Reorientasi Hukum Keluarga Islam Perspektif Para Guru Besar UIN di Indonesia (original) (raw)
Related papers
Peran Dosen Wanita Uin Alauddin Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Perspektif Hukum Islam
2016
Tulisan ini akan mendeskripsikan peran dosen wanita UIN Alauddin Makassar dalam mewujudkan keluarga sakinah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan ( field research ) dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan pandangan dosen wanita UIN Alauddin Makassar tentang keluarga sakinah dan kontribusinya dalam mewujudkan keluarga sakinah. Lokasi penelitian ini di UIN Alauddin Makassar. Sumber data diambil hasil wawancara dengan beberapa dosen wanita di UIN Alauddin Makassar. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan dalam bentuk peneliti sebagai instrumen utama, panduan wawancara, serta alat pendukung lainnya seperti kamera dan alat tulis. Teknik pengolahan data mulai pengumpulan data, reduksi data, mengatur data, dan memverifikasi data. Uji validasi data menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosen wanita UIN Alauddin Makassar memandang keluarga sakinah...
Menggagas Arah Baru Studi Hukum Islam Di Indonesia
2014
Studi hukum Islam terkesan tekstual dan normatif. Kurangnya analisis empiris merupakan kekurangan mendasar dari cara berpikir dan pendekatan dalam metode penemuan hukum Islam. Studi Ushul al-fiqh pun masih berkisar pada cara deduktif-normative yang tetap saja berfokus secara tektual. Kesulitan demikian masih dirasakan pada pembaruan metodologis yang ditawarkan oleh para pemikir hukum Islam klasik al-Ghazâli dengan metode induksi dan tujuan hukumnya maupun al-Syathibi melalui induksi tematiknya. Dalam arah baru pengembangan studi hukum Islam di Indonesia perlu dilakukan interkoneksi studi hukum Islam dan ilmu-ilmu sosial.
Nalar Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Yogyakarta: Istana Publishing, 2015
Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan yang sangat banyak, salah satunya adalah kemayoritasan umat Islam, namun ternyata tidak dengan sendirinya menjadikan negara ini ikut bersyahadat. Akan tetapi, karena jumlah umat muslim di Indonesia adalah mayoritas, maka aturan-aturan hukum yang menyangkut hajat hidup mereka juga harus diatur, seperti hukum perkawinan, pelaksanaan haji, pendistribusian zakat, pengelolaan wakaf, ekonomi Islam, dan lain sebagainya. Ini semua bisa terjadi di Indonesia karena masyarakatnya yang sangat toleran dan tentunya juga karena perjuangan kaum muslimin dalam berpolitik, sehingga pemikiran tentang hukum yang tadinya hanya berpikir pada hukum Belanda dan adat, lalu kemudian masuklah penggunaan hukum Islam di dalamnya. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang selanjutnya melahirkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (kemudian disebut KHI) menjadi bukti besar perjuangan tersebut, meskipun dengan berbagai kekurangan di dalamnya. Karena menurut perjalanannya, lahirnya KHI merupakan hasil pemikiran dan penelitian besar antara para akademisi, ulama dan birokrat muslim. Di sini pulalah kemudian muncul istilah produk fiqh Indonesia di bidang perkawinan, karena image haram talfiq yang selama ini tertanam di setiap sanubari santri muslim, mulai teriliminasi. Salah satu aturan baru yang saat itu terasa bertentangan dengan fiqh yang berkembang di Indonesia adalah, diperbolehkannya bagi istri untuk menuntut dan mengajukan cerai ke Pengadilan Agama. Bagi para ulama, istri yang meminta cerai tanpa sebab yang tegas dan jelas adalah bukti kedurhakaan dan dosa besar, akan tetapi sejalan dengan perubahan waktu, praktek tersebut menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Perubahan paradigma bahkan model berprilaku saat ini tentang hukum perkawinan Islam mungkin sesuai dengan sebuah kaidah fiqh : إن النصوص تتناهى ولكن الحوادث لا تتناهى Artinya : “Sesungguhnya dalil-dalil agama yang bersifat tekstual itu akan memiliki batas maksimal, sedangkan peristiwa hukum itu tidak akan pernah berakhir.” Kemandegan (stagnasi) dalam berpikir tentunya akan menciptakan kualitas hukum yang hanya menjadi cemoohan semua