Hidup Religius (original) (raw)

INISIASI HIDUP RELIGIUS

Penulis merasa perlu mensharingkan sebagai salah satu apresiasi terhadap setiap orang yang merindukan Allah, baik sebagai kebutuhan maupun tujuan hidupnya. Penulis menyadur, mengolah dan menuliskan sharing dari seorang formandi dari sebuah tarekat religius Katolik. Bagi penulis, hidup religius meliputi sejarah semenjak purbakala hingga sekarang. Oleh karena itu, hidup religius menjadi salah satu sumber valid dalam mengenal Allah dan bagaimana menghadapi zaman yang semakin membuat orang kesulitan bertemu dengan Allah Penulis mengucapkan terima kasih kepada kongregasi Oblat Maria Imakulata Provinsi Indonesia yang sudah menyediakan waktu bagi formandi narasumber, juga kepada kongregasi pusat yang sudah berusia 200 tahun berkarya di seluruh dunia Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam pengebalan akan Allah, pengolahan para subyek formandi dan permenungan bagi masyarakat pada umumnya. Penulis mohon maaf sebesar-besarnya karena tulisan ini belum sempurna. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis bagi perkembangan pengenalan akan Allah.

Karakter Religius

Kata karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.1Adapun Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.2Sedang para ahli memaknai karakter secara beragam, diantaranya : a. M. Mahbubi, mengutip dari M. Furqon Hidayatullah, mengemukakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa latin yang memiliki makna dipahat. Diibaraatkan seperti sebuah balok granit yang memahatnya harus dengan hati-hati. Ketika sembarangan saat memukul, maka batu granit tersebut akan rusak. Karakter merupakan gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat dalam batu hidup tersebut, sehingga akan menyatakan nilai yang sebenarnya.3 b. Sedangkan Muchlas Samani dan Hariyanto, menyebutkan bahwa karakter dapat dimaknai sebagai value (nilai-nilai) dan kepribadian, cara berfikir dan berperilaku yang mempunyai ciri khas bagi setiap individu sebagai bekal hidup dalam bekerja sama baik terhadap lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Orang bisa terlihat mempunyai karakter yang baik apabila ia dapat menentukan keputusan dan siap mempertanggung jawabkan dari setiap keputusan yang telah dilakukan.4 c. Selanjutnya Hermawan Kertajaya dalam bukunya Grow With Character: The Model Marketing mengemukakan bahwa karakter adalah "ciri khas" yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah "asli" dan mengakar pada 1Departemen

Terapi Religius

Konflik dan tsunami dapat menyebabkan lingkungan menjadi rentan terhadap berbagai masalah sosial dan psikologi. Terutama anak-anak, sering menjadi korban dari keganasan konflik dan bencana alam seperti tsunami. Pengalaman itu terus terkenang dalam pikiran anak-anak yang dapat menjadi trauma. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kecemasan sosial dan memberikan terapi relaksasi religius sebagai intervensi mengatasi kecemasan sosial pada anak-anak. Subjek penelitian ini adalah anak-anak berumur 8 – 14 tahun yang merupakan anak yatim di pondok yatim Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) di Banda Aceh. Jumlah subjek sebanyak 46. Sebanyak 30 sebagai grup treatment dan 16 sebagai grup kontrol. Alat tes yang digunakan adalah Social Anxiety Scale for Children (SASC) dibuat oleh La Greca, Dandes, Wick, Shaw, & Stone, (1988). Alat tes diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian, menunjukkan kecemasan sosial pada anak-anak dengan tingkat sedang, kemudian analisa statistik, t test menunjukkan bahawa secara signifikan terapi relaksasi religius berhasil menurunkan tingkat kecemasan sosial dengan min yang lebih tinggi pada pretest (sebelum treatment) dibandingkan posttest (sesudah treatment). Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan kecemasan sosial berdasrkan jenis kelamin, status orang tua, dan penyebab kematian orang tua. Tetapi terdapat perbedaan signifikan berdasarkan asal tempat, kota mempunyai kecendrungan yang lebih tinggi mengalami kecemasan sosial dibandingkan anak-anak yang berasal dari desa. Keberhasilan terapi relaksasi religius, menurunkan tingkat kecemasan sosial pada anak-anak, merupakan pembenaran terhadap bentuk intervensi yang selama ini dilakukan oleh Pondok Yatim PKPU dengan berlandaskan agama. Selain itu kasih sayang dari guru-guru dan pengasuh pondok yatim sebagai pengganti orang tua dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada anak-anak.

Religiusitas

Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (inggris), religie (belanda), religio (latin), dan dien (arab).

Tingkat Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Survivor COVID-19

Psikoborneo: jurnal ilmu psikologi, 2022

This study aims to determine the correlation between the level of religiosity and the meaning of life in COVID-19 survivors. This research method uses a quantitative approach. The subjects of this study were 150 early adults who had tested positive fir COVID-19 in Samarinda City, selected using a purposive sampling technique. The data collection method use is the meaningfulness of life scale and religiosity scale. The data analysis technique used is the Product Moment correlation statistical test. The results showed that there was a correlation between the level of religiosity and the meaningfulness of life in COVID-19 survivors with an r-count value of 0.697 and p = 0.000 < 0.05. which indicated that there was a correlation with a positive direction. That is, the higher the religiosity, the higher the meaning of life, conversely if the lower the religiosity, the lower the meaningfulness of life for COVID-19 survivors.

