"Penyertaan Tuhan Berdasarkan Naratif Kisah Yusuf Kejadian 37-50 " (Teologi Perjanjian Lama) (original) (raw)

Refleksi Teologis Kisah Pergumulan Yakub dan Allah dari Bingkai Kaum Pentakostal

TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen

Life is a long process and requires people who live it to keep moving forward. Jacob's life story is a life story that has experienced many ups and downs in it, but near the end of his life, Jacob even had the opportunity to meet and meet the Pharaoh, the ruler of the world at that time. Suspected turning point in Jacob's life that continues to shine into old age is a moment that tells of him struggling with God which is described very nicely in Genesis 32:22-32. This study intends to frame the story of the struggle of Jacob and God in the understanding of the Pentecostals. By using the description and literature review, it is hoped that it will be able to provide a strong and clear picture regarding the review of important events in Jacob's life, the story of the struggle of Jacob and God, as well as the understanding of the Pentecostals in interpreting this story. It is concluded that in Pentecostal understanding the story of the struggle of Jacob and God is interpreted as the importance of personal experience with God, sincerity of heart, learning to see oneself from God's point of view, and answers to prayer.

Teologi Perjanjian Baru: Allah yang Mencari berdasarkan Kitab Lukas

Kerajaan Allah sangat menarik untuk dipelajari keseluruhan dimensinya. Salah satu dimensi Kerajaan Allah adalah Allah yang memerintah Kerajaan itu. Allah yang memerintah Kerajaan Surga itu adalah Allah yang mencari. Bagaimana dimensi Kerajaan Allah ini, di dalamnya adalah Allah yang mencari, dapat dibawa ke dalam dunia dan dimengerti oleh manusia. Apakah pemahaman yang dibawakan oleh Yesus akan dimengerti oleh orang-orang pada zaman itu?

Refleksi Teologis Tentang Mengampuni Berdasarkan Kisah Yusuf dari Kejadian 50:15-21 dan Implementasinya terhadap Keharmonisan Keluarga bagi Warga Gereja

Mengampuni merupakan bagian dari karakter yang dimiliki setiap orang. Tetapi tidak semua orang bisa melakukannya, hanya saja tergantung pada pribadi masing-masing orang sebab kita tidak dapat mengetahui pribadi setiap orang yang memiliki sifat seperti apa, karena ada yang mudah mengampuni kesalahan ada juga yang sulit memberikan pengampunan. Jadi ketika kita berbicara mengenai pengampunan kita juga berbicara mengenai karakter yang dimiliki oleh setiap orang pada dirinya. Kemudian dapat kita pahami bahwa karakter adalah sifat yang selalu dikagumi oleh setiap orang sebagai tanda kebaikan yang telah dilakukan. Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin Character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kewajiban, budi pekerti, kepribadian dan ahklak. Orang yang berkarakter baik merupakan seorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara. Dengan mengopimalkan setiap potensi (Pengetahuan) yang ada pada dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya. Nah, salah satu sikap dari karakter yang dimiliki oleh seseorang adalah mengampuni seperti Kisah seorang tokoh dalam Alkitab Perjanjian Lama secara khusus di Kitab Kejadian yang bernama Yusuf, yang telah kita ketahui dari ceritanya bahwa Yusuf ini telah di benci oleh saudara-saudaranya karena iri hati padanya bahkan telah di jual oleh saudara-saudaranya pada saat itu namun pada akhirnya ketika saudara-saudaranya ini menyesal atas perbuatannya ia masih membukakan pintu maaf atau pengampunan pada Saudaranya meskipun sudah disakiti. Oleh sebab itu, bagi kita sebagai umat manusia dapat meneladani sikap atau karakter yang dimiliki oleh Yusuf ini. Sebab, ketika kita melihat dalam kehidupan keluarga setiap warga gereja banyak orang yang tidak mau memberikan pengampunan kepada saudaranya di sebabkan karena kebencian, iri hati maka tidak ada lagi keharmonisan dalam keluarga. Dan itu masih banyak yang terjadi dalam kehidupan warga Gereja pada masa ini. Sehingga melalui ini kita dapat merenungkan kembali mengenai apa yang harus dilakukan sebagai para teolog untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

KONSEP PERJANJIAN BARU BERDASARKAN YEREMIA 31:1-40 DAN IMPLEMENTASINYA BAGI ORANG PERCAYA MASA KINI

YAMINUS YIKWA, 2020

Konsep perjanjian baru merupakan kontribusi paling penting dari kitab Yeremia terhadap pemikiran alkitabiah. Sehingga seorang penafsir Huey menyebutnya “Mungkin yang paling terkenal dan tentu saja salah satu bagian terpenting dalam Kitab Yeremia, adalah pengumuman perjanjian baru ini, “Dispensasi Ilahi yang baru dalam hal penggunaan baru dan lebih dalam dari pengajaran Ilahi (Torah) yang telah menjadikan perikop ini sentral bagi Alkitab Kristen dan memberi nama pada Perjanjian Baru.” “Ini adalah pertama dan satu-satunya saat Perjanjian Lama secara khusus berbicara tentang “new covenant/Perjanjian Baru” walaupun kenyataan dari perjanji itu tersirat dalam banyak PL (Lihat Yes. 42: 6; 55: 3, 59: 21; Yeh 34: 25; 36: 24- 28; 37: 26; Ho 2: 18-22)” “Hubungan perjanjian baru ini tidak akan “dangkal” dan tunduk pada orang-orang tetapi “sangat tertanam dalam batin dan hati” dan bertahan selamanya” dikutip dari ( D. Kidner, Pengepungan Yeremia. Montfort Street, 1996 ) 110.”

Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qurʼan

ARABIYAT: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, 2014

The Holy Quran contains the faith, worship, Islamic morals, history, promises and threats, and information about Hereafter (eschatology). The narrative style of the Quran is less systematic and intact except the narration of the Prophet Yusuf (Surah Yusuf [12]: 1-111). This paper narrates the verses of the Quran about Prophet Isa's life since his birth, prophetness, until death. The aim is to reconstruct narrative discourse of Prophet Isa's life as a systematical text. The method used is content analysis through verses related analysis in order to classify the meaning and connect the verses with other verses into a systematize form, a uni ied narrative and chronological discourse.

TUHAN MENURUT TUHAN: Narasi Ilahiyah dalam Hadis Qudsī

Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis, 2018

Artikel ini bertujuan menyusun narasi yang tentang Tuhan dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya dengan menggunakan sumber hadis qudsī. Seperti diketahui bahwa satu hadis saja, termasuk hadis qudsī, ketika disampaikan membutuhkan keterangan perawian yang panjang lebar. Sementara ini pesan dalam sebuah hadis sangat singkat saja. Hal ini kurang berguna bagi pembaca umum yang bukan bertugas menganalisa hadis. Untuk itu tulisan ini dibuat dengan mengambil inti pesan dalam hadis qudsī tentang ketuhanan dan hal-hal yang berkaitan. Hadis qudsī menjadi pilihan penulis karena umumnya referensi tentang agama dan ketuhanan jarang merujuk hadis qudsī. Pulis menunjukkan bahwa gambaran Tuhan tentang diri-Nya dalam hadis qudsī berbeda dengan gambaran yang umumnya ditemukan di dalam Alquran dan Hadis. Tuhan dalam hadis qudsī tampak sangat dekat, sangat pemurah dan jauh dari citra negatif seperti pemarah dan pengazab. Hubungan Tuhan dengan manusia dalam hadis qudsī lebih identik dengan hubungan cinta ...

Konsep Teologis Perjanjian Lama Tentang Kasih dan Keadilan (Pengalaman Iman Rut)

Areopagus : Jurnal Pendidikan Dan Teologi Kristen

Kasih dan keadilan merupakan dua kata yang selalu berdampingan dalam kehidupan ini. Sejak zaman Penciptaan manusia, kasih dan keadilan selalu melekat dalam hidup manusia. Dalam konsep PL kasih dan keadilan dinyatakan dalam perjalanan bangsa Israel, dimulai dari keluarnya dari perbudakan di Mesir, hingga pada akhirnya sampai di tanah yang telah dijanjikan Allah kepada umat Israel, yakni tanah Kanaan. Bagaimana Allah menuntun umat Israel dengan penuh kesabaran, meski bangsa itu bersungut-sungut, namun Allah tetap kasih. Kasih itu juga dinyatakan dalam diri Rut, yang merupakan perempuan janda di luar daripada bangsa Israel. Hal ini menandakan Allah adil bagi semua bangsa. Bukan hanya umat Israel yang dikasihi-Nya, juga umat diluar Israel yang percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat hidupnya. Metode Penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan data-data kepustakaan seperti buku-buku, jurnal-jurnal, dan sumber lainnya yang relevan.

PRA-EKSISTENSI YESUS BERDASARKAN BUKTI-BUKTI DALAM INJIL YOHANES

DIDACHE, 2019

Abstraksi: This paper discusses the pre-existence of Jesus based on some evidences in the Gospel of John. This subject discusses two things, namely: the divinity of Jesus and rejects views that do not approve of Jesus' pre-existence. In this paper uses a qualitative approach with the method of exegesis of several texts or passages in the Gospel of John. And based on some evidence from the Gospel of John, all of them confirm the pre-existence of Jesus. Where He was even before the world was created. PENGANTAR Topik tentang pra-eksistensi Yesus merupakan topik yang krusial bagi setiap orang Kristen. Oleh karena topik ini langsung menyinggung inti iman Kristen, yakni keberadaan Yesus sebelum inkarnasi-Nya. Dengan kata lain, pra-eksistensi Yesus bisa juga dipahami sebagai pra-inkarnasi Yesus. Topik ini merupakan salah satu fondasi inti bagi iman Kristen. Itulah sebabnya ketika keliru dalam memahaminya, maka akan sangat berbahaya. Karena dapat mendistorsi seluruh ajaran yang lain, khususnya yang memiliki hubungan langsung atau masih berada dalam ranah kristologi. Oleh karena kristologi yang alkitabiah harusnya diawali dengan sebuah konsep yang benar tentang pra-eksistensi atau kekekalannya. Topik tentang pra-eksistensi Yesus 1 memiliki kaitan yang erat dengan doktrin trinitas dan doktrin keilahian Yesus (baca: Kristologi). Meskipun secara spesifik, topik ini memuat dua fakta yang krusial yang perlu klarifikasi tuntas dalam kaitannya dengan pra-eksistensi Yesus, yakni: (1) fakta yang berhubungan dengan pra-inkarnasi berdasarkan bukti-bukti Alkitab (dalam tulisan ini spesifik kepada PB); dan (2) fakta yang berhubungan dengan kekekalan-Nya. Dengan demikian, secara sederhana topik pra-eksistensi Yesus bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan skeptis tentang keilahian (kekekalan) Yesus. Apakah Yesus benar-benar adalah Anak Allah? Apakah Dia benar pribadi kedua dalam Allah Tritunggal? Ataukah Yesus hanyalah manusia yang memiliki moral dan keteladanan yang patut dicontoh? Dengan kata lain, Yesus bukan Allah? Tulisan ini akan menjawab dan memberikan klarifikasi berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari Injil Yohanes. 1 Seiring berkembangnya waktu, para teolog kembali mulai mempertanyakan akan kebenaran dari pengajaran ini. Banyak pendapat yang mulai dikemukakan oleh para theolog mengenai pra-eksistensi Kristus. Salah satunya seperti, ideal preexistence. Pengajaran ini berkata bahwa Kristus memiliki eksistensi di dalam pikiran Tuhan sebelum inkarnasi, namun tidak benar-benar ada sebagai sebuah entitas. Pandangan ini mengklaim bahwa tidak ada satu waktu pun ketika Kristus tidak berada dalam rencana Bapa. Kristus sama tuanya dengan rencana keselamatan Tuhan: yaitu rencana-Nya yang menyatakan kemenangan-Nya atas kematian dan direncanakan sejak dalam kekekalan sebagai bagian dari kehendak Tuhan yang agung. Sepertinya hal ini kelihatan benar, tetapi jika demikian apa bedanya dengan engkau dan saya. Kita juga sudah berada dalam rencana Bapa sejak kekekalan. Banyak lagi interpretasi mengenai pra-eksistensi Kristus yang berkembang mulai abad-abad terakhir. Hal ini sangat disebabkan oleh worldview kita. (Sumber: http://www.buletinpillar.org/artikel/paul-s-writing-on-preexistence-of-christ//03/03/2019//)

Allah Menurut Konsep Buku Ayub

Tumou Tou, 2015

Pemahaman orang Kristen dewasa ini selalu disodorkan dengan konsep, siapa berbuat baik pasti diberkati. Siapa yang berbuat jahat pasti akan menerima kutuk. Pemahaman seperti ini juga menjadi konsep yang membingkai Allah dalam potret moralitas manusiawi. Berita kitab suci dalam Buku Ayub bergumul untuk memecahkan konsep Allah yang demikian. Apa, mengapa dan bagaimana rekonstruksi konsep Allah yang di konstruksikan dalam buku Ayub? Inilah yang menjadi sasaran dari penulisan ini. Saya menggunakan Metode Kualitatif dengan pendekatan Penelitian Kepustakaan (Library Research) untuk tulisan ini. Pergumulan penderitaan Ayub, sebagimana yang dibahasakan oleh para penulis mengemukakan bukti-bukti dalam kehidupan manusia yang ternyata tidak sejalan dengan konsep tentang Allah tersebut. Ada orang yang berbuat baik harus menderita, ada orang yang berbuat jahat tapi tidak mendapat hukuman Allah sebaliknya panjang umur, sehat dan masih melihat keturunannya. Ada juga orang yang menjadi kaya dari hasil ketidakadilan terhadap orang lain. Ada orang yang berbuat baik tapi mati di usia muda atau sakit atau miskin atau tidak punya keturunan. Itulah sebabnya Ayub lebih ingin mati daripada hidup. Pertanyaan-pertanyaan pergumulan tersebut tidak mendapat jawaban sebab dibahasakan kemudian oleh penulis bahwa Allah menantang Ayub dari dalam badai dan mejelaskan tentang Allah Pencipta, yang mengasihi dan memelihara ciptaan-Nya dalam keteraturan, baik ataupun buruk. Di sinilah konsep yang lama tentang Allah sebagai pemberi berkat dan hukuman berdasarkan perbuatan manusia dibaharui menjadi Allah yang jauh melampaui pikiran manusia. Ia adalah Allah Pencipta yang penuh kuasa dan kasih. Kuasa dan kasih Allah terkadang sulit dipahami oleh manusia. Membingkai Allah dalam pemikiran manusia yang begitu terbatas justru membuat manusia menjadi tidak bebas untuk menjalani dan mengalami hidup itu sendiri. Oleh sebab itu pada pasal 42 (perh. 42:3, 5-6) Ayub menyesal dan bertobat.