FENOMENA BUDAYA SUNGKEM MASYARAKAT JAWA DALAM (original) (raw)

PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SESEORANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki ciri khas tertentu yang membedakan dari negara lain. Keanekaragaman suku dan budaya yang ada di Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia (Mulyana D. &., 2006). Fong berpendapat bahwa identitas budaya merupakan konstruksi sosial yang diidentitaskan komunikasi dari sistem perilaku simbolik verbal dan non verbal yang memiliki arti dan yang dibandingkan antara anggota kelompok yang memiliki rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa dan norma-norma yang sama (Wafda, 2014). Wafda (2014) juga menambahkan, orang Jawa selalu bergaul ditengah masyarakat dengan menerapkan etika (sopan-santun atau tata krama). Penerapan etika ini dapat disaksikan melalui tradisi ujung pada saat hari lebaran, dimana orang-orang muda datang kepada para sesepuh untuk melakukan sungkeman. Selain itu, orang Jawa selalu mengucapkan kata permisi saat melewati orang-orang yang tengah duduk berkumpul atau makan bertamu pada seseorang. Etika dalam kehidupan orang Jawa pula ditunjukkan melalui tutur kata atau sikapnya yang terkesan halus dan merendah. Dari banyaknya kebudayaan Jawa, salah satu budaya Jawa yang hingga saat ini masih teraplikasikan adalah fenomena sungkeman, Dikutip dari Ellissa R. Sinaga (2011), sungkeman memiliki pengertian sebuah sikap hormat dalam posisi berjongkok atau menundukkan kepala dan menghaturkan sembah, maaf, doa, maupun restu kepada orangtua atau orang yang dituakan. (Sinaga, 2011). Sungkeman sebagai bentuk rasa hormat kepada orangtua, menurut Dyah N. Khafifah (2013) juga memiliki manfaat memberikan ketenangan kepada pelaku dan keterkaitan batin dengan orangtua nya. Seorang doktor psikologi dari Harvard, GW Allport juga mendefinisikan kepribadian sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum. (Marlinah, 2011). Dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih