Tabat Sebagai Usaha Bersama Masyarakat Dalam Upaya Pencegah Degradasi Lahan Gambut di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (original) (raw)
Related papers
DEWAN KONSERVASI PERAIRAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (DKPP NTT) DAN THE NATURE CONCERVANCY (TNC), 2016
Penetapan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi ditindaklanjuti dengan penataan pengelolaan. Pengelolaan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin kelestarian sumberdaya. Masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan diharapkan mampu berperan aktif dalam pengelolaan. Pelibatan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi akan berdampak pada keberlanjutan kegiatan. Salah satu evaluasi yang perlu dilakukan adalah mengkaji persepsi masyarakat tentang pengelolaan Laut Sawu. Hasil kajian tersebut selanjutnya dijadikan rona awal untuk memantau modal sosial dan dinamika sosial kaitannya dengan pengelolaan kawasan. Kajian tersebut selanjutnya dinamakan Pemantauan Persepsi Masyarakat di Kawasan TNP Laut Sawu, yang dilaksanakan oleh Dewan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2015.
Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, mulai dari tipe ekosistem, jenis flora dan fauna, serta sumberdaya genetik. Kekayaan keanekaragaman hayati ini perlu dijaga pengelolaannya dan dipastikan pemanfaatan dilakukan dengan lestari. Langkah-langkah konservasi menjadi perlu dilakukan agar keanekara-gaman hayati yang ada selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan dalam kegiatan pembangunan. Dewasa ini kawasan konservasi yang ditetapkan mencapai areal sekitar 27 juta hektar atau 21 % dari total kawasan hutan dan perairan di Indonesia. Kawasan konservasi seluas ini diklasifikasian dalam beberapa kategori seperti Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru dan Taman Nasional. Pengelolaan terhadap kawasan konservasi yang luas agar tetap lestari kondisinya bukanlah perkara mudah. Ada sejumlah tantangan yang ada. Pertama, terbatasnya tenaga pengelola di kawasan konservasi, saat ini, hanya terdapat sekitar 3.508 orang untuk mengelola 27.108.486,54 hektar kawasan konservasi. Artinya, rata-rata 1 orang diberi tanggung jawab untuk mengelola ± 3.552 hektar kawasan konservasi. Kedua, terbatasnya pendanaan yang dimiliki oleh pemerintah untuk pengelolaan kawasan konservasi. Ketiga, masih banyak kawasan konservasi yang sudah ditunjuk namun belum dikukuhkan. Hal ini memperumit penyelesaian tata batas kawasan tersebut. Ditam-bah lagi, masih banyak kasus tumpang tindih klaim pemilikan atau penguasaan atas kawasan di dalam maupun diluar kawasan hutan. Saat ini terdapat sekitar 3746 desa berada di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Tanpa ada kejelasan tenurial, konflik antara pengelola kawasan dan masyarakat desa akan semakin luas baik lokasi maupun para pihak yang terlibat. 3 Keempat, masih perlunya pembenahan dalam penge-lolaan kawasan mengingat sampai tahun 2014, baru 187 kawasan konservasi (35,89%) yang telah mempunyai rencana pengelolaan yang telah disahkan dan 85 kawasan konservasi yang memiliki zonasi dan/atau blok pengelolaan. 4 Dalam praktiknya, pengelolaan hutan di Indonesia yang dilakukan oleh negara mempunyai perjalanan panjang yang bernuansa Germany scientific forestry dan scientific forestry pada awalnya merupakan kaidah yang diterapkan bersamaan dengan kolonialisme dalam mengelola hutan untuk menghasilkan kayu secara lestari. Sehingga, sistem pengelolaan hutan memisahkan masyarakat sekitar
Pengabdian Kampus : Jurnal Informasi Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat, 2022
Kerusakan lahan gambut disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya pemanfaatan dengan membuat saluran-saluran drainase yang berlebihan, sehingga lahan gambut basah menjadi kering, dan rawan untuk kejadian kebakaran berulang. Pemerintah Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut yang bertujuan untuk percepatan pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut. Kegiatan Pengembangan masyarakat yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan pendapatan masyarakat melalui usahatani masyarakat di kawasan target prioritas restorasi gambut. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa petani di Kampung Misik mengusahakan lahan dengan tidak melakukan pembakaran. Kegiatan pertanian adalah sayur, buah-buahan, yaitu: jagung manis, melon, gambas, pare, bawang daun, dan cabe. Luas lahan yang diusahakan oleh petani rata-rata 550m2, dengan rata-rata pendapatan per periode tanam sebesar Rp. 3.786.417,- atau Rp. 1.262.139,- per bulan, dengan rasio penerimaan dan biaya (R/C) yang paling ...
2013
Rubber farm has been in interest by society in the village of Nanga Tekungai Serawai District district 1990'an Sintang of years as a sideline livelihood. Although rubber farming community is a side job, but the income of the people in the village of Nanga Tekungai of farm produce sizeable rubber. This study aims to determine the public perception of farming as well as the rubber plant wants to know whether there is any influence of knowledge, cosmopolitan and income to the farming community that the love of rubber horticultural society in the village of Nanga Tekungai. This study uses a descriptive survey and associative with interview techniques and tools such as questionnaires form lists a number of questions posed to the respondent. Public perception of rubber farming is likely to be positive, with 71 respondents (69.61%) of the total 102 respondents, it demonstrates that people agree and do not hesitate in getting rubber farming. Conclusion The results showed that people in ...
