ANALISIS KESENJANGAN DAERAH DAN KONVERGENSI PDRB PERKAPITA KABUPATEN/KOTA JAWA TIMUR SEBELUM DAN SETELAH DESENTRALISASI (original) (raw)
Related papers
ANALISIS PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATENKOTA DI JAWA BARAT TERHADAP PDRB.pdf
This research is aimed to analyze the influence of government expenditure of the West Java district/towns towards its RGDP and to analyze of multiplier effect government expenditure of West Java Province towards its RGDP. This research using the secondary time series data for the period 2006-2010 and cross section data of 26 districts/towns in West Java Province. Using the pool least square of fixed effect model (FEM), the research found that the indirect expenditure of district/town in West Java at the aggregate level has positive effect towards RGDP. However, dimensionally, the interest expenditure, grand expenditure, and social aids expenditure have no effect towards RGDP, subsidies expenditure, sharing fund expenditure, and financial aids expenditure have positive effect towards RGDP, while government personnel expenditure, and unpredicted expenditure have negative effect towards RGDP. Meanwhile, the direct expenditure of district/town in West Java at the aggregate level has positive effect towards RGDP on the 1 year time lag, however, dimensionally, the goods and services expenditure has positive effects towards RGDP without time lag, and the capital expenditure has positive effects towards RGDP on the 2 years time lag. The last result in this research found that the local government expenditure of West Java has high multiplier effect towards RGDP.
ANALISIS PDRB KABUPATEN TEMANGGUNG
Keberhasilan suatu daerah dapat diukur dari tingkat perkembangan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Tingkat perkembangan ini dapat dikaji melalui analisis ekonomi. Analisis ekonomi dalam perencanaan wilayah dan kota merupakan suatu indikator penting yang dibutuhkan oleh seorang perencana. Aspek ekonomi dapat mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien dan efektif baik dalam perspektif jangka panjang maupun jangka pendek. Selain itu, analisis ekonomi juga dapat memudahkan perencana untuk merumuskan kebijakan ekonomi di suatu daerah.
ABSTRACT This research is aimed to analyze the influence of government expenditure of the West Java district/towns towards its RGDP and to analyze of multiplier effect government expenditure of West Java Province towards its RGDP. This research using the secondary time series data for the period 2006-2010 and cross section data of 26 districts/towns in West Java Province. Using the pool least square of fixed effect model (FEM), the research found that the indirect expenditure of district/town in West Java at the aggregate level has positive effect towards RGDP. However, dimensionally, the interest expenditure, grand expenditure, and social aids expenditure have no effect towards RGDP, subsidies expenditure, sharing fund expenditure, and financial aids expenditure have positive effect towards RGDP, while government personnel expenditure, and unpredicted expenditure have negative effect towards RGDP. Meanwhile, the direct expenditure of district/town in West Java at the aggregate level has positive effect towards RGDP on the 1 year time lag, however, dimensionally, the goods and services expenditure has positive effects towards RGDP without time lag, and the capital expenditure has positive effects towards RGDP on the 2 years time lag. The last result in this research found that the local government expenditure of West Java has high multiplier effect towards RGDP. Based on the result found in this research, some suggestions are presented as follows. (1) The local government district/town of West Java Province should be able to re-arrange the composition of budget allocation for more appropriate. (2) The local government of the district/town of West Java Province should be able to increase the capital expenditure budget, and establish the infrastructure development project which has shorter payback period in order to encourage the growht of private investments in supporting and accelerating the development of regional economy. (3) To maintain and increase the multiplier effect government expenditure of the West Java Province, the government should allocate more the budget for some expenditure that have high multiplier effect. Keywords: Government Expenditure, PDRB, multiplier effect
FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PDRB KABUPATEN / KOTA JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012
