Problem Melindungi Hak Beragama dan Berkeyakinan bagi Kelompok Minoritas Melalui Pengadilan (Kajian Putusan Nomor 69/PID.B/2012/PN.SPG) (The Problem in Protecting the Right to Freedom of Religion and Belief for the Minority in Court of Law (An Analysis of Court Decision Number 69/PID.B/2012/PN.SPG)) (original) (raw)

Perlindungan Hukum Atas Hak-Hak Kelompok Agama Minoritas DI Indonesia

Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam, 2020

Kebebasan beragama dan berkeyakinan (freedom of religion and belief) merupakan bagian dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam hak asasi manusia (HAM). Di masa sekarang, konsep tentang HAM secara umum diterima sebagai prinsip bagi semua negara di dunia tanpa memandang ideologi, politik, ekonomi, dan kondisi sosial. Di Indonesia upaya demokratisasi setelah rezim Orde Baru tumbang ternyata tidak sejalan dengan jaminan hak asasi manusia bagi kelompok minoritas, terutama dalam kaitannya dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pada tahun 2019, kondisi kebebasan beragama di Indonesia umumnya cenderung negatif dibandingkan tahun sebelumnya. Tulisan ini mengkaji bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak kelompok agama minoritas dijalankan di Indonesia. Kesimpulan dari kajian tersebut adalah bahwa ada banyak ketentuan dalam UUD 1945 dan dalam sistem hukumnya yang mendukung kebebasan beragama, namun, beberapa adanya kewenangan diskresi yang diberikan kepada pemerintah telah membuat implikasi serius bagi penegarakn hak konstitusional tersebut.

Tiga Problem Dasar dalam Perlindungan Agama-agama Minoritas di Indonesia

Jurnal MAARIF, 7 (1): 43-55., 2012

Meski Indonesia telah mencantumkan jaminan kebebasan beragama terhadap agama-agama minoritas dalam konstitusi dan perundang-undangan yang lain, namun pada kenyataannya masih banyak terjadi pelanggaran hak-hak beragama kelompok minoritas. Karena itu, pertanyaan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah permasalahan idologis atau teologis apa yang menghambat pelaksanaan hak-hak pemeluk agama-agama minoritas? Tulisan ini berargumen bahwa ada tiga persoalan dasar yang bersifat ideologis yang menghambat kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Ketiga hal itu adalah sila pertama Pancasila, paradigm tentang agama yang berkembang di masyarakat Indonesia, dan adanya penetapan bahwa subyek perlindungan adalah agama itu sendiri, bukan pemeluk agama.

Kontruksi Filosofis Perlindungan Hak Asasi Manusia Minoritas Keagamaan dalam Konstitusi Indonesia

al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam

This article focuses on presenting problem of religious minority right in Indonesia. Based on its constitution, Indonesia has equal protection for all citizens. There are some basic religion right clearly protected and presented in constitutional and criminal law. Unfortunately, violation of minority rights still continues in Indonesian life. According to research data, there are a big gap perception between government and the people. Government choose to float the norms of religious minority right protection in abstract level and most of religious minority group asked more detail and concrete norm.

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI PERADILAN AGAMA MENURUT PASAL 55 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor : 2860/PDT.G/2013/PA.MR.)

Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik, 2018

Masalah dalam penelitian ini adalah: 1.) Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dalam Lingkungan Peradilan Agama menurut Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 atas Perkara Nomor : 2860/Pdt.G/2013/PA.Mr ? 2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutus Sengketa Perbankan Syariah di Peradilan Agama atas perkara Nomor: 2860/pdt.G/2013/PA.Mr?Penelitian ini menggunakan metode Hukum Normatif, yang difokuskan untuk mengkaji penelitian hukum positif yang berhubungan dengan perbankan syariah sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atas putusan Pengadilan Agama Mojokerto Nomor : 2860/Pdt.G/2013/PA.Mojokerto. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records) berupa 1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 2) Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam ; dan 3) Putusan Perkara Nomor 2860/Pdt.G/2013/PA.Mr. Hasil penelitian diketahui 1) Menurut Undang undang Nomor ...