Komunikasi Fisika Indonesia, 2018
People who care about the environment always reject the use of peat land for large-scale plantation areas, because this can cause an increase in carbon gas and can even cause damage to peat land in Rimbo Panjang Village, Tambang District, Kampar Regency. that there was an event of a land fire which almost hit the residential area in Rimbo Panjang village, Kec. Kampar District Mine on February 24, 2015. That there are complaints from the community in Rimbo Panjang village, Kec. Kampar Regency Mine about environmental conditions or smog. The implementation of Eco-Technology can protect the environment of peatlands to maintain sustainability and avoid fire from peatlands and regulate groundwater management on peatlands.
Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2022
Gelangsar Village, West Lombok Regency has a hilly topography and steep slopes. This condition causes low soil fertility in several locations, especially locations with steep slopes. The hills around the village of Gelangsar also affect the incoming light intensity. Resident around the hillsides, complained that the fruit trees in their yards could not bear fruit even though they were more than 10 years old. The solution offered to overcome these problems is the application of the tabulampot method. This program aims to introduce and apply the tabulampot method in the yard. The Tabulampot method is expected to provide maximum fruit crop yields. The method used in this program is socialization and tabulampot pilot project. The socialization method used was counseling and distribution of leaflets (brochures), while the application of tabulampot was carried out through the establishment of a pilot project. This program has been successfully. The participants actively asked questions in discussion sessions and also in the practice of making tabulampot. Tabulampot has a great opportunity to be implemented in the Gelangsar Village because it is easy and cheap.
JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Kajian ini menganalisis pemberdayaan petani lebah madu hutan di Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dengan studi kasus di Desa Vega. Hasil penelitian menunjukkan program pemberdayaan, pelatihan dan pendampingan telah mendorong peningkatan kapasitas belajar, kapasitas berorganisasi, dan kapasitas berusaha. Kapasitas belajar petani meningkat terlihat dari kemauan belajar, mencoba cara baru dan menerapkannya sehingga terjadi perubahan cara budidaya dan panen madu dengan lebih memperhatikan kelestarian kawasan TNDS. Kapasitas berorganisasi dijelaskan dengan munculnya insiatif para petani lebah untuk membentuk organisasi yang mengkoordinir kelompok-kelompok petani, membuat kesepakatan yang mengatur tata cara budidaya lebah mulai dari persiapan hingga panen lestari; membeli madu produksi petani, menjaga kestabilan harga jual madu, dan memasarkan madu. Kapasitas berusaha dibuktikan dengan jalinan kerja sama kelompok petani dengan berbagai mitra yang membantu membuka jaringan pemas...
Jurnal Segara, 2020
Daya dukung dan faktor pembatasnya memiliki pengaruh penting terhadap keberhasilan kegiatan akuakultur, termasuk tambak di Kabupaten Berau. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan daya dukung lingkungan dan faktor pembatasnya di tambak Kecamatan Tabalar dan Biatan, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur agar produktivitas tambak dapat ditingkatkan dan berkelanjutan. Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis daya dukung lingkungan dan faktor pembatasnyaadalah topografi dan hidrologi, kualitas tanah, kualitas air, dan iklim. Penentuan daya dukung lingkungan dengan sistem pembobotan yang mengacu pada modifikasi Poernomo (1992) diaplikasikan dalam penelitian ini. Faktor pembatas daya dukung lingkungan ditentukan dengan mengembangkan pendapat dari Sys et al. (1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan di kawasan pertambakan di Kecamatan Tabalar dan Biatan adalah masing-masing 67,36 dan 65,84%, sehingga luas tambak yang dapat d...
Scientific Paper, 2023
Tren anomali cuaca dan iklim saat ini menunjukkan peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian fenomena cuaca ekstrem. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi anomali cuaca dan iklim, di antaranya adalah perubahan iklim global yang disebabkan oleh aktivitas manusia, termasuk emisi gas rumah kaca. Adapun peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada area gambut berperan vital dalam pelepasan emisi karbon secara masif. Lahan gambut yang pada awalnya berperan penting dalam pengikatan karbon, perlahan bertransisi layaknya pisau bermata dua. Fenomena karhutla pada umumnya disebabkan oleh mengeringnya lahan gambut dan surutnya Ground Water Level (GWL) di sepanjang musim kemarau. Perubahan kondisi lahan gambut yang semakin terdegradasi sudah selayaknya menjadi perhatian lebih, guna meminimalisasi pelepasan karbon yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca serta anomali cuaca dan iklim. Oleh karena itu, tim penulis berinisiatif memberikan sebuah solusi dengan pendekatan spasial menggunakan teknologi satelit dengan metode studi literatur, pengolahan data primer, dan penghimpunan data sekunder. Studi literatur yang menjadi dasar tim penulis adalah jurnal-jurnal dan penelitian sebelumnya yang membahas isu terkait. Pengolahan data primer dilakukan dengan mengolah citra pemodelan iklim secara multitemporal untuk menghasilkan analisis tingkat degradasi lahan gambut. Selain itu, digunakan juga data sekunder dari sumber kredibel berupa data batas administrasi Indonesia dan data Kawasan Hidrologis Gambut (KHG). Selanjutnya keseluruhan data diolah dengan memanfaatkan teknologi remote sensing (satelit) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Keluaran akhir yang dihasilkan berupa Peta Prioritas Restorasi Lahan Gambut di Indonesia. Diharapkan solusi ini dapat berperan sebagai decision support system untuk bahan pertimbangan kebijakan pemerintah dalam penentuan prioritas lokasi rehabilitasi lahan gambut serta sebagai early warning system bagi masyarakat yang bersangkutan agar lebih siap dalam penjagaan dan pelestarian lahan gambut di sekitarnya.