PERBANDINGAN HUKUM DI INDONESIA DAN HAKIKATNYA (original) (raw)

PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

Ariqah Maulia, 2020

ABSTRAK Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini adalah penelitian yang mencoba mendeskripsikan variabel yang diteliti secara mandiri tanpa dikaitkan dengan variabel-variabel lain baik yang bersifat membandingkan maupun menghubungkan. Dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih belum berjalan dengan baik dan begitu memprihatinkan. Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum, oleh karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan baik oleh karena ada beberapa oknum penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagai mana mestinya. Kata kunci: Penegakan hukum, hukum, masyarakat

PERWUJUDAN HAK ATAS KEPASTIAN HUKUM DI INDONESIA

2019

Abstrak Perlindungan bagi setiap warga negara merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suatu negara. Begitu juga negara Indonesia yang wajib melindungi setiap warga negaranya dimanapun berada. Hal ini sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) Alinea ke 4 (empat). Lebih lanjut perlindungan negara terhadap warga negaranya berlaku dimanapun dia berada di seluruh penjuru dunia karena perlindungan yang diberikan merupakan salah satu hak warga negara yang diejewantahkan dalam Batang Tubuh UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum". Oleh karena itu dengan adanya perlindungan WNI di manapun dia berada, negara bukan hanya memenuhi kewajibannya namun juga telah memenuhi hak asasi manusia warga negara tersebut. Pada dasarnya seseorang yang berada di dalam wilayah suatu negara secara otomatis harus tunduk pada kepastiankepastian hukum yang berlaku di dalam wilayah negara tersebut 1 . Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait. Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang diberikan pada individu terhadap kesewenang-wenangan individu lainnya, hakim, dan administrasi (pemerintah). Adalah kepercayaan akan kepastian hukum yang seharusnya dapat dikaitkan individu berkenaan dengan apa yang dapat diharapkan individu akan dilakukan penguasa, termasuk juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau administrasi (pemerintah) 2 1 B Sen, A Diplomat's Handbook on International Law and Practice, (The Hague: Martinus Nijhoff, 1965), hlm. 279 2 .H. Hijmans, dalam Het recht der werkelijkheid, dalam Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006, hal 208 Herlien Budiono mengatakan bahwa kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku bagi semua orang. Apeldoorn mengatakan bahwa kepastian hukum memiliki dua segi yaitu dapat ditentukannya hukum dalam hal yang konkret dan keamanan hukum. Hal ini berarti pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apa yang menjadi hukum dalam suatu hal tertentu sebelum ia memulai perkara dan perlindungan bagi para pihak dalam kesewenangan hakim 3 . Dalam penegakan hukum pidana, baik materiil maupun formil, para pihak yang terkait perlu untuk memperhatikan kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan keadilan (gerechtigkeit). Pengaturan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan kaedah-kaedah umum karena diatur di dalam suatu undang-undang. Sebagai kaedah umum, hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak diajukan kepada orang-orang atau pihak-pihak tertentu, akan tetapi kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaedah-kaedah umum 4 . Sebagai hukum dasar tertulis, UUD 1945 mengikat; pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, setiap warga negara Indonesia dan setiap penduduk yang berada diwilayah Negara Republik Indonesia. UUD 1945 bukan hukum biasa, melainkan hukum dasar yang merupakan sumber hukum yang tertinggi. Sehingga seluruh hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Dan sebagai warga negara Republik Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana fungsi dan kepastian hukum UUD 1945 serta pemerintahan di Indonesia Istilah Negara Hukum baru dikenal pada abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntuntan 3 A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian Hukum, Jakarta: Fikahati Aneska 2009. 4 Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Cetakan Keenam, Citra Aditya Bandung, 1993, hal. 31. "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum". Yang bermakna semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi. 3 Untuk mewujudkan kepastian hukum, pemerintah harus menerapkan aturan-aturan hukum secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya. Kita mengenal adanya aturan hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum adminsitrasi, hukum kontrak dan lain-lain yang masingmasing memiliki dunianya tersendiri dengan mekanisme hukum yang harus dijalankan. Apa yang tertuang dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan secara amat jelas dan tegas bahwa semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Sementara kepastian hukum mengamanatkan bahwa pelaksanaan hukum harus sesuai dengan bunyi pasal-pasalnya dan dilaksanakan secara konsisten dan profesional. Serta penegasan hak dasar dan perlakuan hukum yang adil terhadap setiap manusia, yang terdapat dalam Pasal 7 "Universal Declaration Of Human Rights" yang menjadi pedoman umum (Universality) di setiap negara. Hukum merupakan penceminan dari jiwa dan pikiran rakyat. Kendati demikian, dapat dibayangkan bahwa konsistensi dalam penyelenggaraan hukum itu bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, sehingga bisa saja terdapat risiko bahwa penyelenggaraan hukum itu menjadi tidak konsisten. 