orang. Oleh karenanya, keseriusan untuk menemukan dan memformulasi kembali pemikiran fiqh tentang hukum keluarga Islam di Indonesia merupakan keniscayaan yang harus disegerakan. Salah satu fenomena yang harus ditelaah adalah status kewenangan wanita dalam perkawinan dan kewarisan yang seolah-olah terasa tidak memiliki tempat bagi kaum feminis dan bahkan prakteknya begitu “menghina” fiqh yang telah terformulasi selama ini. Begitu banyak - setelah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahkan seteleh keluarnya pula Inpres No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam - orang-orang yang tidak menerapkannya baik dari golongan masyarakat gelolongan bawah, menengah dan juga golongan atas. Pejabat negara yang seharusnya menjadi contoh utama dalam menerapkan atruan hukum, ternyata menjadi pelaku utama penafian hukum terhadap diri mereka, seperti Murdiono (Menteri Sekretaris Negara masa Soeharto) almarhum dengan kasus anak bersama Macica, Aceng Fikri (Bupati Garut 2009-2013), dan lain sebagainya. Perkawinan yang dilakukan adalah siri dan prakteknya lebih banyak tidak menggunakan wali yang telah ditetapkan oleh fiqh yang berkembang di Indonesia yakni ayah dengan jalur ke atas ataupun ke bawah. Akan tetapi wali yang ada adalah, siapapun yang dipilih oleh mereka, baik yang diangggap sebagai ustadz ataupun kiai. Belum lagi dengan case lain yang juga menarik untuk dikaji melelaui pendekatan HAM dan gender, yakni tentang implikasi penentangan kaum (madzhab) hanafiyah terhadap legetimasi kaum pria dalam menentukan pasangan hidup kaum wanita (yakni menjadi wali) jika ini diterapkan di Indonesia. untuk itu penulis mencoba untuk merangkai berbagai kata di dalam tulisan ini sehingga menjadi sebuah bacaan yang menarik tentang nalar progresif hukum keluarga Islam di Indonesia. Pada dasarrnya tulisan ini merupakan kajian personal dalam mengkonstruk pola pikir penulis ketika menjalani perkuliahan dan mulai menggarap disertasi di program doktor hukum keluarga Islam di PPs IAIN Raden Intan Lampung. Bagi penulis, tulisan-tulisan ini seperti kerja Sir Isaac Newton (1642 – 1727) ketika mencari kebenaran dengan meneliti pergerakan matahari, bulan, dan bumi. Ketika begitu asik dalam peristirahatannya di bawah pohon apel, dan tiba-tiba buahnya jatuh dan menimpanya, maka setelah itu ia menamakan peristiwa itu sebagai hukum gravitasi. Hukum gravitasi tersebut adalah bagian lain yang juga penting dalam menunjang penelitiannya selanjutnya. Dan pada kajian buku ini, penulis sesungguhnya terinspirasi oleh perilaku tegas dan lugas dari Khalifah Umar bin al-Khathab radhiyallahu 'anhu ketika menyelesaikan berbagai perkara hukum di masanya. Dalam berbagai ijtihadnya, beliau memberikan pelajaran dengan menunjukkan pentingnya menyatukan hati dan akal sehingga memunculkan ke’arifan dalam setiap kebijakannya. Tidak ada tendensi apapun di dalamnya. Semuanya murni dari hati yang paling dalam (ikhlash mengharapkan ridha Allah subhanahu wa ta'ala), karena apa yang disampaikan oleh isi hati yang paling dalam dan didasarkan atas petunjuk Allah swt akan mudah diterima oleh hati yang paling dalam juga. Imam al-Ghazali rahimahullah ta’ala pernah menjelaskan : ولا شك أنَّ الوعظ مِن المخلصين وأهل القلوب أشد تأثيراً من غيرهم فإنَّ الكلامَ إذا خرج من القلب وقع في القلب Artinya : “tidak dapat diragukan lagi bahwa keteladanan dari orang-orang yang ikhlash dan bijak, lebih mudah diresapi oleh orang lain, maka sesungguhnya ungkapan itu jika lahir dari hati maka akan tertanam di dalam hati orang yang mendengar ungkapan tersebut.” Ungkapan di atas bagi penulis sangat meresap dalam perenungan ketika penulis dalam waktu yang panjang menelaah model berpikir sebagai pendekatan alternatif nalar progresif hukum keluarga Islam di Indonesia menuju arah yang responsif dengan ruh atau jiwa bangsa Indonesia. Perasaan gundah sangat memuncak hingga harus menunggu “petunjuk” Allah dalam berbagai doa dan ibadah penulis, yakni ketika harus menjelaskan tentang konstruk berpikir al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai dasar hukum Islam beserta aplikasinya. Tapi alhamdulillah, meskipun