Nikah dengan Lafaz Hibah (Studi Komparatif Antara Jumhur Ulama dan Imam Abu Hanifah) (original) (raw)
Related papers
Pandangan Mazhab Syafi’I Dan Mazhab Maliki Tentang Hirfah Sebagai Unsur Kafā’Ah Dalam Pernikahan
2017
Skripsi ini berjudul “PANDANGAN MAZHAB SYAFI‟I DAN MAZHAB MALIKI TENTANG HIRFAH SEBAGAI UNSUR KAFĀ‟AH DALAM PERNIKAHAN ditulis berdasarkan pendapat mazhab Syafi‟i dan mazhab Maliki, menarik jika suatu kajian mengenai kafa‟ah diteliti secara komparatif antara dua madzhab yang berbeda. Karena berdasarkan asumsi penulis bahwa perubahan masa dari ulama-ulama madzhab memutuskan suatu hukum sampai dengan masa sekarang tentu akan menimbulkan perubahan eksistensi suatu hukum. MazhabSyafi‟i berpendapat bahwa hirfah menjadi ukuran kafā‟ah dalam pernikahan dan madzhabini mempunyai pemikiran yang berbeda menegaskan bahwa seseorang yang berprofesi rendah tidak sederajat dengan seseorang yang prfrofesinya tinggi. Sedangkan menurut Mazhab Maliki berpendapat hirfah tidak menjadi ukuran kafā‟ah karena kesetaraan seseorang tidak di lihat dari profesinya melainkan dari agamanya (ketaqwaan). Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menela...
Lamaran (Khithbah) Dalam Pernikahan Perspektif Pendidikan Islam
Al-Hukmi : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Keluarga Islam
The values of Islamic education are the development of the human mind and the arrangement of behavior and emotions based on Islamic teachings. Thus, Islamic education's values will provide humans with happiness, welfare and human safety both in this world and in the afterlife. According to the Islam viewpoint, everyone must prepare themselves as well as possible to build a relationship based on love and noble values. Physical, mental, and economic preparedness is required; in this situation, in terms of the educational features inherent in Islamic teachings, the objective is to build a secure, pleasant, and tranquil home environment.
2019
Penelitian Ini ditulis berdasarkan latar belakang pendapat ulama, bahwa menurut jumhur ulama suami yang tunawicara dibolehkan untuk melakukan li’an jika bisa dipahami maksudnya. Namun berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak membolehkan li’an bagi suami yang tunawicara. Dalam penulisan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan mengambil sumber data yang berasal dari kitab-kitab atau sumber lain yang berkenaan dengan pembahasan pada penelitian ini. Sedangkan dalam tehnik analisis data menggunakan metode deskriptif analitis dan metode conten analisis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwasanya menurut Imam Abu Hanifah tidak ada li’an bagi suami yang tunawicara. Ini sesuai dengan yang tertulis di dalam salah satu kitabnya yaitu Badā’i al-Shanāi’ dan al-Mabasūth. Imam Abu Hanifah mengatakan syarat-syarat li’an salah satunya adalah harus bisa berbicara. Karena ketika seseorang yang berli’an itu tunawicara (bisu) maka tidak ada li’an dan tidak a...
Corak Pemikiran Imam Abu Hanifah Dan Relevansinya Dengan Hukum Nikah Tanpa Wali
ADHKI: Journal of Islamic Family Law, 2022
Ro’yu atau nalar dalam proses ijtihad hukum Islam adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Abu hanifah atau madzhab Hanafi yang termasuk mazhab paling senior dalam pemikiran ijtihad ahlussunnah wal jama’ah adalah dikenal sebagai golongan yang sering menggunakan nalar atau ro’yu dalam berijtihad. Diantara ijtihad yang dihasilnya oleh madzhab Hanafi dalam bidang hukum keluarga Islam adalah bolehnya menikah wali bagi si wanita. Fenomena ini ternyata tidak terlepas dari pengaruh sosio kultur yang dialami oleh Abu hanifah dan pengikutnya. Sehingga hal ini juga memiliki pengaruh sigifikan pada diskursus pemikiran hukum keluarga, Tujuan penelitian ini hendak mencari informasi terkait corak pemikiran ijtihad Abu hanifah dan madzhab Hanafi terkait bidang hukum keluarga Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan yang memfokuskan pada objek kajian pada buku-buku dan literature yang ada. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-anal...
Kafa'ah Dalam Pernikahan Perspektif Hadis Nabi
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam
embangun keharmonisan rumah tangga merupakan hal yang tidakmudah, karena pernikahan itu menyatukan dua jiwa yang berbeda sifat, watak,pemikiran, adat, budaya, latar belakang. Oleh karena itu sebelum menikahseseorang dianjurkan untuk memilih pasangannya yang sefaham, sepemikiran,setingkat, sederajat. Meskipun bukan suatu syarat sah ataupun syarat wajib, tetapisesuatu yang Sunnah dan lebih baik karena hal ini sangat berpengaruh untukmenyamakan presepsi dan menghindarkan cela. Perbedaan-perbedaan yangmengiringi dalam bahtera rumah tangga menyebabkan benih perselisihan yangmenjadikan keharmonisan rumah tangga terganggu. Keseimbangan, keharmonisandan keserasian diutamakan dalam hal agama yaitu akhlak dan ibadah. Banyakhadis yang mendorong kita mencari keserasian sebelum menikah, setelah ditelusuihadis tentang kafa’ah itu sanadnya sambung-menyambung akan tetapi ada salahsatu rawi yang terkena Jarh, akan tetapi dapat dipakai dengan dukungan riwayatyang lain. Kafa’ah ini sangat penting dala...
