Studi Komparasi Peraturan Daerah Cendana DI Provinsi NTT (original) (raw)

ASPEK HUKUM CENDANA DAN PERILAKU MASYARAKAT NTT

Cendana sebagai komoditi bernilai ekonomi tinggi yang persebaran alaminya terdapat di Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan kebanggaan masyarakat setempat. Nilai ekonomi tanaman cendana terdapat pada kayu gubal, teras, serbuk dan ampas serta minyak cendana. Kayu cendana digunakan untuk kerajinan dan minyak cendana untuk obat-obatan dan kosmetik. Dampak dari nilai ekonomi yang tinggi adalah sering terjadinya penebangan secara liar (tidak terkontrol), sehingga kehidupannya semakin terancam. Penebangan yang tidak terkendali ini tidak memperdulikan aturan-aturan yang berlaku baik dari segi tertib hukum maupun dari segi konservasi seperti ukuran lingkar batang, umur tanaman dan intensitas penebangan. Dilihat dari umur cendana yang berkualitas bagus dapat ditebang pada umur berkisar 40-50 tahun. Walaupun cendana cukup berpotensi karena harga jual yang cukup menjanjikan tetapi tidak membuat kesejahteraan hidup masyarakat meningkat. Hal ini karena monopoli pemerintah terus berlanjut bagi tanaman cendana yang tumbuh di pekarangan maupun lahan lainnya milik masyarakat; sehingga terjadi masalah yang cukup serius mengenai cendana ini bila dilihat dari segi ekonomi, ekologi serta perilaku masyarakat. Selanjutnya bagaimana hukum pengelolaan cendana dan bagaimana perilaku masyarakatnya dengan berlakunya ketentuan hukum tentang cendana di NTT. Dibutuhkan tertib hukum yang menyangkut aspek yuridis seperti hak dan kewajiban, kedudukan hukum, peran serta masyarakat serta kepatuhan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa pemerintah sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pengelolaan cendana di NTT belum mengadopsi azas-azas hukum umum pengelolaan sumber daya alam hayati (SDAH) yang berlaku di Indonesia. Adanya pengaturan hukum yang memberikan hak mengelola cendana kepada Pemerintah Daerah mengakibatkan penyimpangan yang lebih merugikan cendana dan habitatnya di NTT. Sosialisasi hukum lingkungan dan peraturan lingkungan lainnya perlu segera disosialisasikan kepada seluruh masyarakat NTT.

. PERANAN CENDANA DALAM PEREKONOMIAN NTT

Berbagai stigma diberikan untuk cendana (Santalum album L.) berhubungan dengan status dan perlakuan terhadap komoditi tersebut, seperti kayu setan (hau nitu), kayu perkara (hau lasi) dan kayu pemerintah (hau plenat). Penghitungan terhadap produksi cendana dalam kurun waktu 28 tahun cukup fluktuatif, dengan rataan sebesar 606.000 kg per tahun. Sementara nilai jualnya bervariasi, tergantung dari klasifikasi kayu, yaitu antara Rp. 1.000 (untuk gubal) hingga Rp. 118.000 (untuk kelas A). Perdagangan tersebut telah memberikan kontribusi kepada PAD (Pendapatan Asli Daerah) NTT dalam kurun waktu 8 tahun (1990)(1991)(1992)(1993)(1994)(1995)(1996)(1997)(1998) dengan rataan sebesar Rp. 4.071.000.000 setiap tahun. Mengingat perdagangan cendana memiliki nilai ekonomi, baik bagi Pemerintah Daerah, masyarakat maupun industri/pedagang cendana, maka diperlukan pokok-pokok pikiran strategis bagi pengembangan dan pengelolaan cendana di masa mendatang.

Peranan Cendana Dalam Perekonomian NTT: Dulu Dan Kini

2001

Berbagai stigma diberikan untuk cendana (Santalum album L.) berhubungan dengan status dan perlakuan terhadap komoditi tersebut, seperti kayu setan (hau nitu), kayu perkara (hau lasi) dan kayu pemerintah (hau plenat). Penghitungan terhadap produksi cendana dalam kurun waktu 28 tahun (1969-1997) cukup fluktuatif, dengan rataan sebesar 606.000 kg per tahun. Sementara nilai jualnya bervariasi, tergantung dari klasifikasi kayu, yaitu antara Rp. 1.000 (untuk gubal) hingga Rp. 118.000 (untuk kelas A). Perdagangan tersebut telah memberikan kontribusi kepada PAD (Pendapatan Asli Daerah) NTT dalam kurun waktu 8 tahun (1990-1998) dengan rataan sebesar Rp. 4.071.000.000 setiap tahun. Mengingat perdagangan cendana memiliki nilai ekonomi, baik bagi Pemerintah Daerah, masyarakat maupun industri/pedagang cendana, maka diperlukan pokok-pokok pikiran strategis bagi pengembangan dan pengelolaan cendana di masa mendatang.

