Makalah Gangguan Seksual (original) (raw)
Related papers
Makalah Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes, 2005; Kasper, 2005). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda lakilaki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%-80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan "screening" dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Da Ros, 2008).
Review Jurnal Disfungsi Seksual
ABSTRAK Kognitif skema seringkali berhubungan dengan permasalahan psikologis walaupun studi terkait dengan permasalahan seksual masih terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh skema maladaptif yang terbangun pada masa anak-anak terhadap fungsi seksual pada perempuan dan skema kognitif akan teraktivasi terkait dengan pengalaman seksual yang negatif. Penelitian ini melibatkan 228 perempuan yang terbagi dalam 167 perempuan tanpa permasalahan seksual (kelompok kontrol), 37 perempuan dengan keberfungsian seksual yang rendah (kelompok subklinis) dan 24 perempuan dengan disfungsi seksual (kelompok klinis). Pengukuran menggunakan laporan diri (self-reported measures): the Schema Questionnaire, the Questionnaire of Cognitive Schema Activation in Sexual Context, the Brief Symptom Inventory, the Beck Depression Inventory, dan the Female Sexual Function Index. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan disfungsi seksual lebih menunjukkan skema maladaptif yang terkait dengan domain ketidakmampuan dalam kemandirian dan performansi. Lebih spesifik terkait dengan skema tentang kegagalan (p<0.001, η 2 = 0.08), tergantung/tidak mampu (p< 0.05, η 2 = 0.03), dan rentan terhadap bahaya (p<0.05, η 2 =0.04). Selain itu, respon terhadap pengalaman seksual yang negatif, perempuan dengan disfungsi seksual menunjukkan skor ketidakmampuan yang lebih tinggi (p<0.001, η 2 = 0.16), tidak menghargai diri (p<0.01, η 2 =0.05), dan kesendirian (p<0.01,η 2 =0.05). Hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya bahwa terdapat perbedaan faktor kognitif antara perempuan dengan dan tanpa permasalahan seksual. Implikasi penelitian ini terkait dengan pengetahuan, asesmen dan penanganan disfungsi seksual pada perempuan. A. Pendahuluan Skema kognitif adalah struktur kognitif yang stabil yang berfungsi dalam memilah, mengkodekan, mengevaluasi lingkungan dan sebagai arah dalam pemrosesan informasi serta perilaku. Skema kognitif maladaptif pada masa awal (early maladaptive schemas/EMSs) didefinisikan sebagai berbagai tema kognitif yang cenderung stabil dan ekstrim yang dibangun sejak masa anak-anak dan berkembang selama rentang kehidupan dan mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti otonomi, ekspresi diri dan dorongan-dorongannya. Hal ini dapat mempengaruhi pula kesehatan psikologis dan seksual seseorang. Terdapat 5 domain dari struktur kognitif maladaptif : 1. Penolakan (the Disconnection and Rejection domain) yang merujuk pada harapan seseorang terhadap kebutuhan rasa aman, kestabilan, penerimaan dan penghargaan
Makalah Tindak Pidana Pornografi
Saat ini masyarakat telah marak memperbincangkan tentang pornografi yang sedang meraja lela di kalangan masyarakat beserta problematikanya. Dampak arus global pornografi tak urung merambah wilayah kita. Berapa waktu lalu "terdengar" berita, majalah mesum "Playboy" yang berkantor pusat di Amerika akan terbit dan beredar dalam "versi" Indonesia. Kenyatan ini cukup menggelisahkan, sehingga memicu gelombang protes di berbagai tempat. Protes masyarakat tersebut menegaskan, jenis kejahatan di bidang kesusilaan ini dipandang cukup serius untuk ditanggulangi. Sebenarnya upaya memberantas kejahatan kesusilaan ini sejak dahulu telah dilakukan. Terdapat pasal-pasal dalam KUHP yang melarang segala bentuk dan jenis pornografi, di samping itu terdapat pada peraturan perundangan lainnya, seperti UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 24 tahun 1997 tentang Penyiaran dan sebagainya. Upaya lain, saat kini sedang gencar-gencarnya dilakukan pembahasan RUU Antipornografi dan Pornoaksi di DPR, yang menuai pro-kontra. Dalam KUHP tindak pidana pornografi diatur pada Pasal 282 dan Pasal 283 KUHP untuk kejahatan. dalam Bab XIV buku II tentang, "Kesusilaan" dan Pasal 532 KUHP Bab VI buku III untuk pelanggaran. Terminologi kesusilaan mempunyai pengertian yang luas. Pasal 282, Pasal 283 dan Pasal 532 KUHP lebih
Naskah Skripsi Kekerasan Seksual
Skripsi Ilmu Administras Negara, 2022
Keadaan yang menempatkan perempuan pada kondisi kelas dua secara sosial sebagai pengaruh budaya patriarki dan anomali kebijakan negara Indonesia menjadikan perempuan rentan mengalami kasus kekerasan seksual dan adanya kebijakan terkait dengan perlindungan perempuan tidak serta merta menghapus praktik kekerasan seksual tersebut. Kegagalan peran negara dalam merespon masalah tersebut telah menjadikan Aliansi Peduli Perempuan (APPS) turut mengambil peran penanganan Kekerasan Seksual dengan pemanfaatan kapasitas modal sosial/Social Capital (Bounding, Bridging, Linking). Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) sebagai Community Governance setidaknya telah memberikan laporan penanganan pada 15 tahun terakhir di Kabupaten Sragen sejumlah 82 kasus pemerkosaan, 141 pencabulan dan persetubuhan, 432 KDRT, 17 penganiayaan dan 2 kasus pornografi, dimana mayoritas korban adalah Perempuan. Pada pergerakannya dalam melawan Kekerasan Seksual, Aliansi Peduli Perempuan (APPS) membagi kegiatan penanganannya melalui 2 jalur. Pertama, penanganan jalur litigasi hukum bagi korban secara probono. Kedua, terkait dengan penanganan jalur non litigasi yang meliputi pemberdayaan UMKM agar Perempuan (korban) tidak ketergantungan pada Laki-laki dan tersedia pula shelter bagi korban untuk melindungi, merehabilitasi serta mengamankan korban. Studi penelitian ini menekankan pada bagaimana Aliansi tersebut mengelola sumber daya komunitas yang ada untuk memberikan pelayanan dalam menangani masalah Kekerasan Seksual yang ada di Kabupaten Sragen yang belum disediakan oleh otoritas daerah setempat. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumenter sebagai pendukung penelitian. Metode Studi fenomenologi dipilih dengan tujuan mengkaji secara mendalam sejauh mana pengalaman stakeholder dalam Community Governance yang didukung oleh proses keterlibatan sosial yang tepat dapat menangani kasus Kekerasan Seksual secara intensif dan berkelanjutan. Penelitian menunjukkan terdapat kendala dalam pemanfaatan modal sosial terutama pada komponen Bounding yang belum ada upaya Re-generasi Kepemimpinan, Kaderisasi Kepengurusan dan ketidaksesuaian pembagian job desk dengan kinerja di lapangan. Pada komponen Bridging dan Linking pula dalam pengelolaan sumber finansial (CSR dan Bantuan Sosial) yang tidak dilakukan secara progresif dan tidak berkesinambungan. Keywords: Kekerasan Seksual, Community Governance, Modal Sosial
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
limpahan karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai permasalahan sosial tentang " LGBT", penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata pelajaran Sosiologi Politik.