Tinjauan Pertahanan Laut Cina Berdasarkan Teori Strategi Sir Basil Liddell Hart (original) (raw)

Keamanan Maritim di Laut Cina Selatan Tinjauan atas Analisa Barry Buzan

2017

The article discusses maritime security in South China Sea based on security concept by Barry Buzan. According to Buzan, analysis of security is divided into three levels: individual, national and international. In addition security dimension consists of military security, politics, societal, economics and environment. Maritime security can be seen as the combination of preventive and responsive measures to protect the maritime domain against threats and intentional unlawful acts. With this concept, maritime security in South China Sea considers three level analyses and in same time involve multi dimension of security factors. Security in the area should put in correct perspective to get full understand of complexity this matter.

Upaya Penguasaan Laut (Command of the Sea): Menelusuri Motif Kebijakan Jalur Sutra Maritim Tiongkok

Tiongkok kembali menjadi perhatian dunia internasional setelah terjadinya klaim mengenai Laut Tiongkok Selatan. Konflik perebutan wilayah Laut Tiongkok Selatan dimulai pada tahun 1947 pada saat Tiongkok mempublikasikan peta pertama yang memasukkan nine dash-line sebagai salah satu wilayah teritorinya. Klaim ini banyak menuai kecaman oleh negara-negara ASEAN yaitu Indonesia,Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia yang merasa bahwa beberapa wilayah yang diakui oleh Tiongkok tersebut merupakan wilayah laut mereka. Gairah Tiongkok untuk menguasai laut selanjutnya dibuktikan pula dengan pembuatan kapal induk yang diselesaikan pada tahun 2017. Selain itu Tiongkok mulai menjalin banyak hubungan bilateral dengan negara-negara yang berdekatan dengan jalur perdagangan Asia seperti Sri Lanka, Moldova, Pakistan, Indonesia dan negara lainnya. Penulis menggunakan teori wawasan bahari command of the sea yang dicetuskan oleh Alfred Thayer Mahan sebagai pembanding, command of the sea ini memandang bahwa siapa yang dapat menguasai laut akan dapat menguasai dunia. Padahal sebelumnya Tiongkok merupakan negara yang lebih mengutamakan land power daripada sea power. Tulisan ini berusaha untuk menjelaskan bahwa yang menjadi fokus Tiongkok adalah mengenai geoekonomi daripada aspek geopolitik, bagaimana aspek-aspek penguasaan terhadap laut dapat menguntungkan bagi aktivitas perekonomian Tiongkok.

Strategi Pertahanan Maritim Indonesia DI Tengah Dinamika Perang Hibrida Kawasan Laut China Selatan

Jurnal Penelitian Politik

Dinamika lingkungan strategis di kawasan Laut China Selatan (LCS) terus mengalami perubahan. Dampaknya, Indonesia yang secara tegas mendeklarasikan dirinya sebagai non-claimant states turut dalam arena persengketaan. Upaya claimant-states (negara pihak) dalam merebutkan hak di LCS menciptakan sebuah perang unconventional yang dinamakan peperangan hibrida. Penelitian ini berfokus pada dinamika perang hibrida di kawasan LCS dan bagaimana strategi pertahanan Indonesia untuk menangkal jenis peperangan ini. Penelitian ini mengambil data dari berbagai sumber literatur kemudian dianalisis mengggunakan faktor lingkungan strategis dan kepentingan claimant-states yang dihubungkan dengan kondisi geopolitik dan geostrategis yang berkembang di kawasan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peperangan hibrida memang benar-benar terjadi dengan berbagai macam bentuknya. Cara yang tepat bagi Indonesia untuk menangkalnya adalah dengan menyusun dan memperkuat strategi pertahanan maritimnya dan memben...

Analisis Pertahanan Wilayah Republik Indonesia Terhadap Pengakuan Sepihak Republik Rakyat Tiongkok Atas Laut Natuna Perspektif Siyâsah Dauliyyah

2021

Laut Natuna di kepulauan Natuna yang terletak terletak di kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau berada di tengah Laut Tiongkok Selatan dan merupakan salah satu pulau terluar Indonesia di bagian Utara. Kepulauan Natuna terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah, antara lain sumber daya minyak dan gas, yang pada masa ini dimanfaatkan. Namun, Laut Natuna merupakan salah satu wilayah Republik Indonesia yang terancam kedaulatannya oleh pengakuan sepihak yang sering sekali diklaim oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT). RRT membuat sembila garis putus-putus (nine dash line) yang memasukkan Laut Natuna ke dalam peta klaim RRT. Alasan yang mendasar bagi RRT memiliki hak atas Laut Natuna karena latar belakang sejarah, padahal hal tersebut sangat kontra dengan Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 yang dimana RRT juga meratifikasinya. Indonesia dalam hal ini terus melalukan upaya-upaya seperti upaya diplomasi kepada RRT agar pengakuan sepihak tersebut tidak membuat permasalahan yang leb...

Geopolitik Laut Tiongkok Selatan

Klaim pemerintah bahwa Indonesia tidak memiliki sengketa perbatasan dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan (LTS) menemui ujian pertamanya. Sabtu malam (19/04) kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia melakukan penangkapan terhadap sebuah kapal Tiongkok yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Natuna, Kepulauan Riau, sebelum akhirnya "digagalkan" oleh kapal penjaga pantai Tiongkok.Menteri KKP Susi Pudjiastuti geram karena menurutnya tindakan coastguard Tiongkok "melindungi" KM Kway Fey 10078 tersebut adalah suatu bentuk intervensi atas upaya penegakan hukum di negara berdaulat.

