, dan di-dengan istilah TI sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses morfofonemik prefiks me-, ber-,ter-, dan di-dalam tujuh buku TI. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan metode, teknik, dan kiat sebagai upaya peneliti dalam mengumpulkan data. Metode yang digunakan adalah metode simak dengan teknik lanjutan teknik catat, serta sebagai cara peneliti melaksanakan, menerapkan, dan memanfaatkan teknik secara objektif, maka peneliti menggunakan kiat tertentu yaitu penggunaan garis bawah untuk membantu mengidentifikasi data berupa kata-kata yang mengalami afiksasi dan proses morfofonemik. Hasil penelitian ini menemukan empat jenis perubahan proses morfofonemik, yaitu: pengekalan fonem, perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Jenis perubahan bentuk yang diawali dengan kata yang belum diserap dan belum memiliki padanan dalam bahasa Indonesia dipertahankan bentuknya karena dengan menghilangkan bentuknya akan menyulitkan pembaca dan maknanya akan berbeda. Implikasi pembelajaran di sekolah mengenai materi imbuhan dapat diterapkan di SMA (Sekolah Menengah Atas) melalui pembelajaran menulis eksposisi. Dari kegiatan menulis paragraf eksposisi siswa diharapkan dapat mengidentifikasi kata berimbuhan serta dapat menyunting paragraf eksposisi yang ditulis teman. Penggunaan prefiks dalam proses morfofonemik dalam istilah TI yang produktif adalah prefiks me-, ditemukan sebanyak 60 penggunaan prefiks me-. Prefiks di-yang merupakan bentuk pasif, prefiks ini menempati urutan kedua setelah prefiks me-, ditemukan 55 penggunaan prefiks di-. Setelah itu, penggunaan prefiks ter-ditemukan sebanyak 14 dan yang terakhir adalah prefiks ber-ditemukan penggunaan prefiks ber-sebanyak 11. Proses morfofonemik dengan istilah TI dapat memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

PROSES MORFOFONEMIK DALAM BAHASA JEPANG

Research about process of morphophonemics in Japanese language. Research used qualitative method where data is collected, filtered and display with conclusions. Research used morphophonemics theory by Koizumi. Research was conducted as supplementary materials for Japanese language learner in conducting studies. Morphophonemics is a process order between morphology and phonology of a language. Japanese languages encountered morphophonemics.

Proses Morfofonemik dan Makna Pembentukan Kata pada Kata Berprefiks me- dalam Hikayat Si Miskin

Menurut Wijk (1985: XVIII) bahasa Melayu adalah bahasa yang dituturkan oleh penduduk Sumatera Tengah dari Pantai Timur ke Pantai Barat, jazirah (semenanjung) Malaka (Malaya) dengan dua kepulan yang terletak di sebelah selatana dan di pemukimanpemukiman Melayu di pantai Barat Kalimantan. Bahasa Melayu mengalami penyerbaran ke seluruh penjuru Indonesia sehingga memberikan dampak bagi penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu dianggap berkaitan dengan bahasa Indonesia jika dilihat dari segi historis, sosial, dan regional. Penyebarluasan bahasa Melayu menjadi cikal bakal adanya persamaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu Klasik mengalami perubahan setiap waktunya. Perkembangan tersebut telah dipetakan berdasarkan periodesasi tahun yang membagi bahasa Melayu Klasik menjadi empat periode. Kridalaksana (1991: 5) membagi empat periodesasi terebut menjadi (1) bahasa Melayu Kuna (abad ke-7 sampai abad ke-14); (2) bahasa Melayu Tengahan (abad ke-14 sampai abad ke-18); (3) bahasa Melayu Peralihan (abad ke-19); dan (5) bahasa Melayu

Morfofonemik Dalam Tulisan Artikel Karya Siswa Kelas XII SMK Multimedia Tumpang

Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

ABSTRAK: Kompetensi menulis artikel pada kelas XII jenjang SMK sesuai dengan kurikulum 2013 KI 3.47 dan KD 4.47. Penelitian ini difokuskan pada morfofonemik dalam artikel karangan siswa kelas XII SMK Multimedia Tumpang yaitu pada proses penambahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem dan pergeseran fonem. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan termasuk jenis penelitian analisis teks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa morfofonemik dalam artikel karangan siswa kelas XII SMK Multimedia Tumpang, 1). Hanya terdapat penambahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem serta tidak ditemukan pergeseran fonem. 2). Tidak semua proses afiksasi mengakibatkan perubahan , diantara proses afiksasi yang menyebabkan perubahan adalah prefiksasi /ber-/, prefiksasi /me-/ dan klofiksasi /me-kan/, /me-i/. Prefiksasi /pe-/ dan konfiksasi /pe-an/ ,prefiksasi /per-/ dan konfiksasi /per-an/, prefiksasi /ter-/ . 3). Kerancuan morfofonemik seba...