2015
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa suami istri boleh berkumpul kembali setelah terjadinya proses li’an. Sedangkan para ulama` lain, termasuk para imam madzhab lain berpendapat bahwa suami istri tidak dapat berkumpul kembali untuk selama-lamanya. Pendapat Imam Abu Hanifah tersebut dapat ditemukan dalam salah satu kitab dari pengikut madzhab hanafiyah, yakni Badāi’ al-Shanāi’ karya ‘Alauddīn Abī Bakri bin Mas’ūd al-Kāsānī. Kajian ini meliputi tentang pendapat beliau dan istinbath hukumnya. Pengkajian terhadap istinbath hukum dilakukan karena dalam artikel-artikel yang membahas pemikiran Imam Abu Hanifah tidak diketemukan bagaimana istinbath hukum yang dilakukan oleh Imam Abu Hanifah. Oleh sebab itulah, dalam penelitian ini akan dicoba untuk melakukan pembacaan terhadap metode istinbath beliau dalam merumuskan pendapatnya tentang li’an. Untuk merealisasikan pengkajian tersebut, maka dalam penelitian ini diajukan dua rumusan masalah, yak...
Analisis Pendapat Mazhab Hanafi Tentang Hukum Pernikahan Orang Yang Ihram
2014
Penelitian yang berjudul :”Analisis Pendapat Mazhab Hanafi Tentang Pernikahan Orang Yang Sedang Ihram)” ini ditulis berdasarkan latar belakang adanya suatu pendapat yang mengatakan bahwa pernikahan yang dilakukan orang yang sedang ihram adalah sah. Menurut Jumhur ulama seperti Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad , adalah haram hukumnya untuk melakukan pernikahan pada waktu ihram, mereka berpendapat bahwa orang yang sedang berihram tidak boleh melakukan akad nikah. Apabila seseorang melakukannya maka nikahnya dianggap batal ( tidak sah). Jumhur Ulama berpendapat demikian berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman r.a. dimana disebutkan bahwa orang yang sedang ihram itu tidak dibolehkan untuk menikah dan menikahkan. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi berbeda dengan pendapat Jumhur ulama, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa pernikahan yang dilakukan orang yang sedang ihram laki-laki atau perempuan dianggap sah, pernikahan yang dimaksud disini adalah akad (ijab qabul) bukan Jima’, mereka berp...
Kedudukan dan Standarisasi Kafaah dalam Pernikahan Perspektif Ulama Madzhab Empat
Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam, 2021
Pernikahan sebuah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, karena hal itu merupakan kebutuhan biologis dan psikologis yang tidak bisa berasal dari kehidupan manusia. Pernikahan merupakan runtutan dari hasrat seksualitas yang dimiliki manusia. Namun, terlepas dari terlepasnya berbagai alasan tersebut, Islam mempertimbangkan adanya kecocokan dan kesesuaian antara kedua insan yang akan menjalani kehidupan keluarga. Dalam bahasa fiqhnya kecocokan itu disebut dengan kafaah. Karena alasan tidak kafaah banyak pasangan gagal mengarungi bahtera rumah tangga. Setiap orang yang mempunyai persepsi berbeda-beda tengan kriteria-kriteria yang ditetapkan kafaah. Maka penting untuk dipaparkan dalam artikel pandangan-pandangan ulama madzhab empat tentang standarisasi kafaah dan kedudukannya dalam pernikahan.
Kodifikasia, 2019
Tulisan ini merupakan kajian pustaka yang mengkaji fatwa pelarangan mahar hafalan al-Qur’an. Sebagai alat analisis teori al-urf sangat tepat digunakan untuk memadukan kesenjangan tradisi yang berkembang dengan fatwa pelarangan tradisi tersebut. Tulisan ini mengkritisi fatwa tersebut dan menyimpukan; Pertama, fatwa mengedepankan aspek teoritis dan kurang memperhatikan aspek praktis yang tengah terjadi pada masyarakat. Kedua, metodelogi istinbat dalam berfatwa yang dilakukan adalah mengutamakan dalil-dalil muttafaq serta menomerduakan dalil-dalil mukhtalaf, sedangkan al-urf terkategori pada mukhtalaf sehingga kurang diperhatikan. Ketiga, Penulisan teks fatwa yang ada dianggap sangat singkat dan memerlukan kajian lebih lanjut agar memperoleh pemahaman dari maksud dari fatwa tersebut, sehingga menimbulkan kegamangan dan berpotensi menimbulkan silang pendapat. Keempat, prinsip fatwa yang digulirkan adalah berlepas dari mazhab tertentu, hal ini dianggap tidak sejalan dengan apa yang direk...