(THI 300801) Introduction to International Relations Theory (original) (raw)

Teori Dasar Hubungan Internasional

Annisa Salsabila Lubis, 2024

Teori realisme mempelajari perilaku manusia dalam membentuk hubungan antar negara dan manusia dilahirkan berdasarkan naluri alamiah yang jahat, egois, serakah, berkompetisi sesama untuk bertahan hidup dan akan berjuang melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang di inginkan. Adapun dasar dari teori realisme yaitu perang peloponesia pada abad ke 5 SM yang terjadi karena terjadinya dilema di kota-kota Spartan yang melihat kekuatan kota-kota di Athena yang kemudian menciptakan dilema keaman. Sparta merasa terancam oleh kekuatan

Mengenal Ilmu Hubungan Internasional

Hubungan Internasional (HI) merupakan ilmu yang tergolong baru ditengah ilmu sosial lainnya. Kehadiran HI saat ini, bukan saja dapat dilihat dari konsep-konsep ilmu namun dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Wujud kehadiran HI dalam kehidupan sehari-hari dapat dirasakan antara lain dengan adanya produk yang kita gunakan sehari-hari lewat perdaganan antar Negara, komunikasi antar Negara yang didukung kemajuan teknologi sekaligus media sosial seperti facebook, bekerja di perusahaan internasional baik di dalam atau luar negeri, preferensi politik dalam pemilihan umum, hingga terjadinya perang. Lahir pada tahun 1919, HI dianggap semakin penting karena semakin 'samar' nya batasan antara hubungan yang sifatnya local atau domestic dengan hubungan lintas Negara atau global. HI sebenanya lahir ketika manusia yang menjadi tokoh awal lahirnya HI merasa 'lelah' dengan perang. Alasan utama lahirnya HI adalah karena realitas perang yang dihadapi oleh tokoh-tokoh HI pada saat itu dan kebutuhan untuk damai. Walau diperkenalkan setelah Perang Dunia I (PDI), konsepsi tentang HI sejatinya telah banyak diperbincangkan sejak zaman Yunani Kuno. Terdapat banyak Isu Internasional -Domestik mengenai HI, antara lain pembahasan soal perdagangan dan pergerakan modal, pengeluaran soal pertahanan, terorisme dan kejahatan politik, bencana alam, global warming dan sebagainya. Dengan bersepakat untuk turut serta ditengah HI, sebuah Negara dianggap 'menyerahkan sebagian kedaulatan' demi kedamaian. (Robert Jackson, 2005:99) 1 Disusun untuk memenuhi Tugas I semester I, Matakuliah International Relation. Perkuliahan Pascasarjana Departemen Diplomasi Pertahanan, Fakultas Strategi Pertahanan -Universitas Pertahanan Indonesia.

UAS Teori Hubungan Internasional

  1. Menurunnya kepercayaan negara-negara terhadap Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dan terciptanya efek domino dimana negara menyatakan keluar dari ICC: Menggunakan pandangan Critical Theory Kita akan kembali lagi diingatkan akan situasi dimana Timur ingin lepas dari pengaruh Barat termasuk dalam hal hukum pidana internasional. Mahkamah Pidana Internasional atau ICC yang terbentuk dari Statuta Roma, mengatur segala proses pengadilan dari investigasi sampai putusan dan vonis negara-negara yang dituntut akibat tindak kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Sebuah negara anggota diharapakan melakukan kerjasama akan aktivitas investigasi atau penegakan hukum ala Statuta Roma yang didukung oleh undang-undang domestik (Cryer, 2010 p.85). Negara yang telah meratifikasi statuta tersebut dengan kata lain telah ternaung di bawah payung hukum internasional oleh ICC. Namun ketentutan yurisdiksi mahkamah ini juga tergantung dari kegagalan negara tersebut menegakkan hukum di wilayahnya (Cryer, 2010 p.75). ICC termasuk hal yang baru dan kontemporer mengingat kemunculannya yang jauh lebih muda dibanding PBB, kehadiran mahkamah ini masih memerlukan banyak koreksi dan evaluasi dari segi efektivitas, prinsip dasar, relevansi, kestabilan dan dominasi yang membuatnya berjalan. Maka disitulah pandangan Teori Kritis memiliki kekuatan untuk menjelaskan. Mahkamah ini akan menegakkan hukum ditengah hubungan antar negara yang anarki, pasti akan menemukan bias dalam hal compliance peraturan negara-negara besar. Segala pertanyaan " mengapa harus… " akan tertuju pada hakikat berdirinya ICC. Robert Cox dan pakar teori kritis mencari pengetahuan/jawaban untuk tujuan yang lebih luas: untuk membebaskan kemanusiaan dari struktur politik dunia yang menindas dan dikontrol oleh kekuatan hegemoni (Jackson & Sørensen, 2013 p.409). Hukum yang dilambangkan oleh dewi keadilan yang tertutup matanya semakin menggambarkan objektifitas yang jelas dan seadil mungkin. Yang diharapkan dari ICC adalah bukan sekedar investigasi dan proses hukum atas pelanggaran perjanjian melainkan ilmu yang mendasari adanya peraturan ditengah masyarakat anarki dan kebijaksanaan dalam implementasinya.