3 UUD 1945 dan amandemennya Semanggi satu dan dua, Tragedi Tanjung Priok, Tragedi 1965, Talangsari, Penghilangan Paksa, serta sederet kasus pelanggaran HAM lainnya, jadi prioritas untuk diperjuangkan dan selalu didengungkan di setiap Aksi Kamisan. Teman-teman yang ikut turun ke lapangan pun mendorong Presiden Jokowi untuk menepati janjinya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang lain. Aksi Kamisan lahir dari sebuah ide perjuangan. Sejarahnya berawal saat Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), sebuah paguyuban korban/keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mengadakan sharing dan diskusi bersama Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK), serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) untuk mencari alternatif kegiatan dalam perjuangannya di akhir tahun 2006. Aksi Diam sebagai sebuah kegiatan perjuangan. Kemudian aksi tersebut disepakati untuk digelar satu kali dalam seminggu, serta disepakati juga soal hari, waktu, tempat aksi, pakaian, warna, dan maskot yang nantinya menjadi simbol gerakan. Perwujudan Hak Atas Kepastian Hukum Di Indonesia Masih Sangat Sulit Dilakukan Masalah-masalah HAM, intoleransi dan kebebasan beragama di Indonesia merupakan masalah yang cukup serius hingga saat ini. Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-kasus mayoritarianisme seperti kasus Meiliana di Tanjung Balai, masalah Ahmadiyah dan Syiah Sampang, kasus pendirian rumah ibadah dan seterusnya. Motifnya selalu kelompok minoritas menjadi korban dari mereka yang berjumlah lebih besar.Penyebab maraknya masalah-masalah di atas itu tidak tunggal. Bisa jadi berasal dari kurangnya edukasi, minimnya perjumpaan antar kelompok masyarakat atau bisa pula yang lain. Namun bagi aktivis jaringan Gusdurian, Suraji, salah satu penyebab terbesar adalah lemahnya penegakan kepastian hukum Penegakan pemerintahan berdasarkan kepastian hukum bukan sekadar penegakan hukum, melainkan upaya negara membangun sistem hukum yang bekerja secara berkeadilan, tanpa diskriminasi, dan menjangkau seluruh struktur politik ketatanegaraan untuk menjamin hak dasar warga negara. Ada sejumlah palang pintu dalam penegakan pemerintahan berdasarkan hukum dan HAM. Pemerintah seolah hanya fokus pada korban, yakni Meiliana saja. Sementara di waktu yang bersamaan, pemerintah cenderung membiarkan para pelaku persekusi yang mengintimidasi Meiliana. Sehingga kesannya, seolah-olah pemerintah menyetujui persekusi dan ujaran kebencian tersebut. Suraji menambahkan, bahwa kondisi Indonesia saat ini masih jauh dari rasa keadilan dan kesejahteraan seperti yang dicita-citakan Gus Dur . Apa yang dikerjakan selama ini tak lain meneruskan cita-cita Gus Dur untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Pertama, hukum dan penegakannya telah terlalu jauh memasuki pusaran kekuasaan politik ekonomi. Tak susah menyaksikan lunaknya penyelesaian hukum sejumlah kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat, petinggi politik, dan pemilik modal. Berlikunya penyelesaian kasus Century dan kasus Lapindo adalah contoh soal. Kedua, pemerintah tidak saja melakukan pembiaran, tetapi terlibat dalam konflik dan kekerasan. Ini yang membuat hak-hak dasar warga negara, tegasnya hak atas rasa aman, terancam. Kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah disertai perusakan tempat ibadah, rumah, dan sekolah membuktikan betapa kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai hak yang sama sekali tak boleh dikurangi begitu gampang dilanggar. Ketiga, pelanggengan impunitas. Pelaku kejahatan HAM sistematik dan terencana justru dibebaskan. Proses hukumnya dibiarkan mengambang. Pernyataan soal tuntasnya kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, (Kompas, 7/9) mengindikasikan fakta betapa kuat kebijakan impunitas. Keempat, melemahnya fungsi-fungsi protektif kelembagaan negara: tersumbatnya aspirasi politik warga negara melalui parlemen, masih dominannya praktik mafia peradilan, dan ketidakberpihakan pemerintahan atas hajat hidup orang banyak. Sayangnya, Komnas HAM sebagai lembaga independen yang diharapkan progresif dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM justru terjebak dalam situasi ini sehingga perannya pun terlihat kurang lugas dan berani membongkar akar kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi. Kelima, terpasungnya kebebasan pers. Pers telah secara dominan dikendalikan pemilik media yang berkepentingan atas kuasa politik, baik di level nasional maupun lokal. Pekerja pers juga kerap mendapatkan ancaman, bahkan aksi kekerasan tanpa ada pertanggungjawaban dari pelaku. Indikasi ini dikuatkan oleh laporan Reporters Sans Frontieres yang menempatkan...

