Dialektika Paradigmatik Ilmu dan Islam (original) (raw)

Paradigma Islam Profetik

Farabi

Penelitian ini merupakan sebuah analisis mengenai konsep moderasi beragama yang terdapat di dalam paradigma Islam yang digagas oleh Kuntowijoyo, yaitu Ilmu sosial profetik. Paradigma Islam Kuntowijoyo merupakan suatu epistemologi Islam yang digunakan sebagai metodologi pengilmuan Islam dalam memahami nas secara kontekstual dan bertujuan untuk menjadikan agama sebagai basis ilmu sosial. Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan jenis penelitian kepustakaan, yakni mengambil data dari sumber literatur seperti dokumen, buku, jurnal dan sebagainya, yang dielaborasi untuk menyusun narasi dalam sebuah penelitian. Terdapat beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, diantaranya: 1) melacak tipe pemikiran keislaman Kuntowijoyo. 2) menjelaskan konsep moderasi keberagamaan.

Dialektika Filsafat Al-Ghazali Dan Ibn Rushd

Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf

Pada abad pertengahan, filsafat diambil alih oleh para filosuf muslim. Di mana perkembangan filsafat Kristen tengah mengalami zaman kegelapannya. Di antara filosuf Muslim yang termashur di dunia Barat maupun dunia Islam yaitu al-Ghaza>li> dan Ibnu Rushd. Al-Ghaza>li> seorang pemikir besar Islam yang mengkritik sikap fasik para filosuf muslim yang bersifat parepatetik dan dianggapnya telah melampaui batas dalam berfilsafat. Akhirnya ia mengkritik keras ajaran-ajaran para filosuf tersebut. Ada kesan bahwa al-Ghaza>li> membunuh semangat intelektual dalam dunia filsafat Islam, hingga hadirlah Ibnu Rushd yang mencoba membangkitkan kembali semangat intelektual tersebut dengan mengkritisi pemikiran al-Ghaza>li>.

Islam Dan Ilmu Pengetahuan: Menghadirkan Teologi Dialektis Menghadapi Masa Depan Agama Dan Manusia

JURNAL AL-AQIDAH

This article looks at how the early development of Islamic theology loaded with political nuances is such that dialectically gave rise to many theological schools. On the other hand the development of the idea that value-free science has brought about the bankruptcy of science itself. So much so that in the next development science demands moral values in its development. This is what experts suspect that the 21st century is the century of religion. Where it is expected at that time the active role of religion can determine the next human development. The approach used is historical philosophical, which describes how the development of Islamic theological thought then analyzes and elaborates it with the objective conditions of recent science in search of solutions. In conclusion, the dialogical relationship between the various branches of science is a hard urgent demand. Cataloging theology with social sciences such as anthropology, with a phenomenological approach. It is expected t...

Dimensi Pragma-Dialektis Fatwa

AHKAM:Jurnal Ilmu Syariah, 2016

This study aimed to describe Dimension of Pragma-Dialectics Fatwa, especially in deciding the first month of Hijriah, such as Ramadhan, Syawal and Zulhijjah. The fatwa came from three Islamic religion institutions in Indonesia including Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama and Indonesian Council of Ulama. In this case, any fatwa related to the issue is assumed mutual dialogue and trying to find a way out of dissent.DOI: 10.15408/ajis.v15i2.2856

Paradigma Keilmuan Islam

Jurnal Filsafat Indonesia

The Islamic scientific paradigm discusses the Islamic perspective on science based on the source of the Qur'an which is believed to be true, recently there has been a dichotomy between religious science and general science, religious science talks about the relationship between humans and God and humans with humans in social life, and general science talks about a lot about the universe. Both are synergized with the discoveries of scientific facts through western scientists and Muslims so that they argue that science and religion are an inseparable unity, both are interconnected to provide explanations to humans about science. Art as a result of human creativity is an aesthetic beauty and gives value to a science or religion so that it becomes something of value for the sustainability of human life, both from the scientific, social, and cultural aspects of a world civilization.

Filsafat Jiwa-Dialektika Filsafat Barat dan Filsafat Islam

Pustaka Sophia, 2018

Berikutnya akan disebut al-Asfâr I. 20 Sepanjang pengetahuan penulis, Mullâ Śadrâ tidak menggunakan istilah "wâqi'iyyah" (realisme) dalam epistemologinya. Tokoh Neosadrian lah, yaitu Muhammad Husein Ţabâțabâ'î, yang secara jelas menggunakan istilah ini dalam bukunya Uśûl-e Falsafeh va Ravesy-e Realism. Hanya saja, pandangan Mullâ Śadrâ tentang adanya realitas yang identik dengan ekistensi, bahwa realitas di luar diri manusia (wujûd khârijî) bisa diketahui dari sisi tertentu melalui indera dan akal, dan bahwa kesaksian batin dengan

Islam Nusantara dan Dialektika antar Masyarakat

Artikel di Arrahim.ID, 2020

menunjukan makna romantisme Islam masa lalu, dan menjadi satu bentuk diskursus yang dibangun oleh golongan Islam Kultural. Menurut Ma'ruf Amin, diskursus Islam Nusantara setidaknya wajib memiliki tiga pilar utama, yaitu gerakan, pemikiran, dan amaliah. Tentunya, ketiga pilar ini mengarah pada kemaslahatan. (Amin, 2018, hal. 2)

Karakteristik Kajian Islam Kontemporer: Dialektika Barat dan Timur

Jurnal Khulasah: STAIS Pangeran Dharma Kusuma Indramayu, 2016

Tulisan ini ingin mengkaji perkembangan studi Islam dari masa ke masa. Isu penggunaan pendekatan normatif maupun historis dalam kajian Islam telah ramai diperbincangkan oleh para ahli, baik dari Barat maupun Timur. Namun dalam perkembangannya, studi Islam membentuk 'kubu' tersendiri dengan identitas masing-masing dalam upaya memahami ajaran Islam, baik sebagai 'pengamat' maupun sebagai 'aktor' yang memiliki unsur keberpihakan. Islam pun dipahami dengan multimakna, sebagai ajaran keagamaan dan sebagai bidang keilmuan. Hal itu hingga kini masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan, terutama menyangkut isu seputar mengkaji Islam di Barat. Dengan menggunakan pendekatan historis, tulisan ini akan membuktikan fleksibilitas kajian Islam, di mana masing-masing 'kubu' akan memiliki metode dan corak tersendiri dalam memahami ajaran Islam, baik perkembangannya di Timur dan Barat. Kajian tentang ke-Islaman akan selalu aktual untuk diperbincangkan karena sangat menarik perhatian. Hal ini tentunya tidak hanya dikalangan muslim sendiri (insider), tetapi juga kalangan nonmuslim (outsider) yang mempelajari agama Islam dari berbagai sudut pandang. Tidak mudah untuk mendefinisikan agama sebagai manusia yang masih mempelajari agama. Pandangan seseorang mengenai agama ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. Perlu upaya yang terus kontinu untuk mempelajari dan menggalinya agar keyakinan terhadap agama semakin kuat. Dan hal ini perlu didorong oleh pengetahuan dan pemahaman yang tinggi.