KOLONIALISME DAN DIKOTOMI PENDIDIKAN (original) (raw)

telah berlangsung sejak masuknya Islam ke negeri iniSelanjutnya, setelah masyarakat Islam terbentuk, maka yang menjadi perhatian utama adalah mendirikan rumah ibadah (masjid, surau, dan langgar) Karena umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan salat lima waktu sehari semalam dan sangat dianjurkan untuk berjamaah. Sejak kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia, dimulai pada tahun 1595 M. mulanya praktik pendidikan Islam di masjid, surau, langgar, dan pesantren tetap berjalan seperti biasa, namun selanjutnya sesuai dengan ketentuan pernyataan yang terdapat dalam dokumen VOC yang menyatakan: Bahwa VOC ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu berperang, serta harus memperhatikan penyebaran agama Islam dengan mendirikan sekolah. Merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda dalam memuluskan rencananya serta menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati undang-undang dan hukum negara yang dibuat oleh Belandaselanjutnya pendidikan agama Islam baik yang dilaksanakan di mushala, masjid, pesantren dan madrasah dianggap tidak ada gunanya, karena sama sekali tidak membantu pemerintah Belanda, serta tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemajuan pembangunan, Hingga pada akhirnya kebijakan pemerintah kolonial Belanda melahirkan dikotomi terhadap pendidikan Islam dan pendidikan umum 1. Oleh sebab itu, untuk menelusuri terkait dengan kolonialisme dan dikotomi pendidikan di Indonesia, tulisan ini mencoba memaparkan kebijakan kependidikan Belanda dan hubungannya dengan lahirnya dikotomi pendidikan, analisis aspekaspek pendidikan dikotomis: filsafat ilmu; kurikulum; kelembagaan; pendanaan; dan lulusan, serta akan mengedepankan akibat yang ditimbulkan dikotomi pendidikan.