High economic growth is the main condition for the continuation of regional economic development. To measure the progress of the regional economy, observation on the economyc growth rate in each area can be conducted. It is reflected in the increase of Gross Regional Domestic Product (GDP). The increase of GDP of regency/city in Central Java during the year of 2008-2012 was influenced by several factors such as savings, credit, local generated revenue (PAD), and Expenditure. This study intends to analyze the affect of these factors to the level of GDP on districts / cities in Central Java during the years 2008-2012. The dependent variable used in this study is GDP. Meanwhile, the independent variables are savings, credit, revenue (PAD) and expenditure. This study uses multiple linear regression analysis by the OLS method using time series data in 2008-2012 and data crosssection of 35 districts / cities in Central Java province which are often called as the data panel. The model is tested by using Fixed Effect. The result indicates that the results of the regression analysis on the α = 5% shows that in partial, saving and loan have significant effect on GDP. Meanwhile, PAD variable and expenditurehave no significant effect on GDP districts / cities in Central Java province in 2008-2012. Abstrak Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Untuk mengukur kemajuan perekonomian daerah dengan mengamati seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai daerah tersebut yang tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRBKabupaten/Kota di Jawa Tengah selama tahun 2008-2012 mengalami pertumbuhan karena banyak yang mempengaruhinya, seperti: Tabungan, Kredit, PAD dan Belanja Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi tingkat PDRB kabupaten/Kota di Jawa Tengah selama tahun 2008-2012. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB, sedangkan variabel-variabel independen yaitu Tabungan, Kredit, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Daerah. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda melalui metode OLS dengan menggunakan data time series 2008 –2012 dan data crosssection 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah atau yang dimaksud dengan data panel. Pengujian model dalam penelitian ini menggunakan metode FixedEffect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa hasil analisis regresi pada α=5%menunjukkan bahwa secara parsial variabel tabungan dan kredit berpengaruh signifikan, sedangkan variabel PAD, dan Belanja Daerah tidak signifikan terhadap PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun
PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI
PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KAWASAN KONSERVASI DI PROVINSI JAMBI, 2006
Kawasan TNBD merupakan salah satu kawasan taman nasional yang mengalami ancaman kelestarian hutan sangat serius. Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan ini merupakan cagar biosfer yang menjadi sumber daya sosio-ekonomis dan kultural komunitas yang ada di dalamnya, yaitu Suku Anak Dalam (Orang Rimba). Sejak lama komunitas Orang Rimba menyebut hutan itu sebagai kawasan pengembaraan, tempat mereka berinteraksi dengan alam, saling memberi, saling memelihara, dan saling menghidupi. Proses interaksi yang telah berjalan cukup lama dan berlangsung secara alamiah ini jarang sekali menimbulkan permasalahan yang mengarah pada terancamnya kelestarian hutan yang ada, sebab komunitas Orang Rimba memiliki sejumlah pranata sosial yang lahir dari sistem budaya komunitas itu, yaitu budaya komunitas sebagai pengembara yang menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan dan penghidupan melalui aktivitas utama berburu dan meramu. Proses interaksi dengan alam yang berlangsung dari generasi ke generasi tersebut telah menciptakan persepsi tertentu komunitas itu terhadap konsep pelestarian alam yang secara umum sering disebut dengan istilah konservasi. Namun sekitar tahun 1980-an, mulai terjadi proses kemerosotan ekosistem hutan Orang Rimba, yaitu ketika kawasan di sekitar Cagar Biosfer Bukit Duabelas mulai dieksploitasi oleh sejumlah perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Sejak saat itu, ekosistem sekitar Cagar Biosfer Bukit Duabelas mendapat gangguan yang amat berat karena terjadi eksploitasi yang jauh melebihi daya dukung alam, dalam bentuk pengambilan kayu hutan yang dilanjutkan dengan perubahan fungsi menjadi hutan konversi berupa area perkebunan yang sangat luas, hingga menimbulkan degradasi dan fragmentasi yang menciptakan kelompok-kelompok hutan kecil yang saling terisolasi dan sangat rawan terhadap gangguan baru. Selain itu, sejumlah area hutan sekitar cagar biosfer tersebut juga dibuka untuk pemukiman transmigrasi penduduk dari Pulau Jawa. Kemerosotan ekosistem berlangsung semakin kuat setelah akses ke hutan makin terbuka, terutama dengan dibangunnya jalan-jalan lintas (termasuk jalan bekas pengusaha HPH), yang mengundang para pendatang masuk ke kawasan cagar biosfer untuk melakukan penebangan liar guna memasok kayu bagi perusahaan kayu ilegal. Ditambah lagi dengan tetap berlangsungnya perambahan hutan yang kian intensif yang dilakukan oleh penduduk lokal (baik suku Melayu maupun pendatang), makin memerosotkan ekosistem Bukit Duabelas. Kemerosotan ekosistem ini sangat berpengaruh terhadap bentuk-bentuk penyesuaian yang mesti dilakukan oleh komunitas Orang Rimba dalam perilakunya untuk mempertahankan kehidupan. Persepsi tentang konsep pelestarian alam yang diwarisi turun-temurun mengalami pergeseran sebagai dampak penetapan kawasan sekitar cagar biosfer menjadi hutan produksi dan hutan konversi yang dalam pelaksanaan operasionalnya mengabaikan nilai-nilai dan makna budaya tradisional yang ada di kalangan komunitas Orang Rimba. Walaupun pada akhirnya sebagian kawasan yang semula diperuntukkan sebagai hutan produksi telah dibatalkan statusnya sebagai hutan produksi, tetapi sejumlah kawasan sekitar cagar biosfer masih dieksploitasi sebagai hutan konversi, padahal area ini sebenarnya merupakan kawasan penyangga hutan tempat komunitas Orang Rimba mengembara. