MEMBANGUN KARAKTER BANGSA DENGAN NILAI-NILAI KEUTAMAAN DALAM BHAGAVAD GITA SUATU KAJIAN PUSTAKA ATAS KARYA NGAKAN PUTU PUTRA (original) (raw)

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENELADANAN TOKOH KSATRIA UTAMA

Sikap hidup pragmatis pada sebagian be¬sar masyarakat Indonesia mengakibatkan terki¬kisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial yang turut serta memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Kini bangsa Indonesia telah dirasuki zaman edan. Budaya adilu¬hung dan edipeni bangsa sebagai nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, saling menghormati, arif-bijaksana, dan religius, seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, anarkisme, kasar, dan vulgar, tanpa mampu mengendalikan hawa nafsunya. Fenomena ini dapat menjadi representasi mele-mahnya karakter bangsa yang terkenal dengan ramah, santun, berpekerti luhur, dan berbudi mulia. Sebagai bangsa yang beradab dan ber¬mar¬tabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khu¬susnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas bijak bestari (mursid), terampil dan cendekia (sugih kagunan lan pangawikan), ber¬budi pekerti luhur (luhur budinipun), berderajat mulia (luhur derajatnipun), berperadaban mulia (mulya gesangipun), serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuh¬kan paradigma pendidikan kejiwaan yang berori¬entasi pada karakter bangsa, yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar), tetapi memperhatikan dan mengintegrasi persoalan-persoalan moral dan keluhuran budi. Salah satu media pendidikan kejiwaan yang berorientasi karakter bangsa itu ialah melalui peneladan tokoh ksatria utama yang tercermin dalam Serat Kalatidha (R.Ng. Ranggawarsita), Serat Tripama (Sri Mangkunegara IV), dan dalam mitologi budaya Jawa tentang ksatria piningit, yakni tokoh Sasangka, Sarjana, Sujana, Sudibyo, Wijaya, dan Suteja. Keenam. Ksatria-ksatria utama itulah yang akan mengembalikan derajat dan martabat bangsa yang berkarakter unggul dan beradab: religius, bijak bestari, penuh kewaspadaan, mengutamakan kebersatuan dan kesentosaan, senantiasa jaya, dan masyhur di dunia.

PERAN PENDIDIK DALAM MEMBANGUN PERADABAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER

The development of civilization depends on the potential of human resources is managing. Human resource potential will be maximized when supported by advanced education. In other say, between education and civilization are the two things are directly proportional. Therefore, civilized nations provide dedicated space for education. The more space for the higher education of civilization that will be engraved. Opposite, a civilization that is weak because education does not have adequate space. The essential values that includes the eighteen character value that discourse is not just a slogan but also requires real implementation and embedded in the character of students, which it could only be integrated through a learning process, a role model and habitus in education through the role of teacher. In genealogy, this article will examine the role of teacher in instilling the value of the character as the support base of civilization, carried out through five major roles namely: transferring, transforming, modeling, transcending, and inspiring. In the process of education, the role fifth is integrative-mutually inclusive.

KONTRIBUSI ILMU TASAWUF DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

Sufism is a pure consciousness that is able to direct the human's soul to be good one and has a noble attitude and one of the most things in determining of a person's behavior is the one's own desires. Lust basically should not be turned off, but it must be controlled and directed to conduct an appreciable act. In order to make the soul has such a feeling, it takes hard efforts to turn the nature on that Allah swt has given since he was still in the spiritual realm. In character development, the people in Sufism said that there are stages that must be passed are tathahhur, tahaqquq and takhalluq, or in other terms with similar meaning, namely takhalli, tahalli, and tajalli.

CERITA RAKYAT ASAL USUL DESA GUNUNGWANGI SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM WUJUD KEARIFAN LOKAL

Jurnal , 2021

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai yang terdapat pada cerita rakyat Asal Usul Desa Gunungwangi. Cerita rakyat adalah karya sastra yang hidup atau pernah hidup dan berkembang di masyarakat yang ditularkan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melaui cerita rakyat yang merupakan suatu kearifan lokal pemerolehan informasi berdasarkan budaya lisan mampu menciptakan generasi literat. Kepekaan dan daya kritis di lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jembatan menuju generasi literat yang menjunjung kearifan lokal berupa cerita rakyat. Cerita rakyat ini penting untuk dikaji sebagai upaya melestarikan dan mengembangkan nilai budaya berbasis kearifan lokal serta nilai lahir yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan Teknik analisi data yaitu berupa cerita rakyat yang berjudul Asal Usul Desa Gunungwangi. Kata Kunci: cerita rakyat, Pendidikan karakter, generasi literat, kearifan lokal Abstract The purpose of this research is to describe the values contained in the folklore of gunungwangi village origin that can be used as a reference in the development of character education. Folklore is a literary work that lives or once lived and thrives in a society that is transmitted orally from one generation to the next. Sensitivity and critical power in the surrounding environment is preferred as a bridge to literate generation. This research uses descriptive qualitative method with data analysis technique in the form of folklore entitled The Origin of Gunungwangi Village.