Prolog: Menyoal Teori dalam Ilmu Hubungan Internasional

Metodologi Ilmu Hubungan Internasional: Perdebatan Paradigmatik dan Pendekatan Alternatif, 2014

Pendahuluan Merujuk karya Imre Lakatos “Falsification and the Methodology of Scientific Research Programmes”, ada tiga landasan epistemologi yang dijadikan pijakan oleh Mohtar Mas’oed ketika membuat buku pegangan Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, yaitu “Apa yang kita ketahui?” (yang disimpan dalam bentuk teori); “Bagaimana kita tahu itu?” (pembahasan tentang metodologi); dan “Dengan cara apa kita tahu itu?” (teknik atau metode). Meski tulisan ini tidak hendak mengulas landasan Epistemologi Lakatosian secara keseluruhan, namun landasan yang pertama yaitu “Apa yang kita ketahui?” (yang disimpan dalam bentuk teori), akan dibahas secara rinci pada bagian pra isu metodologi buku ini. Sebelum masuk kepada isu yang menjadi bahasan utama buku ini yaitu metodologi, penulis ingin menyegarkan para akademisi HI untuk mengingat kembali perjalanan pengembangan teori dalam ilmu HI. Untuk mempermudah pemahaman, penulis akan membagi sistematika tulisan ini menjadi lima bagian yang saling terkait: 1. Mengenal Teori; 2. Mendebat Teori: Masalah Asumsi Dasar; 3. Mendebat Teori: Observasi Fenomena; 4. Mendebat Teori: Evaluasi Pentingnya Teori; 5. Mendebat Teori: Kemampuan Prediksi.

International Relations Concepts

Disiplin Ilmu Hubungan Internasional merupakan salah satu disiplin ilmu sosial yang cukup muda usianya dibandingkan dengan disiplin ilmu-ilmu lain. Disiplin Ilmu Hubungan Internasional juga menyangkut studi ilmu lain seperti ilmu politik, hukum, sosiologi, ekonomi dan filsafat karena dalam Hubungan Internasional, diharapkan penempuh studi ini mampu melakukan interaksi dengan negara lain yang melewati batas negara serta mampu memberi pengaruh terhadap negara sendiri maupun negara lain dengan adanya interaksi melalui segi politik, hukum, sosiologi maupun ekonomi. Pada awal kemunculannya hingga akhir abad ke 19, studi Hubungan Internasional hanya memfokuskan pada negara sebagai aktor utama dan mengesampingkan aktor non negara dalam studi ini. Namun, pada perkembangannya, studi Hubungan Internasional mulai memperhatikan persoalan-persoalan diluar peperangan dan perdamaian, studi HI mulai memiliki perspektif lain yang lebih memperhatikan isu-isu global mengenai ekonomi, kemiskinan, hak asasi manusia serta ketimpangan dalam hubungan-hubungan antar negara hingga globalisasi yang mempengaruhi hampir seluruh negara di dunia. Pengakuan akan pentingnya aktor-aktor diluar negara (non-state actors) pertama kali dikenalkan oleh Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi yang menekankan bahwa disiplin HI dalam perkembangannya tidak hanya mendasarkan pada negara sebagai aktor utama meskipun peran negara tetap kuat dalam disiplin HI karena adanya pengaruh kedaulatan negara, namun peran non-state actors seperti perusahaan transnasional, non-governmental organization, societies bahkan individu juga turut berperan aktif dalam hubungan antar negara. Hal ini didasarkan pada refleksi bahwa yang menentukan suatu keputusan dalam negara bukan negara itu sendiri melainkan individu yang ada didalamnya. While states, international organization, and transnational organizations and movements are viewed as the primary actors in politics, such entities are made up of flesh-and-blood human beings. " States " do not make decisions to go to war;people in the governments or societies do. " States " do not decide to provide famine relief to parts of Africa; people in their governments or societies do.

Level Analisis Sistem dan Teori Hubungan Internasional

Jurnal Transnasional, 2013

This paper describes the application of the system-level analysis and international relations theories in the case of Arms Trade Treaty (ATT) voting in the General Assembly, United Nations, in 2 April 2013. System-level analysis is part of the three levels of analysis commonly used in International Relations (IR). This paper suggests that the choice of a specific level of analysis interlinks with the theory preference. In the case of system-level analysis, all of the theories applied in analysing the ATT voting assume the nature of the international system (international anarchy) affects states behavior. In regard to the case of ATT voting, there are four research questions raised in this paper. Firstly, what did the various results of the ATT voting mean? Second, why did Indonesia choose for abstention in the voting? Third, why did North Korea, Iran and Syria decide to vote against ATT? And lastly, what will the future of arms trade regime hold under the ATT? Keywords: International Relations Theory, Level Analysis, International System, Arms Trade Treaty.

Teori Hubungan Internasional,

Secara garis besar teori-teori foreign policy dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis "positivis" dan "pasca-positivis". Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan material.