Perlindungan Hukum Kelompok Teisme dalam Sistem Negara Hukum Pancasila

Abstrak Di era global saat ini, suatu bangsa dituntut mampu bersaing dengan negara lain. Agar tidak terlepas dari unsur khas Indonesia maka penguatan Pancasila sebagai ideologi adalah keharusan. Pancasila yang melingkupi keragaman suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) kurang tercermin dalam UU Nomor 23 Tahun 2006. Per-masalahan yang timbul yaitu hilangnya unsur khas Indonesia yaitu kepercayaan atau agama tradisional karena adanya diskriminasi dengan pengosongan kolom agama dalam Kartu Kelurga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) (Pasal 61 dan Pasal 64 UU No. 23-2006). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi hukum UU No. 23 tahun 2016 dengan keberadaan Pancasila dan SARA di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UU No. 23 Tahun 2006 tidak selaras dengan semangat Pan-casila yang mengakui keragaman SARA dan bertentang dengan asas keadilan dalam UU No. 12Tahun 2011. Abstract In the global era, a nation supposedly able to compete with other countries. In order not to be separated from the typical elements of Indonesia, the strengthening of Pancasila as an ideology is a must. Pancasila surrounding ethnic, religious, racial and sectarian (SARA) less diversity reflected in Law No. 23 of 2006. The problems that arise, namely the loss of the typical elements of Indonesia namely traditional religious beliefs or because of their discrimination by emptying the religion column in Family Card (KK) and Identity Card (KTP) (Article 61 and Article 64 of Law No. 23-2006). This study aims to analyze the correlation on Law No. 23of 2016 with the existence of Pancasila and SARA in Indonesia. The method used is a normative legal research. The result of this study reveals that the Law No. 23 of 2006 not in line with the spirit of Pancasila that recognizes the diversity of SARA and incompatible with the principles of justice on Law No. 12 of 2011.

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PPU-XIV/2016 Terkait Pengosongan Kolom Agama Pada KK Dan KTP Bagi Penganut Kepercayaan Dalam Kaitannya Dengan Hak Konstitusional Penganut Kepercayaan Memperoleh Hak-Hak Dasar Warga Negara

2019

Undang-Undang Dasar menyatakan: “bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat sesuai agamanya serta kebebasan untuk meyakini kepercayaan. Namun pada praktiknya sebagian golongan yakni para penghayat aliran kepercayaan mendapat kesulitan dalam mendapat hak konstitusionalnya, yang berujung pada pengajuan permohonan perkara atas pencantuman kolom agama untuk penghayat kepercayaan kepada Mahkamah Konstitusi dan pada akhirnya permohonan dikabulkan seluruhnya pada Putusan MK Nomor 97/PPU-XIV/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti. Selain metode tersebut, penelitian ini  juga menggunakan jenis metode penelitian Deskriptif Analitis yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti. Hasil  penelitian  ...

Perlindungan Bagi Kelompok Agama Minoritas Menghadapi Kelompok Agama Mayoritas: Studi Kasus Ahok Dan Meliana

Justitia et Pax

Through the case studies, Ahok and Meliana, this research aims to explain how the religious minority try to obtain protection to fulfill human rights when faced with religious majority pressure from the majority group. Normative research will answer the problem by analyzing the process of prosecution, the adjudication, and the punishment for Ahok & Meliana and the demonstration both outside the court and in the trial process demanding severe punishment for the accused of religious blasphemy. The result shows that even though it is difficult to prove directly, the mobilization of the masses in the judicial process can affect judges' independence to provide protection and justice for religious minority. The case of Ahok and Meliana shows how difficult it is for minority religious groups to seek protection against pressure from the majority religious groups because the State and Judges cannot prevent and take firm action against mass pressure from the majority religious groups agai...

Probabilitas Mekanisme Small Claim Court Dalam Penyelesaian Sengketa Waris DI Pengadilan Agama / Probability of Small Claim Court Mechanism in Resolving Inheritance Disputes in Religious Court

Jurnal Hukum dan Peradilan

Hukum acara formil yang berlaku di Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa waris relatif memakan waktu yang cukup lama. Hal ini mengakibatkan waktu serta biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Mekanisme small claim court yang diatur oleh Mahkamah Agung melalui PERMA No. 2 tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian sengketa sederhana dalam sistem peradilan umum menjadi titik terang. Konsep small claim court tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam sistem peradilan agama sehingga mampu memangkas waktu yang lama dalam penyelesaian sengketa waris di Pengadilan Agama. Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan terobosan baru dalam sistem peradilan agama di Indonesia khususnya terkait penyelesaian sengketa waris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual dengan menggunakan studi kepustakaan sebagai alat analisis bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa waris di Pengadilan Agama dengan...

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA WARIS BEDA AGAMA(Studi Putusan Mahkamah Agung No.368/AG/1995)

2018

Hukum waris Islam merupakan ekspresi penting dalam keluarga Islam. Salah satu penyebab terhalangnya kewarisan adalah perbedaan agama, yang juga telah ditegaskan di dalam salah satu hadis nabi yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid, “bahwasannya Nabi saw. Telah bersabda : Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang muslim”. (Muttafaq „alaihi). Meskipun demikian, tetapi pada praktiknya masih ada putusan hakim yang memberikan hak waris kepada seorang ahli waris non muslim. Hal ini sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No.368K/AG/1995, yang memberikan hak waris kepada anak yang berbeda agama dengan orangtuanya. Rumusan masalah yang akan dipecahkan oleh penulis yaitu apa saja dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara waris beda agama yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 368K/AG/1995 dan apakah dasar dari pertimbangan hakim tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam, serta bagaimana implikasi hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 368K/AG/1995 ter...