PROFESIONALISME PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING (original) (raw)

KREDENSIALISASI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

Jurnal Evaluasi program bk, 2024

Bimbingan dan konseling tidak akan lepas dari proses perkembangan manusia yang berlandaskan kepada hakikat manusia itu sendiri. Bimbingan konseling banyak mengandung isu filosofis, yang tidak akan pernah berubah tergerus oleh zaman, melainkan cara pandang terhadap isu itu yang berubah serta pola pikir manusia. Seorang konselor harus berpegang teguh pada filosofi yang jelas namun dia tetap harus menghindarkan diri dari paham sebuah perasaan yang memandang dapat menyelesaikan segalanya. Didalam standarisasi profesi bimbingan dan konseling terdapat 4 poin penting diantaranya adalah 1. epistemonolgi 2. etik profesi 3. sertifikasi dan akreditasi 4. kredensialisasi. Kredensialisasi berkenaan dengan proses pemberian kepercayaan kepada konselor professional untuk menyelenggarakan layanan baik mandiri maupun dengan lembaga yang ada dalam masyarakat. Pemberian kredensial ini sebagai bentuk kepercayaan yang dinyatakan dalam sebuah lisesnsi.

PENGEMBANGAN PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

a. Perkembangan profesi konseling oleh Donald H.Blocher dalam bukunya The Profesional Counselor: Profesi konseling telah memiliki legalitas dari perjalanannya yang panjang. Profesi konseling juga harus mengikuti tuntutan zaman yang masyarakatnya semakin maju. Bimbingan konseling di sekolah di awali adanya revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut. Tujuan program bimbingan disini untuk membantu para siswa agar mampu: (1) mengembangkan karakternya yang baik yaitu memiliki nilai moral, ambisi, bekerja keras, kejujuran dalam rangka merencanakan, mempersiapkan dan memasuki dunia kerja/bisnis; (2) mencegah dirinya dari perilaku bermasalah; dan (3) menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum /mata pelajaran. Berikut sejarah perkembangannya:

KONSEP PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) KONSELOR

Abstrak Kode etik profesional adalah landasan moral dan pedoman perilaku profesional yang dijunjung tinggi, diterapkan, dan dijamin oleh setiap anggota organisasi profesional bimbingan dan konseling Indonesia, termasuk Guru Bimbingan dan Konseling SMP / MTs di Kudus Kabupaten. Hasil survei tentang implementasi kode etik profesi terhadap Guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah di Kabupaten Kudus menunjukkan bahwa skor dan kategori adalah sebagai berikut: Pendahuluan 85% (Sangat Tinggi); Kualifikasi, Kompetensi, dan Aktivitas 84% (Sangat Tinggi); Implementasi Layanan 78% (Tinggi); Pelanggaran dan Sanksi 33% (Sangat Rendah); dan Total skor rata-rata adalah 74,22% (Tinggi). Kode Etika Profesional Penasihat di Sekolah Menengah Pertama (MTs / SMP) di Kabupaten Kudus telah dilaksanakan dengan baik oleh guru yang berarti bahwa guru Bimbingan dan Konseling di sekolah telah menerapkan dan mematuhi Kode Etika Profesional. A. PENDAHULUAN Orang yang awam masih mempunyai anggapan bahw a Bimbingan Konseling identitik dengan Polisi Sekolah atau mengurusi anak nakal saja. Padahal sebenarnya bimbingan konseling adalah sahabat siswa, pembela siswa. Anggapan ini yang kemudian muncul di benak para orang tua, terutama orang tua yang tidak mempunyai latar belakang pendidik (guru) bahwa profesi bimbingan konseling adalah profesi yang tidak mempunyai masa depan. Semakin tidak popular profesi bimbingan dan konseling dimata masyarakat disebebkan citra buruk terhadap profesi bimbingan dan konseling.

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil Uji Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling (BK) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang rata-rata di bawah standar (Data LPMP 2012), dan hasil observasi awal peneliti menunjukkan bahwa mereka belum profesional dalam menyelenggarakan program BK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi profesional guru BK. Alat pengumpul data: observasi, wawancara, inventory dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan: (1) sebagian besar guru BK memiliki kompetensi profesional; (2) sebagian besar guru BK telah melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kompetensi profesional, namun masih belum ada yang melanjutkan pendidikan (S2 BK) dan belum ada yang melakukan penelitian dalam BK;(3) sebagian besar guru BK telah menyelenggarakan kegiatanBK mulai darimerancang, melaksanakan, mengevaluasi dan sebagian kecil menguasai penggunaan alat tes/instrumen dalam BK.Rekomendasi penelitian ini disampaikan kepada guru BK, kepala sekolah, pengurus MGBK-SMK, peneliti selanjutnya, dan pemerintah. Kata kunci: kompetensi professional guru BK

PENDETA: PROFESI YANG MENUNTUT KETERPANGGILAN DAN PROFESIONALISME

Pambelum: Jurnal Teologi Vol. 3 No.2 November 2011, 2011

Pendeta adalah sebuah profesi yang menuntut keterpanggilan. Unsur “calling” atau panggilan inilah yang menjadi pembeda utama profesi pendeta dengan profesi lainnya. Tanpa keterpanggilan, bisa dipastikan yang kemudian terjadi adalah krisis kredibilitas. Pendeta juga merupakan profesi yang menuntut profesionalisme. Profesionalisme itu antara lain ditunjukkan melalui komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang dihadapi. Dua hal ini yang hendak dikemukakan dalam tulisan ini sebagai keutamaan dalam etika profesi kependetaan yang sepatutnya dijunjung oleh setiap insan yang menggeluti dunia pelayanan kependetaan.

PROFESI TENAGA BIMBINGAN DAN KONSELING YANG BERMARTABAT

Consultancy and counselling services are helps provided to individuals in order that they become personalities with insight, view, skill that they are valuable in the societies. The Indonesian Government Regulation Nomor 20/ 2003 on the National Education System correctly states that councellors are educators, which means that those with the profession should produce work with high quality that they could develop students' potentialities to reach success, both formally and socially. The works of a councellor depends on their qualification and competences that they gain from credible institutions. A councellor should be licensed and certified to indicate that he (she) has completed his (her) professional study and has been tested according to certain criteria given by a representative professional organisation or agency. This should be also supported with (1) dignity service, (2) tasked jobs, (3) healthy environment. These three can guarantee the maintenance of the professions.

PROFESIONALISME DALAM BEKERJA

NASRUDIN, 2020

Kompetensi profesional sangat diperlukan dalam melaksanakan suatu pekerjaan profesi. Hal itu akan membantu para profesional dalam melaksanakan perkerjaan, sehingga menghasilkan hasil kerja menjadi optimal. Karena ciri profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil, memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja, memerlukan integritas tinggi, adanya kebulatan fikiran dan perbuatan. Komponen-komponen yang sangat diperlukan dalam menjalankan kompetensi profesional, antara lain kompetensi individu yang meliputi inisiatif, dipercaya, motivasi, dan kreatif; kompetensi sosial yang meliputi berkomunikasi, kerja kelompok dan kerjasama; kompetensi metodik yang meliputi mengumpulkan dan menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, dan bekerja secara sistematis; kompetensi spesialis yang meliputi keterampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah.Kata kunci: Profesi, profesional, kompeten

PENGEMBANGAN PROFESI BIMBINGAN KONSELING SERTA URGENSINYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN

2021

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Sedangkan tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab terhadap bangsa. Adapun menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan