BELAJAR MENIPU DIRI : Sebuah Pembacaan Retorik atas 1 Yohanes 1:1=10 (original) (raw)
Related papers
Yesus sebagai Tuhan, berhak menerima janji Tuhan, termasuk didalamnya janji untuk hidup dalam kelimpahan…(Amin…!!!). Namun kadang kita sebagai orang percaya tidak mengerti apa yang Tuhan Yesus maksud dengan "kelimpahan" yang Tuhan janjikan, sehingga orang-orang percaya sibuk dengan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu kita pusingkan. Ironisnya lagi secara tidak sadar orang-orang percaya tidak hidup lagi dalam jalur kerajaan Allah di mana Tuhan Yesus berdaulat penuh dalam hidup kita, tetapi justru sebaliknya…kita menjadikan Tuhan sebagai alat untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kajian Biblika Terhadap Teks 1 Korintus 10:6-10
JURNAL LUXNOS
This research is about biblical study of the text of 1 Corinthians 10:6-10. Where this research seeks to find out what meaning is contained in the text or passage. By using an approach approach, especially library research, the following results and conclusions are obtained. In sections 10:1-10 Key as clues referring to the stories in the Book of Exodus (cloud, sea, manna, golden calf), through the LXX. While the stories that refer to the book of Numbers (rocks, Baal Peor, snakes, murmurs in the punishment of the children of Korah) come from the Judaism tradition. It is possible that when Paul wrote his letter, he only had one copy of the LXX version of the Book of Exodus, but for Numbers he would have to rethink his studies first.
Hidup Berkelimpahan Dalam Perspektif Yohanes 10:10b
Journal Kerusso
The abundant life in John 10:10b is understood in various ways. Prosperity theology adherents understand the abundant life which is the purpose of Christ's first coming into this world in a different way than others. The group understands that the 'abundance' (περισσὸν) in this text is material (worldly) abundance that Christ brings to every believer. Therefore there is an assumption that every believer should live with material abundance. Conversely, a believer whose life is materially poor will be considered to lack faith or sin which results in God not blessing him with material abundance. The methodology used in this study is the literature study method using exegesis principles based on Biblical hermeneutic laws. In-depth exegesis studies, based on textual, contextual, grammatical, structural, historical, literary, exegetical, and theological studies show that 'abundance' in the text is not an object (something) that believers get, but a description of how t...
Mengikut Yesus : Menyangkal Diri dan Memikul Salib
Tidak ada orang normal mana pun di atas dunia ini yang ingin hidupnya menderita. Semua orang, sejak dulu hingga saat ini tentunya ingin menjalani kehidupan yang baik, lancar, dan tidak harus menderita. Bahkan anggapan umum dalam kehidupan kita hampir selalu melihat penderitaan atau kesusahan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, sesuatu yang harus dihindari, dan sedapat mungkin tidak dialami sepanjang hidup. Kalau bisa "muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk sorga …". Dalam Matius 16:21-28, ketika Yesus mengatakan bahwa Ia harus menghadapi berbagai macam penderitaan, bahkan siksaan, dan kematian yang mengerikan dengan cara dibunuh, Petrus kelihatannya tidak siap. Ia pun mengatakan kepada Yesus, "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Bukan hanya Petrus tidak rela Gurunya, Mesiasnya, Tuhannya disiksa dan dibunuh, tapi juga kelihatannya ia tidak siap untuk ikut menderita bersama dengan penderitaan Gurunya itu. Dan itu terbukti dalam rentetan peristiwa penangkapan dan penyaliban Yesus, di mana Petrus menyangkal pengenalannya akan Kristus. *** Mari kita melihat apa jawaban Yesus kepada Petrus. Pada ayat yang ke-23, dengan keras dan tegas, Yesus mengatakan kepada Petrus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Nah lho … Apa yang kira-kira kita rasakan kalau kita saat itu berada pada posisi Petrus? Dimarahi, bahkan ditengking oleh Yesus, "Enyahlah Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, …" Wheeelhadalah ... aku mendoakan jangan sampai hal yang buruk terjadi, kok malah dianggap Iblis. Kira-kira apa yang akan kita rasakan? Kecewa? Sakit hati? Mutung? Atau langsung kabur … Nggak mau lagi ikut Yesus? Nah, mengapa Yesus sampai mengatakan hal sekeras itu? Mari kita simak lebih lengkap apa yang Yesus katakan, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." … Ooh, ternyata, saat Petrus mengatakan, "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.", itu menunjukkan bahwa Petrus hanya memikirkan apa yang diinginkannya, bukan apa yang Allah inginkan. Ia hanya merindukan apa yang dirinya rindukan, bukan apa yang Allah Sang Bapa rindukan. Dan itu menunjukkan bahwa Petrus tidak siap menderita bagi Yesus.
Artikel, Makalah, Tafsiran, 2023
Interpretasi Alkitab adalah suatu proses dalam mencari pemahaman yang tepat dan benar tentang pesan dan ajaran Alkitab. Interpretasi Alkitab bertujuan untuk memahami arti yang terkandung dalam teks Alkitab, termasuk makna historis, budaya, dan teologis dari teks tersebut. Dalam Penulisan kali ini, saya mencoba menyajikan dalam bentuk yang sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh anda. Semoga Interpretasi Kitab 1 Yohanes ini bisa membantu anda dalam proses pembelajaran alkitab... Godbless You all, Amin.
Memahami Identitas Diri dalam Kristus Menurut Efesus 2:1-10
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani
The character has been the main thing of someone succeeds in his life actualization. One who has an excellent intelligent could gain success if only he has good character. Character disorder has attacked anybody, from children, teenager, and adult that bring out various disorder and harmful behaviors. It is caused by unknowing, denying and the missapplicationing of the self-identity. A teenager who is used to be the self-identity explorer is the susceptible group of neither disorder character nor identity. Being a Christian teenager isn’t good enough without having a clear understanding of his self-identity as a follower of Christ. Due to the understanding of that self-identity, the Christian teenager could have good character by reflecting Christ through all of his life.AbstrakKarakter menjadi titik penentu keberhasilan seseorang dalam pengaktualisasian kehidupannya. Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi pun hanya dapat berhasil jika memiliki karakter yang berk...
PELAYANAN PENYEBARAN INJIL BERDASARKAN 2 KORINTUS 6:1-10
Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu, 2016
This 2nd Corinthian letter, written by the Apostle Paul, was addressed to the Corinthians. This letter is intended for the purpose, so that in conveying the gospel has the correct method so that the gospel can be accepted. The duty of believers is to convey the gospel / good news to everyone who does not know Christ. In writing this article we will explore how the Apostle Paul's perspective on the ministry of spreading the gospel based on 2 Corinthians 6: 1-10. Therefore through this writing, we will again remind and refresh believers about the importance of the ministry of spreading the gospel.
Surat 1 Petrus Dan Misi: Sebuah Perspektif
Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa surat 1 Petrus adalah sebuah tulisan yang bermotif misi dan ditulis dengan kesadaran misi yang tinggi. Sekalipun surat ini tidak memuat dua kata paling signifikan yang berkaitan dengan misi, yakni ekklesia dan euangelizethai--yang menyebabkan banyak orang meng-klaim jika kitab ini tidak memiliki motif misi sama sekali, 1 Petrus merupakan gudang data tentang misi yang memberikan perspektif yang luas tentang misi. Dalam surat ini misi dikaitkan dengan identitas orang Kristen. Artinya menjadi Kristen berarti memanggul misi di pundaknya. Di samping itu misi juga dikaitkan dengan penderitaan, bukan dalam pengertian misi menghasilkan penderitaan melainkan melalui penderitaan misi tetap dapat dilakukan. Melalui surat ini juga dapat dilihat bahwa misi dapat dilakukan dengan cara, yaitu melalui pelayanan, perbuatan dan perkataan. Melalui penelitian yang intensif terhadap surat 1 Petrus, artikel ini akhirnya menyarankan sebuah redefinisi yang berk...
Analisis Idiomatis dan Filosofis Terhadap Frasa Amnos Tou Theou dalam Injil Yohanes 1:29
Huperetes, 2023
Teologi pendamaian dalam doktrin soteriologi sering dipahami secara konseptual. Pemahaman tersebut hanya tidak mampu memberikan makna teologis yang lebih mendalam terhadap keyakinan Kristen. Dampaknya, orang Kristen memahami tentang konsep pendamaian melalui Kristus, tetapi tidak mampu memahami secara mendalam sehingga mampu diterapkan dalam perilaku beragama mereka. Frasa "ho amnos tou theou" memiliki makna yang mendalam dalam mengonstruksi teologi pendamaian. Namun, frasa tersebut sering kali dikaji secara gramatika guna membangun konsep teologis yang menekankan pada unsur dogmatis. Penelitian ini mendeskripsikan konstruksi teologi pendamaian dengan menganalisis idiom "ho amnos tou theou" dengan penyelidikan unsur gramatika dan penyelidikan filosofis. Hasilnya, frasa tersebut tidak hanya sekadar memberikan makna kristologis, tetapi memberikan makna filosofis dan praktis. Orang Kristen yang memahami idiom tersebut akan menghormati upaya pendamaian yang dikerjakan Allah melalui prosesi penebusan Kristus serta mewujudkan kehidupan damai dengan sesama sebagai cerminan kehidupan damai di kekekalan. Kata-kata kunci: Anak Domba, Injil Yohanes, kristologi, soteriologi, teologi pendamian Abstract: Reconciliation theology in soteriological doctrine is often understood conceptually, which fails to provide a deeper theological significance to Christian beliefs. As a result, Christians comprehend the concept of atonement through Christ but lack a profound understanding that can be applied to their religious behavior. The phrase "ho amnos tou theou" holds profound meaning in constructing atonement theology. However, this phrase is often grammatically examined to establish a theological concept that emphasizes dogmatic elements. This study describes the construction of atonement theology by analyzing the idiom "ho amnos tou theou" through grammatical and philosophical investigations. The findings reveal that the phrase not only provides Christological meaning but also imparts philosophical and practical significance. Christians who understand this idiom will respect God's reconciliatory work through the redemptive process of Christ and embody a peaceful life with others as a reflection of eternal peace.