Mengantisipasi Potensi Konflik di Laut Cina Selatan Dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Negara

Literasi Unggul Foundation Analysis, 2020

Dengan tidak mengurangi tingkat kewaspadaan nasional yang dimiliki, Indonesia pada awalnya memandang bahwa konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan Cina, Taiwan, dan beberapa negara sahabat di Asia Tenggara, tidak melibatkan Indonesia sama sekali di dalamnya. Dengan kata lain, Indonesia berstatus sebagai non-claimant state dalam konflik ini. Namun demikin, insiden yang terjadi di penghujung tahun 2019 yang mana kapal-kapal nelayan Cina memasuki wilayah perairan Indonesia di Natuna, telah membuka mata pemerintah bahwa terdapat ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Sejumlah kapal asing penangkap ikan milik Cina diketahui memasuki Perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, pada tanggal 19 Desember 2019. Kapal-kapal tersebut dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal. Selain itu, Coast Guard Cina yang mengawal kapal-kapal nelayan tersebut juga dinyatakan melanggar wilayah kedaulatan Indonesia. Merujuk pernyataan pejabat pemerintahan Indonesia, insiden masuknya kapal-kapal Cina tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus lebih memperketat pertahanan, serta pengawasan. Di sisi lain, insiden tersebut secara eksplisit menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kekurangan dalam melakukan patrol pengawasan di kawasan ZEE. Sebelum insiden tahun 2019 tersebut, Indonesia dan Cina sudah sering bergesekan di wilayah Perairan Natuna. Pada tahun 2016, Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi, melayangkan nota diplomatik kepada Pemerintah Cina atas masuknya kapal ikan nelayan Cina ke wilayah Perairan Natuna, serta aksi kapal Coast Guard Cina yang menghalangi KP HIU 11 menangkap KM Kway Fey 10078 yang melakukan pelanggaran wilayah tersebut. Konflik berlanjut hingga tahun 2017 ketika Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menerbitkan Peta NKRI yang baru. Dalam peta tersebut, nama Laut Cina Selatan diganti menjadi Laut Natuna Utara. Langkah Indonesia ini mendapat kritik dari Cina yang menyebut langkah tersebut sebagai upaya yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan standar internasional. Merujuk pada berbagai pergesekan antara Indonesia dan Cina terkait klaim kedaulatan di wilayah Perairan Natuna, adalah penting bagi Indonesia untuk menyikapi konflik ini karena berpotensi menimbulkan ancaman pertahanan dan keamanan, khususnya pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan Indonesia. Oleh sebab itu, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: “Bagaimana mengantisipasi konflik di Laut Cina Selatan dengan mengedepankan perspektif pertahanan dan keamanan negara?”. Adapun beberapa hal penting yang harus disikapi untuk merespons permasalahan tersebut antara lain, sebagai berikut: (1) Bagaimana Indonesia menegaskan kembali klaim kedaulatan Indonesia dengan berpijak pada hukum internasional yang berlaku, yakni UNCLOS 1982?, (2) Bagaimana Indonesia menjalankan politik luar negerinya dalam menjaga kedaulatan wilayahnya?, serta, (3) Bagaimana Indonesia melakukan penguatan aspek pertahanan dan keamanan dalam mendukung upaya penegakan kedaulatan di wilayah konflik?

Analisis Penggunaan Balancing Strategy Oleh Negara-Negara ASEAN Terkait Sengketa Laut Cina Selatan Ditinjau Dari Perspektif Naval Intelligence

2020

Indonesia yang selama ini tidak menjadi bagian dari negara yang mengklaim bagian dari Laut Cina Selatan, namun demikian, secara faktual klaim Cina atas wilayah ini didasarkan pada nine dashed lines yang memotong garis batas landas kontinen Indonesia yang telah disepakati dengan Vietnam dan Malaysia, serta memotong klaim batas ZEE Indonesia. Dalam jurnal ini akan dibahas apakah negara-negara kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN merespons ekskalasi sengketa LCS dengan menggunakan strategi balancing power dengan metode kualitatif melalui perspektif naval intelligence. Dan adakah kemungkinan ASEAN akan menggunakan ASEAN Way59 untuk bersatu menghadapi hegemoni Cina serta bagaimana implementasi strategi tersebut dalam hubungan intra ASEAN maupun ASEAN dengan Cina. Kata Kunci: Laut China Selatan, ASEAN, Strategi Balancing Power, Naval Intelligence Indonesia, which so far has not been part of a country that claims to be part of the South China Sea, in fact China claims for this...

Analisis Kebijakan Keamanan Indonesia di Tengah Persaingan China dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan

2020

Keasertivan China sejak tahun 2010 dalam mengklaim 88 persen wilayah Laut China Selatan (LCS) (termasuk sebagian wilayah perairan Indonesia) disebabkan setidaknya oleh tiga faktor. Pertama, Laut China Selatan merupakan perairan yang menjadi urat nadi pelayaran dunia yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Kedua, di tengah potensi krisis energi dunia, di bawah Laut China Selatan terkandung sumber daya minyak bumi dan gas alam dengan jumlah yang relatif besar. Terakhir, sebagai negara yang telah besar secara ekonomi, teknologi dan militer; China berperilaku selayaknya hegemon regional lainnya yang cenderung memaksakan kepentingannya kepada negara lain yang lebih lemah. Klaim nine dashed-lines sepihak China telah direspons Amerika dan koalisinya dengan konsep Free dan Open Indo-Pacific (FOIP) yang menekankan aspek kebebasan bernavigasi di perairan bebas (high seas) di Laut China Selatan. Konsep FOIP ditentang China karena menganggap sebagian besar LCS adalah peraian teri...