MODEL INTERVENSI PEKERJA SOSIAL MEMBANGUN KEKUATAN KOMUNITAS PETANI PADI SAWAH DI DESA TANJUNG SERU KECAMATAN SELUMA SELATAN KABUPATEN SELUMA PROVINSI BENGKULU (original) (raw)
Bekerja sebagai petani sesungguhnya merupakan jati diri bangsa Indonesia, sejak berabad-abad silam. Bahkan, dalam perspektif global, petani merupakan representasi dominan kebudayaan universal manusia di muka bumi, nyaris tidak ada sejengkal tanahpun yang terlewat disentuh tangan-tangan petani. Seyogyanya, petani mendapatkan tempat yang terhormat dalam sejarah dunia, tetapi menurut catatan Shanin (dalam Outhwaite, 2008:609) dunia praindustri bersikap memusuhi dan tidak perduli dengan petani; bahkan Eropa di abad petengahan, mendefinisikan enam tasrif kata petani sebagai " jahat, kasar, pengemis, perampok, rompak, dan penjarah ". Semua ini berubah dramatis setelah dekolonialisasi pada sekitaran tahun 1950/1960-an dan lahirnya kesadaran akan " masyarakat/negara berkembang " atau dipermanis dengan istilah model pembangunan dengan menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi (economy growth) di mana masyarakat petani memainkan peranan penting, hal ini sebagai langkah ikut-ikutan sembari melihat perkembangan industri di negara-negara barat, sehingga munculah suatu paradigma bagi " masyarakat berkembang " ini, kalau mau maju dibidang ekonomi dan sosial maka harus melakukan juga apa yang dilakukan oleh negara-negara barat. Namun apa yang sebenarnya terjadi di negara kita tidak lebih dari menempatkan petani sebagi penggembira atau penonton dari pelaksanaan model pembangunan yang ditelan mentah-mentah dari negara-negara barat, yang menikmati atau sebagai penikmat dari model pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan industri dengan modal yang tidak sedikit ini hanyalah segelintir orang saja mereka adalah para konglomerat dan kroni-kroninya, sementara itu masyarakat petani hanya mendapatkan " percikan halus " saja dari akibat panjangnya birokrasi dan terjadinya kebocoran-kebocoran dalam perjalananya, kalau diingat-ingat ada istilah (kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat) sebuah istilah yang sampai sekarang masih saja melegenda meskipun makna dan objeknya terkadang berbeda namun substansinya tetap mencerminkan ada yang tidak beres dengan sistem pembangunan yang terjadi di republik " Indonesia Raya " tercinta ini.