Komparasi morfofonemik prefiks bahasa Melayu Kupang dengan bahasa Indonesia

2020

Penelitian ini difokuskan pada komparasi morfofonemik prefiks dalam bahasa Melayu Kupang dengan bahasa Indonesia pada tulisan editorial Tapaleuk media massa Pos Kupang edisi bulan Agustus. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian analisis teks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu Kupang memiliki tiga jenis prefiks yaitu ba-, ta-, dan pa- . Pada prefiks ta- yang dilekatkan pada kata dasar yang dimulai dengan bunyi vokal maupun konsonan dalam bahasa Melayu Kupang dapat membentuk kata sifat dan kata kerja serta tidak mengalami perubahan atau zero (AE) sedangkan bahasa Indonesia terdapat lima jenis prefiks, yaitu me-, pe-, ber-, ter-, dan di-

KEARIFAN DALAM BAHASA SEBUAH TINJAUAN PRAGMATIS TERHADAP PROFIL KEBAHASAAN MEDIA MASSA PADA MASA PASCAORDE BARU

Abstrak " Reformasi Total " , demikianlah sebuah slogan yang dihadirkan dalam wacana publik pada masa pascaorde baru. Kecaman, keluhan, atau kemarahan itu pun hadir di berbagai media wacana, baik dalam dialog formal maupun informal. Pada masa pascaorde baru, memori yang ada pada masyarakat adalah memori tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali. Memori itu kemudian terrepresentasikan dalam wacana yang berbunyi " Reformasi yang kebablasan ". Sebuah kata, frasa, serta kalimat pada dasarnya berpotensi menampilkan makna referensial maupun kontekstual. Secara pragmatis, sebuah kata, frasa, atau kalimat memiliki kemungkinan untuk menyatakan maksud kearifan atau maksud ketidakarifan. Ketidakarifan – yang dimaksudkan dalam penelitian ini-merupakan tindakan pelanggaran terhadap etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Bagaimana mewacanakan gerakan reformasi secara arif? Perlukah memanfaatkan kosakata ketidakarifan secara produktif dalam wacana publik? Siapakah yang bertanggung jawab dalam menumbuhkembangkan kearifan masyarakat? Kearifan dalam bahasa tidak berkaitan dengan tindakan manipulatif dalam penyampaian informasi. Kearifan dalam bahasa berkaitan dengan strategi pemilihan satuan-satuan bahasa. Kearifan adalah tanggung jawab bersama. Bahasa yang arif tidak akan hadir secara menyeluruh jika pihak-pihak terkait dan segala peristiwa yang dihasilkannya tidak menuju ke kearifan. Kearifan tidak memperdebatkan tuntutan hak dan kebebasan berwacana. Abstract The Wisdom of Language A Pragmatic Study on the Profile of the Post-New Order Era Mass Media Language. " Total Reformasi! " is the slogan circulated in the public discourse of the post-New Order era. All kinds of condemnation, grievances, and anger have been raised in various discourses, from formal to informal dialogues. In such an era, people's collective memory is mostly associated with uncontrollable events, and it is eventually represented in the discourse of " the overdosed Reformasi " (Reformasi yang kebablasan). A word, phrase, and sentence basically have the potential of expressing both referential and contextual meanings. From a pragmatic point of view, a word, phrase, or sentence has a capacity to express either wise or unwise intentions. " Unwise intention " in the context of this research is defined as an act of transgressing or violating the ethics and etiquettes of a society. How can the discourse of Reformasi be constructed wisely? Is it necessary to appropriate unwise vocabulary in public discourses? Who holds the responsibility for fostering public wisdom? The wisdom of language has nothing to do whatsoever with manipulative acts in information dissemination. The wisdom of language relates to strategies of choosing certain linguistic features. Wisdom is a collective responsibility. A wise language would not be able to fully exist unless all of the related parties and resulting events make a concerted effort towards wisdom. Wisdom does not involve itself in the tug of war between the right and freedom of participating in discursive formations. soory it was not my write (I just want to download your paper) yunita

MORFOLOGI METALOGRAFI TRANSFORMASI FASA BAJA MANGAN 3401 PADA KONDISI PENDINGINAN MEDIA UDARA - ( SEMNAS REKTI 2014 )

Telah dilakukan suatu penelitian kaji ulang terhadap bahan baja hadfield yang biasa dipakai sebagai bahan dasar rel kereta api dimana dilakukan pendataan ulang kembali terhadap perubahan mikrostruktur akibat perlakuan panas pada daerah temperatur aging . Bahan dipanaskan hingga 1050°C yang diikuti dengan proses pendinginan cepat yang menyebabkan larutan padat karbida mengendap pada butir fase austenit murni. Dengan pemanasan kembali fase austenit ini, akan terjadi dispersi parsial austenit.