ASAS KETERBUKAAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Study Kasus di Kabupaten Lombok Tengah)

Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 2018

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 juncto UU Nomor 12 Tahun 2011, asyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah yang demokratis dapat dikaji dari dua aspek, yakni aspek tatanan proses dan substansi. Penelitian ini dalam rangka mengetahui dan menganalisis penerapan asas keterbukaan, mekanisme partisipasi masyarakat, dan kendala dalam pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Lombok Tengah. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan, sosio-legal, konseptual dan komparatif. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yaitu teknik studi dokumentasi dan wawancara (interview) dengan responden yang terbatas. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis yang mendasar pada dokumen atau data untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, kead...

SASTRA NTT: REFLEKSI PERGULATAN DAERAH

Jika ditinjau dari sudut produksi sastra, di Indonesia terdapat paling kurang dua gerakan ‗sastra daerah' yang sama-sama tidak puas dengan Jakarta sebagai pusat kesusastraan dan kesenian. 1 Pertama, Gerakan Sastra Pedalaman yang bertujuan menciptakan karya-karya yang tidak didikte oleh standar-standar ibu kota. Gerakan yang dimotori oleh Kusprianto Namma ini berbasis di Jawa Tengah dan berkembang di pelosok-pelosok Jawa, Bali, dan Sumatra. Setiap daerah membangun format dan strategi yang berbeda-beda dalam mengungkapkan estetika lokal yang khas. Will Derks 2 menilai fenomena Sastra Pedalaman tahun 1990-an itu sebagai sebuah pemberontakan atau perlawanan sastrawan lokal terhadap kaum elit budaya Indonesia yang tinggal di Jakarta. Kaum elit budaya di Jakarta dicurigai menguasai media massa dan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingannya sendiri sambil mengabaikan sastrawan di luar ibu kota sebagai pusat. Derks mengutip pernyataan Kusprianto Namma pada nomor perdana Jurnal Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP) yang terbit di Ngawi, Jawa Timur awal 1994, -Arogan! Saya menyebutnya begitu. Jakarta, elit nasional, dan pers sangat arogan. Sama sekali tidak memberi penghargaan sedikit pun terhadap aktivitas sastrawan daerah yang terus menggemutuh (sic.).‖ Gerakan Revitalisasi Sastra Pedalaman menolak sentralisasi dan ingin menunjukkan bahwa media massa yang dikuasai oleh Jakarta bukan satu-satunya sarana untuk menyebarkan karya sastra seseorang. Para pengarang daerah tidak perlu lagi merasa bahwa mereka harus hijrah dan menetap di Jakarta demi memperoleh akses ke penerbit dan media dalam perjalanan panjang mereka untuk menjadi warga sastra nasional. Kedua, Gerakan Sastra Kepulauan yang bertujuan mengembalikan nilai penting maritim dalam imaginasi bangsa tentang tanah air. Laut dan kelautan, seperti diungkapkan oleh Ignas Kleden, 3 adalah suatu pola pikir, suatu cara memandang dunia, suatu Weltanschauung, propinsi kepulauan ini telah lahir sastrawan-sastrawan besar Indonesia seperti Gerson Poyk, Yulius Siyaramual, dan Umbu Landu Paranggi serta kritikus sastra terkemuka seperti Ignas Kleden dan Dami N. Toda. Pada lapisan generasi yang lebih muda, muncul begitu banyak nama-4 Lihat epilog -Wasiat Kemuhar Pion Ratulolly: Dari NTT untuk Indonesia‖ dalam Kumpulan Cerpen Wasiat Kemuhar: Cerita-cerita dari Timur Indonesia karya Pion Ratulolly. Malang: Mozaik Books (2011).

