Analisis Hukum atas Legal Personality Organisasi Negara- Negara Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) Sebagai Subjek Hukum Internasional Dhezya Pandu Satresna (8111416007) 2. UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2017 (original) (raw)

Tinjauan Yuridis Legal Personality Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Anggota Asean DI Era Mea

Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 2017

Pada awal pembentukannya, ASEAN hanyalah dijadikan sebuah wadah untuk menjalin kerjasama dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya di kawasan Asia Tenggara oleh para anggotanya. Seiring dengan berkembanganya, maka, pada tahun 2008, ASEAN diubah dari sebuah loose association menjadi rule based organization melalui ASEAN Charter 2007. penulis meneliti mengenai kekuatan legal personality ASEAN sebagai subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas untuk melakukan suatu tindakan dalam hubungan internasional, terutama kepada negara-negara anggotanya kaitannya erat dengan era MEA.Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa legal personality ASEAN dapat dijadikan sebagai sebuah dasar (“groundwork”) penyelesaian sengketa negara-negara anggotanya.maka ASEAN harus mengoptimalkan beberapa instrument penyelesaian sengketa, seperti TAC 1976, dan ASEAN Charter 2007. Tingginya heterogenitas antar negara di kawasan Asia Tenggara, baik dari segi ekonomi, sosial, pollitik, dan ...

Kajian Filsafat Hukum terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah satu pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara, 1 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. 2 Tujuan utama dari MEA 2015 adalah menjadikan negara-negara di kawasan ASEAN (termasuk Indonesia) sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang mana terjadi arus barang, jasa , investasi dan tenaga terampil yang bebas dan mudah serta aliran modal yang lebih bebas pada negara-negara di Asia Tenggara. 3 Sebagaimana kita ketahui negara-negara yang termasuk dalam arus pasar MEA ini adalah negara-negara anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam. 4 Dalam kesepakatan tersebut terdapat lima hal yang tidak boleh dibatasi peredarannya di seluruh negara ASEAN termasuk Indonesia, yaitu Arus barang, Arus jasa, Arus modal, Arus investasi dan Arus tenaga kerja terlatih. 5 Setiap negara di Asean yang memiliki kepentingandan tujuan yang sama, perlu menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dan hal ini lah yang menjadi sebab adanya tujuan dari sebuah organisasi. Tujuan dicerminkan oleh sasaran yang harus dilakukan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang. Instrumen integrasi ekonomi ASEAN meliputi bea masuk, pajak, mata uang, undangundang, lembaga, standarisasi, dan kebijaksanaan ekonomi. 6 MEA bukanlah AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) karena MEA memiliki cakupan dimensi kerja sama yang lebih luas dibanding AFTA yang hanya mengatur liberalisasi perdagangan barang. 7 Tepat pada bulan Desember 2015 bangsa-bangsa dikawasan Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan ASEAN memasuki era baru dalam hubungan perekonomian khususnya perdagangan dalam bentuk MEA. Siap atau tidak siap semua negara dikawasan ASEAN sudah harus meleburkan batas teritorial negaranya dalam satu pasar bebas yang diperkirakan akan menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Asia setelah China. Semua industri akan berkompetisi secara bebas tanpa ada ketentuan hukum yang mengikat. Baik hubungan bilateral maupun multilateral antar negara. Disepakatinya Visi ASEAN 2020 pada bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur menandai sebuah babak baru dalam sejarah integrasi ekonomi di kawasan

Personalitas Perusahaan Multinasional dalam Hukum Internasional

Uti Possidetis: Journal of International Law

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis personalitas dan tanggung jawab perusahaan multinasional dalam hukum internasional. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan historis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa personalitas perusahaan multinasional dalam hukum terbatas sebagai quasi subjek hukum internasional yang diwujudkan dengan: 1) Dapat menjadi pihak dalam penyelesaian sengketa internasional terbatas kasus sengketa penanaman modal melalui arbitrase internasional; dan 2) Membuat kontrak penanaman modal menggunakan prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional khususnya prinsip National Treatment dan Most Favoured Nations. Tanggung jawab dalam hukum internasional berdasarkan ketentuan yang bersifat soft law namun diterapkan melalui perantara negara tuan rumah dengan mengaturnya dalam aturan hukum nasional.

Penegakan Hukum Lintas Jurisdiksi Terhadap Pelaku Pencucian Uang DI Asean Melalui Mutual Legal Assistance

2020

Pencucian uang lintas negara sudah menjadi masalah internasional yang memerlukan solusi internasional. Globalisasi telah menimbulkan berkembangnya kejahatan ini dan memudahkan para pelaku melarikan diri ke jurisdiksi asing untuk menghindari tuntutan hukum. Realitas ini dapat menimbulkan impunitas dan ketidakadilan. Oleh karena itu, saatnya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan ini direkonstruksi melalui Mutual Legal Assistance sebagai alternatif terhadap ekstradisi menyusul berlakukannya ASEAN Treaty on Mutual Legal Assistance 2004 in Criminal Matters 2004. Penelitian ini bersifat doktrinal dan diperkuat dengan penelitian lapangan yang ternyata menunjukkan bahwa implementasi MLAT 2004 ini banyak dipengaruhi politik dan ekonomi, sehingga konsep “free-movement of judgement” diharapkan sebagai suatu solusi.

ASEAN Dan Penguatan Rule of Law Kawasan Asia Tenggara

2012

This article, the role and function of the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights aims to critically examine its mandates to disseminate and to promote human rights in South East Asian countries where Indonesia is taken for example. It is devided into five consecutive in depth discussions in terms of its legal base of its authoritative powers derived from the ASEAN Charter and from the ASEAN Human Rights Declation; possible crash between normativity and facts; widening legal gaps between national and regional human rights norms and mechanisms; possibility of legal vacuum for implementing and monitoring mechanism at the national and regional levels; and imminent conflicts of norms on human rights norms and mechanisms. Finally, it reveals that the role and function of the ASEAN Intergovernmental, Commission on contribute to dynamic discussion ending with imminent challanges problems and opportunity for further elaboration at strategic, operatiuonal and tactical level of im...