begitu berat benturan pemikiran di dalam diri penulis, namun akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan juga. Penulis selalu berharap agar apa yang telah penulis tuangkan di dalam buku ini, merupakan petunjuk dari Allah swt. Sebagai bentuk aplikasi dari model berpikir tersebut, penulis menelaahnya melalui berbagai kasus penting dari hukum keluarga di Indonesia, dan bahkan kasus Aceng Fikri di tahun 2012 tentang praktek nikah sirinya menjadi ulasan yang sangat menarik dari penulis. Begitu juga dengan permasalahan etika berkeluarga, penulis lebih menekankan pada nilai-nilai musawah (persamaan) hak dan kewajiban antara suami dan istri, sehingga ketika menjelaskan tentang etika cemburu, dan harus ada penghukuman karena “pembangkangan” atau dalam bahasa lain “pelangggaran hak dan kewajiban”, maka penulis melihatnya tidak pada satu sisi yakni hukuman terhadap istri saja, akan tetapi bisa juga hukuman dari istri terhadap suaminya. Oleh karenanya, pemahaman yang bersifat umum harus lebih ditonjolkan dalam membaca tulisan ini. Pada akhirnya penulis berharap, bahwa buku ini dapat menjadi salah satu referensi ilmiah dalam menambah khazanah keilmuan Islam di Indonesia, khususnya bagi para pengkaji hukum Islam yang terkonsentrasi pada kajian hukum keluarga Islam di Indonesia dengan konstruksi berpikir yang progresif dan responsif dengan jiwa-raga bangsa Indonesia. Selanjutnya, semoga Allah swt selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, dan menjadikan buku ini sebagai bagian dari amal jariah (ilmu yang bermanfaat) bagi penulis dan juga bagi orangtua dan keluarga besar penulis. Tidak ada warisan yang besar dari seorang ayah kecuali ilmunya dapat bermanfaat bagi keluarga dan menjadi pendorong semangat belajar bagi anak-anak agar dapat melebihi orang tuanya. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbih. Bandar Lampung, 20 September 2013 Ahmad Rajafi
Perspektif Hukum Keluarga Islam Mensikapi Dampak Revolusi Indusri 4.0
Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia
The Industrial Revolution 4.0 has a wide range of effects on people's lives and posed a challenge for families. The goal of this research is to examine the relationship between family law and the 4.0 industrial revolution, as well as the Islamic family's reaction to the impact, the function of the family, and methods to defend the family in the face with it. This type of library study was conducted using a descriptive-qualitative technique. The study's findings indicate that the relationship between family law and the Industrial Revolution 4.0 is very close, particularly in terms of moving the wheels of the economy, and that it has a favorable impact on those who know how to use it correctly. Create a detrimental influence on people who are lulled into abusing it. The effects on the family include family emphasis centered on pursuing pleasure, a lack of parental attention, excessive use of devices, the disintegration of a full family system, and materialistic existence. ...
Genealogi Studi Hukum Islam di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Indonesia
AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, 2018
Genealogi studi hukum Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam berlangsung dinamis dan transformatif. Pembentukan genealogi tersebut tidak bisa dilepaskan dari jaringan keilmuan yang terbentuk sejak berdirinya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Jaringan keilmuan yang telah terbentuk kemudian memunculkan dua tipologi studi hukum Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yaitu kontekstualisasi mazhabi dan rekonstruksi interpretatif. Genealogi ini berjalan dalam jejaring genealogis yang cair tanpa sekat sistem atau batasan formal-struktural dengan menggunakan pendekatan keilmuan sosial. Temuan ini menunjukkan bahwa hukum Islam tumbuh menyatu dengan realitas kehidupan masyarakat yang beragam sehingga diskursus hukum Islam secara dinamis memunculkan nuansa dan perspektif baru yang secara nasab merupakan anotasi dari karya lama dan tumbuh dalam kerangka keragaman, dinamis dan perubahan.