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KAULINAN BUDAK BAHEULA: STUDI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN ANAK TRADISIONAL SORODOT GAPLOK DARI JAWA BARAT

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KAULINAN BUDAK BAHEULA: STUDI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PERMAINAN ANAK TRADISIONAL SORODOT GAPLOK DARI JAWA BARAT, 2018

Sorodot Gaplok adalah salah satu jenis permainan anak tradsional (kulianan budak baheula) yang popular di Desa Manggung Jaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang. Permainan tradisional ini bukan hanya dilakukan oleh anak-anak, tapi juga oleh orang dewasa. Dilihat dari bentuk dan karakter permainannya, Sorodot Gaplok dipandang bukan saja sebagai permainan mengisi waktu luang, tetapi juga sarat nilai-nilai moral dan pendidikan karakter. Atas dasar itu, studi ini bertujuan untuk mengungkap nilai-nilai moral dan pendidikan karakter dalam permainan sorodot gaplok. Studi ini menggunakan metode studi kasus dengan landasarn teori dari Rogers & Sawyers tentang nilai-nilai dalam aktifitas bermain anak. Hasil studi menunjukkan bahwa: 1) Permainan sorodot gaplok bersifat rekreatif, kompetitif, dan edukatif; 2) Permainan sorodot gaplok termasuk ke dalam model pembelajaran outdoor education; 3) Permainan sorodot gaplop dapat menstimuli enam aspek yaitu motorik, kognitif, emosi, sosial, ekologi, dan moral; 4) Permianan sorodot gaplok memiliki empat dimensi pendidikan karakter yaitu problem solving, kekuatan verbal dan nonverbal, keterampilan sosial, serta ekspresi emosi. Studi ini diharapkan dapat memperkaya dan melengkapi kajian tentang pentingnya pelestarian nilai-nilai budaya lokal sebagai salah satu model penguatan pembentukan dan pendidikan karakter.

PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KARATER

Filsafatilmu, 2019

Abstrak Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik, buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dunia pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak sebagaimana telah dikemukakan olehmendinas Muhammad nuhdalam peringatan hardiknas tahun 2010 yang lalu bahwa "pembangunan dan pendidikan karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas. Pendidikan juga untuk membangun budi pekertidan sopan santun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata kunci: Pendidikan karakter, karakter bangsa A.PENDAHULUAN Era reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap moralitas bangsa. Kenyataannya Pasca reformasi bangsa Indonesia menunjukkan indikasi terjadinya krisis karakter yang cukup memprihatikan. Krisis karakter mulai merambah ke dunia pendidikan yang belum memberi ruang untuk berperilaku jujur karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas pengetahuan yang tertulis dalam teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bisa jadi, fenomena maraknya praktik korupsi juga berawal dari kelemahan dunia pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi yang turut bertanggung jawab membenahi moralitas anak bangsa. Ditemukannya beberapa bukti merosotnya nilai moralitas dan kejujuran di dunia pendidikan seperti tingginya angka kebocoran di institusi pendidikan, pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisme naskah naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek para siswa, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya telah menunjukkan betapa telah terjadi reduksi moralitas dan nurani sebagian dari kalangan pendidik dan peserta didik. Di sisi lain, praktik pendidikan Indonesia yang cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif dan sedikit mengabaikan aspek soft skils sebagai unsur utama pendidikan karakter, membuat nilai-nilai positif pendidikan belum tercapai secara optimal. Pendikan bermasyarakat menjadi penting dalam semua elemen kehidupan salah satu pendidikan bermasyarakat adalah etika. Etika menjadi bersifat rasional, karena etika mengandalkan kebebasan sebagai unsur hakiki dari etika. 1

INTEGRASI NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN

The Integration of the Nation's Character Values into Intructional Activities. One of the crucial problems in the national education system is the moral problem. There is evidence that indicates a moral crisis among students. This shows that educational institutions fail to prepare graduates with good morality. To solve this problem, the nation's character values need to be integrated in the implementation of the formal curriculum. By doing so, teachers can help students to actualize each learning domain through the competency formulation and the students can simultaneously carry out relevant moral actions. Integrating the nation's character values into the curriculum can be done in three stages: introduction, implementation, and evaluation. Each stage can improve students' good characters based on the formulation of the competency standard. Such an integration has implications for schools, teachers, parents, and students.