Problem kehidupan agama

Kerukunan umat beragama dengan pemerintah merupakan bagian dari tri kerukunan umat beragama. Tanpa kerja sama dengan pemerintah sulit kerukunan beragama untuk tercipta.

Religiusitas dan Self Esteem

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2012 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN HARGA DIRI PADA MAHASISWA Telah disetujui Pada Tanggal ____________________ Dosen Pembimbing Utama (Drs. Sumedi P. Nugraha, Ph.D., Psikolog)

Penciptaan Budaya Religius

PENCIPTAAN BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH , 2015

Pemerintah telah menyediakan payung-payung hukum untuk mendukung pelaksanaan penciptaan budaya religius di sekolah. Maka tidak lagi ada keraguan bagi kita sebagai praktisi PAI untuk berperan aktif dalam memprogram, dan melaksanakannya. Penciptaan budaya religius di sekolah dapat dilaksanakan baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Penciptaan budaya religius di sekolah harus diperkuat, khususnya menghadapi isiu-isu pendangkalan akidah dan moral yang saat ini terasa sekali di tengaah-tengah masyarakat kita.

Religiusitas, Perilaku Prososial, Dan Kebahagiaan Pada Relawan

2023

* *) Penulis korespondensi Abstrak Relawan merupakan seseorang yang rela mengorbankan dirinya untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan tanpa mengharapkan imbalan. Kebahagiaan dapat dirasakan oleh relawan dengan memiliki sikap religiusitas dan menolong sesama atau disebut juga sebagai perilaku prososial. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh religiusitas dan perilaku prososial terhadap kebahagiaan pada relawan. Sampel partisipan pada penelitian ini adalah 105 orang relawan dalam bidang bencana alam, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan alam yang sudah menjadi relawan minimal selama satu tahun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner atau angket. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah religiusitas dan perilaku prososial mempengaruhi kebahagiaan. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa kebahagiaan dan perilaku prososial partisipan tergolong sangat tinggi, sedangkan religiusitas partisipan tergolong tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku prososial mempengaruhi kebahagiaan lebih besar dibandingkan dengan religiusitas.

Menuju Kapitalisme Religius ?

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2003

istem ekonomi adalah persoalan besar dalam ilmu ekonomi. Dan, sistem ekonomi adalah konsep besar yang menjadi fundamen, sebagai salah satu variabel sangat penting yang menentukan kinerja perekonomian. Ketika suatu negara dihadapkan pada pilihan untuk menentukan suatu bentuk sistem perekonomiannya, tawarannya ada dua. Memilih yang sudah ada atau memajukan alternatif yang baru. Sistem besar yang sudah ada adalah kapitalisme dan sosialisme. Sudah banyak uraian yang mencoba mengkritisi kedua sistem tersebut. Bahkan jalan keluar sebagai alternatif perimbangan dari dua sistem tersebut juga ditawarkan. Market Socialism, sebagai mixed system, adalah contohnya. Indonesia juga mengajukan sistem yang berusaha menjadi jalan tengah di antara kedua sistem tersebut. Sebutannya sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi Pancasila diajukan untuk menggantikan ekonomi terpimpin yang cenderung lebih sosialis. Sistem ekonomi terpimpin yang lebih sosialis tersebut dinilai gagal memberi momentum dan laju pembangunan yang diharapkan dan diperlukan. Bahkan menciptakan inflasi yang dahsyat, hingga 600%. Karenanya sistem ekonomi Pancasila diajukan sebagai jalan keluar. Sistem yang juga pada akhirnya kembali dipertanyakan. Momentum mempertanyakan kembali tersebut adalah krisis ekonomi yang terjadi belakangan. Sistem ekonomi Pancasila juga dinilai tidak tahan banting, malah pelaksanaan pembangunannya yang ikut memperparah krisis yang terjadi. Kritik yang bisa diajukan pada sistem ekonomi Pancasila adalah konsepnya yang kurang jelas. Lebih cenderung sebagai "sistem ekonomi bukan-bukan", karena memberikan pengertian bukan kapitalisme bukan etatisme. Tidak ini, tidak itu. Apa yang berkembang di Asia Tenggara selama ini, termasuk Indonesia, bisa dituding sebagai kapitalisme malu-malu. Atau ersatz capitalism, kalau menggunakan istilahnya Yoshihara Kanio. Mengatakan bukan kapitalisme, tapi kepemilikan pribadi sangat diagungagungkan, persaingan bebas pada akhirnya dibiarkan karena tuntutan liberalisasi, juga dibiarkannya korporasi yang main meraksasa dari penumpukan modal yang dilakukan tidak peduli secara bersih maupun rente. Dikatakan malu-malu atau inferior karena campur tangan pemerintah masih terlalu besar dan perkembangan teknologi yang dipunyai tidak memadai.