Reorientasi Pendidikan Tinggi Hukum
Kritik terhadap hukum–tepatnya cara berhukum—mendominasi berita terutama dalam setahun terakhir. Kasus penting yang menimpa lembaga hukum, kian menjadikan arena hukum makin terpuruk. Perilaku koruptif adalah penyebab utama, yang sudah menimpa semua lembaga hukum baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Perbaikan, ya perbaikan di segala sisi menjadi agenda terpenting bagi hukum dewasa ini, khususnya di Indonesia, banyak orang yang menilai gagalnya kehidupan hukum hanya karena gagalnya sisi kehidupan hukum saja, seperti perundang-undangan. Pengamatan sampai sekarang menunjukan, dalam wacana tentang negara hukum dan supremasi hukum, perhatian masih diarahkan pada aspek perundang-undangan, contohnya dapat kita lihat banyaknya orang yang melakukan judicial review di mahkamah konstitusi. Perlu ditambahkan, pembenahan sisi perundang-undangan memang perlu, tetapi bukan satu-satunya. Dengan sekalian kesibukan membenahi sisi perundang-undangan, gerakan hukum ternyata kurang memberi hasil. Dunia dan kehidupan hukum kita masih jalan di tempat dengan segala karut-marutnya2. Perbaikan di segala sisi itu termasuk pula perbaikan di tempat dimana orang-orang yang membuat dan melaksanakan peraturan hukum itu di tempa, yakni fakultas hukum. Apabila kita berbicara mengenai instansi-instansi yang berpengaruh terhadap penegakan hukum, mungkin di benak kita selalu terbayang mengenai kejaksaan, pengadilan kepolisian dan hal lain sejenis dengan itu, jarang sekali dari kita yang menyebut fakultas hukum sebagai salah satu instantsi penting penegak hukum, padahal sejatinya fakultas hukum merupakan kawah candra dimuka, atau tempat pembentukan orang-orang yang nantinya akan mengisi pos-pos penting di dalam instansi penegak hukum. Dewasa ini, pendidikan tinggi hukum banyak di dominasi oleh pengajaran atau hafalan doctrinal. Padahal sejak awal berdirinya, pada tanggal 26 juni 1909, sekolah hukum, Opleiding voor de indlandshce rechtskundingen atau rechtschool oleh Gubernur jendral van Heutz, diharapkan mampu memperjuangkan keadilan bagi bumi putra, namun sekarang fakultas hukum lebih sering mengajarkan law in book daripada law in action.3 Pendidikan hukum saat ini terkesan memberikan pengesahan terhadap dunia kapitalisme karena mengajarkan teknis-teknis penerapan undang-undang, tanpa diberikan daya kritis untuk mengkritisi suatu produk undang-undang tersebut. Bisa saja undang-undang itu muncul karena titipan dari kaum kapitalis yang ingin melanggengkan kekuasaan kaum borjuis, karena ilmu
Hukum Keluarga Islam Indonesia Membangun Keluarga Sakinah Pendekatan Integratif dan Interkonektif
2017
Selama ini cakupan bahasan Hukum Perkawinan Islam (Fikih Munakahat) terbatas hanya membahas subjek-subjek perkawinan dan dengan pendekatan normatif (halal dan haram). Padahal keberhasilan perkawinan untuk membangun keluarga sakinah tidak cukup hanya dengan pengetahuan subjek perkawinan dan dengan pendekatan normatif. Untuk mencapai tujuan perkawinan dibutuhkan pengetahuan lain dan diperlukan juga pendekatan di luar pendekatan normatif. Bahkan dengan pendekatan di luar normatif, dimungkinkan dapat mengungkap rahasia di balik nash perkawinan. Tulisan ini mencoba menggambarkan bagaimana Ilmu Etnologi, sebagaimana digambarkan Hazairin, dapat mengungkap rahasia di balik ayat perempuan mahram sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Nisa‟ (4): 22, 23, ...
Catatan Atas Tren Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Lingkungan Peradilan Agama
Majalah Komisi Yudisial, 2024
Dalam konteks kebijakan ini, hal menarik adalah bahwa berdasarkan data dari aplikasi pendukung SIPP Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama periode 2023, dari 352.406 perkara cerai gugat yang diputus hanya 18.923 perkara yang diputus dengan pembebanan kewajiban akibat perceraian kepada pihak mantan suami (tergugat). Hal ini menunjukkan bahwa hanya 5 persen dari seluruh perkara cerai gugat yang diputus memuat pembebanan kepada mantan suami kewajiban akibat perceraian, baik berupa nafkah idah, mutah, atau nafkah lampau, dan nafkah anak. Data ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan para hakim terhadap kebijakan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama tentang Jaminan Perlindungan Hak- Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian dan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 cukup rendah. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa kebijakan maupun ketentuan SEMA tersebut tidak dijalankan secara baik?
2021
ABSTRAK Pembinaan nilai Islam dengan menggunakan sarana budaya di lingkungan masyarakat merupakan suatu hal yang penting. Setelah menyadari bahwa hakikatnya pendidikan juga tanggung jawab masyarakat karena pendidikan tidak terbatas pada jenjang pendidikan formal saja. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai ajaran Islam yang dibina oleh Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama UPI melalui amaliyah kultural, bentuk ajaran Islam dalam amaliyah kultural NU yang rutin dilakuka, proses pembinaan nilai-nilai ajaran Islam yang dibina, respon peserta terhadap amaliyah kultural yang dibinakan dan pembinaan nilai-nilai ajaran Islam di KMNU UPI yang relevan dengan kurikulum mata pelajaran PAI di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Peneliti menjadi instrument kunci. Sumber data yang digunakan yaitu anggota dan pengurus dengan rentang usia 20-40 tahun, kegiatan pembinaan, dan dokumen terkait. Teknik pengumpulan data menggu...