ORANG KUAT DAN ORANG LEMAH (original) (raw)

2023, ORANG KUAT DAN ORANG LEMAH

Dalam jemaat Roma telah terjadi perselisihan. Perselisihan yang terjadi ialah antara golongan orang kuat dan golongan orang lemah, kuat dan lemah yang dimaksud ialah dalam hal iman. Kelompok mereka yang “lemah” imannya ialah yang memiliki latar belakang Yahudi, sedangkan yang “kuat” berasal dari bangsa-bangsa lain. Orang kuat disebutkan adalah sebagai orang percaya non-Yahudi tersebut mencemooh orang Kristen Yahudi yang lebih konservatif, yang mereka anggap lemah dalam iman (Rm. 14:1) karena masalah diet dan penanggalan mereka, yang lemah menanggapi dengan menghakimi yang kuat. Maka dari itu Paulus menasihati kedua belah pihak. Bagi mereka yang imannya kuat tidaklah boleh merasa di atas mereka yang lemah dengan menghina mereka sebagai pemakan sayur dan beriman lemah. Paulus menekankan pengertian, kerendahan hati, dan pelayanan dalam hubungan antara orang kuat dan orang lemah. Tujuan penulisan skripsi ini ialah untuk menjelaskan makna dari orang kuat dan orang lemah yang terkandung dalam Roma 15:1-13, untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya perselisihan di Roma, dan untuk mengetahui dampak yang terjadi dari persilisihan. Metode yang dipakai oleh penulis ialah menggunakan metode eksegese historis kritis. Metode ini adalah salah satu metode penafsiran yang memakai makna teks secara historis (sejarah) dengan memahami teks berdasarkan konteks dan situasi kehidupan. Dari Roma 15:1-13 kita dapat melihat suatu pesanan kewajiban orang Kristen, yaitu kewajibannya terhadap negara dan masyarakat, dan lagi kewajiban orang Kristen sebagai anak yang sungguh terang, serta memberi pertolongan seperlunya kepada orang yang lemah imannya, bersifat murah hati dalam mengadili sesuatu, jangan berlawan-lawanan, tetapi dapat menanggung kelemahan orang yang lemah, dan tidak mementingkan diri sendiri, dan untuk memperdulikan yang paling lemah serta untuk merendah bagi golongan yang lemah. Karena persekutuan Kristiani adalah komunitas cinta yang mengikuti teladan Kristus. Hal ini berarti semua anggota harus menyambut dan menerima orang lain. Dan ini menjadi panggilan bagi semua orang Kristen untuk melayani sesama dengan kasih dan empati tanpa memandang perbedaan kekuatan. Maka dari itu gereja yang didalamnya jemaat yang memiliki perbedaan perlu memiliki pelayanan sosial atau diakonia dalam gerejanya baik terhadap yang kuat maupun yang lemah, jemaat harus mampu saling bertolong-tolong dalam menanggung beban, sehingga potensi yang berbeda-beda itu jika disatukan, akan menjadi kekuatan dahsyat. Sekolah Tinggi Teologi Abdi Sabda perlu menekankan bahwa studi teologi tidak boleh terpaku pada pemberitaan dan pengajaran secara teori saja namun, mencakup kepada pengenalan aksi nyata yang dapat dirasakan oleh jemaat, dan para pemimpin gereja seharusnya mendorong umat bahu membahu, saling tolong menolong, agar melalui perbedaan-perbedaan ini terciptalah keharmonisan.