PEMBAHASAN TERHADAP UPAYA PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGAWASAN TENTANG KEHUTANAN DI INDONESIA

UAS PPKN, 2024

1945[1]. Hutan, sebagai aset utama dalam pembangunan nasional, memberikan berbagai manfaat yang signifikan bagi kehidupan masyarakat Indonesia, baik dari segi ekologi, sosial, budaya, maupun ekonomi, dengan cara yang seimbang dan dinamis. Pengelolaan hutan yang berkelanjutan, pemanfaatan yang bijak, perlindungan, dan pelestariannya sangat penting untuk kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan. Sebagai penyangga kehidupan, hutan telah memberikan kontribusi yang besar bagi umat manusia dan oleh karena itu harus dijaga dengan baik. Peran hutan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global menunjukkan keterkaitannya yang penting dengan komunitas internasional, sambil tetap mengutamakan kepentingan nasional[2]. Kerusakan dan degradasi hutan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidaktersusunan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah kehutanan serta aspek terkait seperti pertanahan, pertambangan, perkebunan, tata ruang, lingkungan, dan kewenangan pemerintah. Sistem hukum yang ada belum tersusun secara komprehensif, harmonis, dan sinkron baik secara vertikal maupun horizontal. Seharusnya, semua aturan hukum kehutanan yang berlaku harus tersusun dalam sebuah sistem hukum yang terintegrasi. Para sosiolog hukum seperti Kees Schuit, L.M. Friedman, dan Soerjono Soekanto memandang hukum sebagai sistem atau tatanan hukum yang terdiri dari tiga komponen utama: (1) unsur idiel yang mencakup keseluruhan aturan, (2) unsur asas-asas hukum, dan (3) unsur kaidah-kaidah. Unsur idiel harus mencerminkan Pancasila sebagai falsafah negara yang mendasari semua peraturan perundang-undangan kehutanan. Ini berarti bahwa peraturan hukum di bidang kehutanan harus merujuk pada nilai-nilai Pancasila sebagai landasan utama dalam tata hukum Indonesia. Unsur asas hukum dalam peraturan perundang-undangan kehutanan haruslah merupakan turunan dari asas hukum yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menetapkan bahwa penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan unsur kaidah-kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan kehutanan harus mampu mengimplementasikan asas hukum penguasaan negara atas sumber daya alam tersebut dalam bentuk peraturan yang demokratis, adil, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam yang diatur dalam Ketetapan MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam[3]. Peraturan perundang-undangan kehutanan yang tidak harmonis, tidak sinkron, dan tidak komprehensif akhirnya menyebabkan timbulnya berbagai sengketa dan konflik di lapangan. Dampaknya tidak hanya merugikan pemerintah dan pengusaha, tetapi juga masyarakat, terutama mereka yang tinggal di dalam atau di sekitar hutan. Contohnya terlihat dalam proses