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti seberapa jauh dampak yang timbul karena terjadinya kemerosotan ekosistem hutan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya komunitas Orang Rimba, termasuk dalam hal ini persepsi Orang Rimba terhadap konsep kelestarian hutan (konservasi). Berdasarkan hal itu, penelitian untuk mengetahui kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya serta persepsi komunitas Orang Rimba terhadap kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas ini perlu dilakukan. Dengan diketahuinya persepsi Orang Rimba, selanjutnya dapat diungkap bentuk-bentuk partisipasi yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait. Selain itu, bisa dipetakan persoalan-persoalan yang muncul antara komunitas Orang Rimba dan berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan TNBD. Penelitian ini memiliki empat tujuan, yaitu: (1) mengetahui latar kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya komunitas Orang Rimba dan masyarakat desa sekitar TNBD, (2) menggali persepsi komunitas Orang Rimba dan masyarakat sekitar TNBD serta pihak-pihak terkait terhadap kawasan konservasi TNBD, (3) menetapkan bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kawasan konservasi TNBD, dan (4) merumuskan peta persoalan yang terjadi antara komunitas Orang Rimba dan berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kawasan konservasi TNBD. Mengenai manfaat penelitian, bagi Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan dalam merancang model pengembangan kawasan konservasi yang mampu memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus memelihara kelestarian kawasan TNBD. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk memunculkan gagasan-gagasan baru di tingkat komunitas Orang Rimba dan masyarakat sekitar, sebagai modal untuk membangun kepedulian terhadap kawasan konservasi TNBD. Kesimpulan yang bisa dirumuskan adalah sebagai berikut. Secara umum, sebuah taman nasional dipersepsikan sebagai suatu kawasan yang harus bebas dari aktivitas yang mengganggu kelestarian taman tersebut. Namun dalam konteks TNBD, kawasan taman selain memiliki fungsi konservasi, juga menjadi ruang kehidupan dan penghidupan Orang Rimba. Komunitas ini sudah lama terikat baik secara ekonomi maupun budaya, sehingga tidak mungkin memisahkan keduanya dalam jangka waktu yang singkat. Persoalannya, saat sebelum maupun setelah ditetapkan menjadi taman nasional, ruang penghidupan Orang Rimba tersebut senantiasa mendapat gangguan dan ancaman yang datangnya dari luar, berupa pemanfaatan lahan di daerah penyangga sebagai hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, maupun hutan tanaman industri, kemudian dilanjutkan dengan pembalokan ilegal, perladangan karet, dan pengambilan hasil hutan non-kayu oleh masyarakat. Pemanfaatan daerah penyangga baik oleh perusahaan maupun perorangan ini dirasa mengganggu kelestarian taman, karena sebenarnya daerah penyangga dan kawasan taman merupakan kesatuan ekosistem. Dampak negatif pemanfaatan daerah penyangga oleh masyarakat terhadap taman, selanjutnya berimbas pada bergesernya persepsi komunitas orang rimba dan masyarakat sekitar atas kawasan konservasi. Sering terjadinya konflik antara kepentingan adat dan konservasi menunjukkan masih adanya persoalan yang perlu segera dicari solusinya agar kawasan taman tidak semakin terancam kelestariannya. Solusi yang diperlukan adalah solusi yang bisa mengakomodasi semua kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan taman, namun tetap harus mengacu pada tujuan konservasi. Kebijakan yang mengakomodasi kepentingan berbagai pihak diperlukan agar pengelolaan taman mendapat dukungan dari semua pihak. Dukungan merupakan salah satu bentuk partisipasi Komunitas Orang Rimba dan masyarakat desa sekitar akan berpartisipasi dalam pengembangan taman bila kepentingan sosial, ekonomi, dan budayanya tetap terpenuhi, sebaliknya agar kepentingan kelestarian hutan terpenuhi, pihak pengelola taman perlu berpartisipasi pula dengan membuat program-program dan kebijakan yang akomodatif dengan kepentingan masyarakat. Dari penelitian ini diketahui bahwa selama ini pengelolaan taman masih belum mampu memunculkan persepsi yang positif terhadap keberadaan taman. Penetapan kawasan konservasi menjadi taman nasional belum mampu memberikan “perlindungan” terhadap komunitas Orang Rimba atas adanya ancaman perambahan hutan dan pemanfaatan kawasan konservasi lainnya oleh masyarakat desa dan pendatang. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu ancaman dan gangguan terhadap hutan dan ruang penghidupan Orang Rimba cenderung makin meningkat. Selain itu, ada kecenderungan terjadinya pergeseran budaya komunitas Orang Rimba yang mengarah pada perilaku kontraproduktif terhadap upaya konservasi (misal menjual jasa dalam survey kayu dan penjualan hutan karet). Pergeseran budaya ini terjadi seiring dengan gejala munculnya desakralisasi terhadap hutan serta melunturnya penghormatan terhadap nilai-nilai luhur terkait pemeliharaan alam. Di pihak lain, penetapan TNBD sebagai kawasan konservasi justru dianggap pelarangan oleh warga desa dalam memanfaatkan hutan yang mereka anggap sebagai hak adat mereka. Dalam situasi yang demikian (persepsi negatif), sulit diharapkan tumbuhnya partisipasi dari komunitas dan warga desa sekitar. Upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh berbagai LSM (utamanya WARSI), untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran konservasi, baik di kalangan komunitas Orang Rimba maupun masyarakat desa sekitar, perlu mendapat dukungan berbagai pihak, terutama pihak pengelola TNBD. Seiring dengan itu, langkah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat desa sekitar terhadap hutan juga perlu mandapat perhatian, karena hal ini akan mengurangi tekanan dan ancaman terhadap kawasan konservasi. Dalam hubungan ini, program pendidikan yang mengarah kepada pemberdayaan dan kesadaran konservasi Orang Rimba, sebagaimana telah dilakukan oleh Warsi, dirasa perlu dilanjutkan. Sementara itu, upaya pemerintah daerah yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungan dalam bentuk penyediaan lahan di luar kawasan konservasi untuk pengembangan ekonomi alternatif bagi masyarakat desa sekitar juga perlu mendapat penekanan untuk kelanjutannya, karena hal ini akan mengalihkan perhatian warga desa dari hutan konservasi. Namun semua ini mensyaratkan adanya koordinasi dari semua pihak yang terlibat serta penegakan peraturan yang ada secara konsisten.
2017
ABSTRAK Artikel ini menjelaskan mengenai seberapa besar tingkat kontribusi komponen PAD, pertumbuhan PAD dan pendapatan daerah di Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga membahas tentang rasio kemandirian daerah dalam kausasi kumulatif yang merupakan salah satu prinsip ekonomi politik. Analisis yang digunakan adalah analisis kontribusi dan kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan oleh besar kecilnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah ysng berasal dari dana perimbangan. Jawa Timur dipilih karena tingkat kemandirian keuangan daerah menunjukkan tingkat kemandirian yang tinggi sehingga akan mendorong pembangunan pesat bagi provinsi untuk lebih berkembang Keyword : Kontribusi Pajak Daerah, PAD, dan Kemandirian Daerah.
Kabupaten Bombana merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pembangunan Sulawesi Tenggara. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Bombana memiliki sumberdaya alam yang beragam seperti sumberdaya air, lahan dan sumberdaya manusia yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bombana dengan menggunakan data tahun 2011 sampai tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Bombana, menganalisis dampak pengganda pendapatan dari kegiatan sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Bombana, menganalisis sektor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bombana. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian Deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan indikator yang menggambarkan seluruh kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan melalui indikator PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang diuraikan melalui pertumbuhan PDRB. Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Pemerintah Daerah setempat dan instansi-instansi terkait lainnya, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis Location Quetiont, dan Analisis Shift Share. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor yang menjadi sektor basis atau unggulan di Kabupaten Bombana yaitu (1) Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian dan (3) Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor periode 2011-2015. Sub Sektor unggulan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang memberikan kontribusi adalah Sub Sektor tanaman pangan, tanaman hortikultura, perkebunan dan peternakan. Sub Sektor unggulan sektor pertambangan dan galian adalah Sub Sektor pertambangan biji logam dan pertambangan dan penggalian lainnya. Dan Sub Sektor unggulan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor adalah perdagangan besar dan eceran bukan mobil dan sepeda motor. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa ketiga sektor tersebut memiliki pertumbuhan dan daya saing yang berbeda-beda. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan yang cepat namun memiliki daya saing yang kurang baik. Selanjutnya sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan yang lambat namun memiliki daya saing yang baik. Sektor yang memiliki hamper semuang keunggulan adalah Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.