Pelaksanaan Regulasi Penyiaran di Daerah, Studi Di Sepuluh Provinsi

Jurnal Kajian Jurnalisme

Democratization of broadcasting that is characterized by the diversity of ownership and diversity of content is the aspiration that stated in Law 32/2002 on Broadcasting. However, the enormous of political and business battles that follow the enactment of the broadcasting regulations have hampered its implementation in Indonesia. Now, after nearly 15 years of implementation of the Broadcasting Law in Indonesia, the time to evaluating the implementation of regulation of legislative products in the regions have arrived. Evaluations are directed more to an objective opportunities of local people to access the ownership of local television, and the impact on the content of television local to the communities. The research applied qualitative method and the data is collected by utilizing a survey to the broadcasting stakeholders in 10 areas that is determined purposively. The object of the research is local government, regional broadcasting commissions, community leaders, journalists, le...

SEJARAH DOMINASI NEGARA DALAM PENGELOLAAN CENDANA DI NUSA TENGGARA TIMUR (History of State Domination on Cendana Management in Nusa Tenggara Timur)

Abstract Conflict between stakeholder interests is inevitable in natural resources management. Stakeholder interest covers ecological, economic and social interest. Cendana is non wood forest product which plays important role on East Nusa Tenggara development. Cendana management doesn’t free of conflict. Instead the conflict on cendana management leads to community trauma. Effort for increasing the potencies faces the negative perception of communities. This research aim to describe, analysis and interprets the history of cendana management.The research was conducted in Timor Island, East Nusa Tenggara Province. Data collection done by documentary study, observation and interviews. Data were analyzed with descriptive qualitative analysis.The result shows that the past cendana management was inequity of profit sharing, state domination, no space for communication and public participation on cendana management. This condition leads to conflict and community trauma on cendana management by government. Keywords: Management, Cendana, History, conflict

PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA BUMI BERBASI KOMUNITAS DI WILAYAH PROPINSI NTT, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Abstrak Tiga laporan kerusakan bangunan akibat gempa di NTT dan lima hasil studi dari Pusat Mitigasi Becana Alam UNWIRA, khususnya yang berkaitan dengan praktek perencanan dan praktek pembangunan bangunan beton bertulang di NTT, serta pengelaman praktek profesi sebagai ahli struktur menjadi sumber utama tulisan ini. Dari pengelaman atas kerusakan bangunan diwilayah NTT dapat disimpulkan bahwa, (1) pola kerusakan dan fator penyebabanya tidak banyak berubah dari satu kejadian gempa ke kejadian gempa yang lainnya; (2) Bangunan-bangunan yang dikelompokan sebagai " bangunan/rumah rakyat " (non-engineered structures) merupakan bangunan yang paling rentan terhadap ancaman bencana gempa bumi; (3) Kerusakan yang terjadi pada banguan pemerintah umumnya disebabkan oleh tidak sempurnanya pendetailan struktur. Sedangkan dari hasil pengamatan terhadap praktek perencanan dan praktek pelaksanaan pembangunan di lapangan diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Kebiasan membangun masyarakat tidak mengalami perubahan baik dalam hal pengendalian mutu bahan (pada saat pelaksanaan) maupun dalam hal penerapan konstruksi bangunan tanah gempa; (2) Gambar-gambar kerja yang dihasilkan tidak sepenuhnya memenuhi standar gambar kerja minimal untuk dijadikan pedoman kerja kontraktor; (3) praktek pendetailan konstruksi bangunan khusunya bangunan beton bertulang, umumnya tidak memenuhi standar yang berlaku; (4) Intervensi pemerintah melalui proyek, baik berupa proyek fisik maupun sosialisasi bangunan tahan gempa kurang memberikan hasil nyata dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan bangunan terhadap aksi beban gempa. Dari pengelaman praktek profesi dapat disimpulkan bahwa, pendekatan kategorial yakni melalui kelompok-kelompok profesi seperti para engineer, kontraktor/pembangun, dan para tukang, serta penguatan regulasi lebih efektif dalam merubah perilaku membangun para pelaku pembangunan dibanding dengan cara-cara sosialisasi yang biasa diterapkan pemerintah saat ini. Kata Kunci: pola kerusakan bangunan, praktek perencanaan, pelaksanaan lapangan, kebiasaan membangun, bangunan rakyat, ruma regel

MAKALAH ANALISIS PERUBAHAN PERATURAN PERUNDAN-UNDANGAN MENGENAI OTONOMI DAERAH SEBAGAI WUJUD DESENTRALISASI

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Berikut ini penyusun mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "ANALISIS PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI OTONOMI DAERAH SEBAGAI WUJUD DESENTRALISASI", yang menurut penulis dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. Cilandak, 22 Februari 2015 penulis Perubahan Peraturan Perundang-Undangan Otonomi Daerah