PENEGAKAN HUKUM DI DALAM HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Penulis buku ini adalah M.Daud Silalahi seeorang Sarjana Hukum lulusan Fakultas Hukum UNPAD tahun 1971, yang berhasil meraih gelar doktornya tahun 1988 di Universitas yang sama, setelah terlebih dahulu belajar di Law School University of Clifornia tahun 1972-1973. Sejak lulus Fakultas Hukum UNPAD hingga sekarang ia bekerja sebagai sebagai dosen tetap di FH-UNPAD, Staf Deputi 1 BAPEDAL/Tim Teknis -Hukum Menteri Negara K.L.H., Staff Departemen Kehakiman [1975][1976][1977][1978] bidang Hukum Lingkungan, Anggota Pengyusun Rancangan Undang-undang Lingkungan Hidup dan AMDAL di KLH. Disamping pekerjaannya sebagai Dosen tetap di FH-UNPAD, ia juga mengajar di berbagai FH Perguruqan Tinggi Swasta dan mempunyai berbagai banyak pengalaman di bidang penelitian yang berskala nasional maupun internasional. Penulis buku ini termasuk seorang yang aktif di dalam ilmu hukum lingkungan di Indonesua, banyak prestasi yang beliau raih dalam masa kuliah hingga sekarang beliau menulis buku yang menurut saya buku ini mudah di pahami bahasanya didalam kalangan siapa saja yang membacanya terutama mahasiswa hukum di Indonesia.

KELEBIHAN PERATURAN HUKUM YANG TERCIPTANYA KEGEMUKKAN HUKUM DI INDONESIA

Keadaan Hukum di Indonesia, 2019

Permasalahan hukum yang sedang terjadi di Indonesia bukan hanya dari penegakan hukum saja, melainkan semakin banyaknya aturan hukum yang terus lahir sehingga menciptakans suatu Over Lapping (Tumpang tindih) dengan mengalami kesulitan dalam penerapan. oleh karena itu saya membuat pandangan berupa opini bagaimana perkembangan hukum di indonesia saat ini.

PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

Perkembangan Hukum di Iindonesia, 2018

Pengadilan Tipikor bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum dari komisi pemberantasan korupsi dan kejaksaan. Untuk pertamakali Pengadilan Tipikor dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia, selain berwenang memeriksa dan mengadili serta memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan diluar wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia. Karena pengadilan Tipikor adalah pengadilan yang khusus dan Undang-undang yang mengaturnya adalah Undang-undang khusus (Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), maka penuntutan di Pengadilan Tipikor pada saat itu hanya khusus dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan untuk perkara korupsi yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri biasa, bukan di Pengadilan Tipikor. Namun ditengah perjalanannya selama kurun waktu selama tiga tahun berjalan, Pengadilan Tindak pidana korupsi mengalami uji materiil atau judicial review karena dianggap ada pasalpasal yang ada didalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Inkonstitusional atau bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, salah satunya adalah Pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Aman Darmawan, 2024

Sistem hukum di Indonesia perlu mengalami perubahan untuk mengatasi masalah serius dalam penegakan hukum. Perilaku tidak baik dari sebagian masyarakat menjadi penyebab utama ketidaksesuaian pelaksanaan hukum, meskipun tidak semua aspek penegakan hukum di Indonesia buruk. Kelemahan ini sering kali menciptakan persepsi negatif di masyarakat, menyoroti perlunya reformasi untuk memastikan keamanan dan keadilan. Meskipun hukum seharusnya sesuai dengan kehidupan masyarakat, oknum yang ingin mengambil keuntungan pribadi atau kelompok sering menjadi pemicu pelanggaran hukum. Penyelesaian melibatkan evaluasi yang cermat, penindakan yang jelas terhadap penyelewengan hukum, dan penegakan ketegasan serta kesadaran dari individu atau kelompok terlibat. Penting untuk menanamkan mental kuat, sikap malu, serta nilai iman dan takwa sejak dini pada para pemimpin dan aparat negara guna menjaga kehormatan hukum, yang berdampak baik pada hukum dan bangsa Indonesia. Sebaliknya, kurangnya penanganan serius dapat berakibat buruk bagi masyarakat dan negara.

PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

DISKUSI/PEMBAHASAN REVIEW Buku Hukum Lingkungan di Indonesia (edisi kedua) yang disusun oleh Profesor Takdir Rahmadi ini merupakan buku yang sangat bermanfaat bagi berbagai pihak, utamanya bagi para pejabat negara, pemerintah, akademisi, aparat penegak hukum dan masyarakat sipil, serta seluruh masyarakat, untuk memahami pengaturan tentang hukum lingkungan di Indonesia. Penerbitan buku ini diharapkan dapat mengisi kelangkaan buku-buku tentang hukum lingkungan di Indonesia karena hukum lingkungan sebagai sebuah bidang hukum yang relatif baru. Substansi dalam buku ini tidak hanya membahas norma, asas-asas dan doktrin-doktrin hukum yang berlaku di Indonesia, tetapi juga membahas doktrin-doktrin hukum di negara lain, yaitu Belanda dan Amerika Serikat, sehingga para pembaca memperoleh wawasan perbandingan. Selain pembahasan melalui pendekatan perbandingan terhadap hukum lingkungan di negara lain, pembahasan juga menggunakan pendekatan sejarah atau perkembangan hukum lingkungan Indonesia dari periode 1982 hingga perkembangan terakhir. Selain itu, buku ini juga membahas prinsip-prinsip yang diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional, terutama Deklarasi Rio 1992 mengingat perkembangan hukum nasional juga dipengaruhi oleh perkembangan hukum lingkungan internasional. Hukum lingkungan sendiri ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. Buku ini terdiri dari 5 bab yang didalamnya membahas tentang isu permasalahan lingkungan, faktor penyebab terjadinya, pengaturan asas; hak dan kewajiban; kewenangan; kelembagaan; dan instrumen dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengaturan pengendalian pencemaran lingkungan hidup, pengaturan pemanfaatan sumber daya alam dan pengendalian perusakan lingkungan hidup, serta penegakan hukum lingkungan dan penyelesaian sengketa lingkungan.

PERBANDINGAN ATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA DAN MALAYSIA

Perdagangan Orang (UUTPPO). (b) UUTPPO memiliki kelebihan terhadap penjatuhan saksi yang lebih tegas dibandingkan UUAPO Akta 670. Dalam hal lain belum adanya aturan nasional terkait hal pengangaturan wilayah perpanjangan belum adanya Dewan khusus yang mengawasi dan menjalankan fungsi koordinasi untuk membuat suatu rumusan dan pengawasan pelaksanaan rencana aksi yang sifatnya nasional untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan termasuk didalamnya perlindungan terhadap korban.

HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Lingkungan merupakan sebuah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energy surya, mineral serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun di dalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Disinilah perlunya ada sebuah perangkat aturan untuk mengatur ekosistem sumber daya alam agar selalu terjaga dan tidak terjadi kerusakan di alam semesta ini. Seperangkat aturan inilah kemudian yang menjadi tonggak berdirinya keberlangsungan ekosistem sumber daya alam kedepannya, yang dikenal dengan Hukum Lingkungan. Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali memuat kaidah-kaidah hokum tata usaha Negara atau hokum pemerintahan.