KERTAS KEBIJAKAN: Arah Pengaturan Perubahan UU Kehutanan (original) (raw)

Membaca Arah Perubahan Kehutanan Pasca-terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja

Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2021

Tujuan utama penerbitan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) adalah menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia, termasuk di sektor kehutanan. Total 79 undang-undang direvisi dalam UUCK untuk mempercepat perijinan investasi, termasuk UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal ini dilakukan untuk memangkas birokrasi, mempercepat investasi dan meningkatkan ekonomi. Akan tetapi, saat ini masih terdapat sejumlah permasalahan besar pada pengelolaan hutan di Indonesia, seperti tingginya laju deforestasi, penyerobotan kawasan hutan, illegal logging dan kebakaran hutan. Dengan demikian, merubah aturan pengelolaan hutan untuk mengakomodasi kepentingan ekonomi sangat beresiko merusak hutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang kemungkinan bisa terjadi akibat perubahan aturan dasar pengelolaan hutan di Indonesia, pasca-terbitnya UUCK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UUCK akan berdampak pada perubahan tata kelola hutan lindung dan produksi,...

Implikasi Yuridis Terhadap Peralihan Urusan Kehutanan Dari Kabupaten Ke Propinsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi

Adanya perubahan pengalihan kewenangan dari pemerintahan daerah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan pemeritahan daerah Provinsi secara normatif memberikan gambaran dalam urusan dibidang kehutanan menjadi urusan yang besar dihadapi oleh pemerintahan daerah provinsi, karena akan menghimpun dan menangani semua bidang kehutananan disemua Kabupaten/Kota, dengan demikian, pengalihan kewenangan ini akan berdampak pada urusan-urusan yang ditangani oleh pemerintahan daerah provinsi, salah satunya dibidang kehutanan. Pengaturan Urusan Kehutanan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Dasar Kehutanan Dalam urasan kehutanan mempunyai ketumaan yang memberikan manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implikasi yuridis terhadap peralihan urusan kehutanan dari Kabupaten ke Provinsi berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yaitu a. Dampak di Sektor ESDM merupakan sektor yang pelaksanaannya ditarik secara keseluruhan ke Provinsi, tanpa m...

Harmonisasi Peraturan Perundangan-Undangan Kehutanan Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Kebakaran DI Jawa Timur

2019

Issue yang paling aktual di tahun 2019 ini adalah kekalahan Pemerintah Indonesia atas gugatan kasasi di Mahkaman Agung terhadap citizen law suit berkaitan dengan pencegahan dan penegakkan hukum untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Salah satu permasalahan yang terjadi adalah adanya disharmonisasi pengaturan tentang pengelolaan kehutanan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Untuk itu, dalam penelitian ini berupaya untuk melakukan serta menyusun model harmonisasi pengelolaan hutan sebagai upaya mitigasi bencana kebakaran di hutan Jawa Timur untuk pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian kajian ini bertujuan untuk mengkaji sejauhmana peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan di Provinsi Jawa Timur sebagai upaya mitigasi bencana kebakaran hutan serta menyusun model harmonisasi peraturan perundang-undangannya. Metode penelitian jurnal yang dipergunakan adalah yuridis normatif, melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengkaji aturan-aturan hukum positif da...

Kertas Kebijakan: Urgensi Pembuatan Peraturan Gubernur tentang Pembangunan Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari di Jawa Tengah

Setidaknya dua setengah juta keluarga di Jawa Tengah telah membuat hutan di tanah miliknya sendiri. Mereka menanami tanahnya dengan tanaman kayu yang dicampur dengan tanaman pangan dan holtikultura. Seluas 700 ribu hektar—atau dua puluh persen dari luas Jawa Tengah—berwujud hutan di tanah milik masyarakat yang kemudian lazim disebut sebagai Hutan Rakyat. Peran hutan rakyat sangat besar setidaknya untuk dua kepentingan sekaligus yaitu sumber pendapatan ekonomi masyarakat dan penopang keberlangsungan daya dukung lingkungan. Hutan rakyat bila dibangun dan dikelola dengan baik oleh pemiliknya dengan bimbingan Pemerintah diyakini dapat menjadi pemicu lompatan menuju kesejahteraan ekonomi masyarakat, sekaligus menjaga agar lingkungan hidup di Jawa Tengah tetap mampu menopang beban provinsi ini dari berbagai ancaman kebencanaan. Kendatipun demikian, masyarakat pemilik hutan rakyat masih menemukan beberapa persoalan serius dalam menjalankan pengelolaan hutan rakyat yang dimilikinya. Hutan rakyat belum diakomodir dalam tata ruang wilayah, sehingga tidak ada penataan kawasan yang berakibat pada kerentanan konversi lahan ke penggunaan lain dan juga pengelolaan yang buruk atas kawasan yang seharusnya dilindungi. Tipe kepemilikan hutan rakyat yang relatif sempit disetiap keluarga membuat posisi tawar petani hutan rakyat menjadi rendah baik dalam perdagangan kayu maupun kebijakan pemerintah. Dengan lahan sempit tersebut, petani hutan rakyat mengelola hutannya dengan model konvensional yang miskin inovasi maupun teknologi. Belum lagi ancaman kelestarian berupa penebangan pohon umur muda karena desakan kebutuhan ekonomi, membuat persoalan semakin kompleks. Di sisi lain, tata niaga kayu rakyat saat ini masih belum berpihak kepada petani hutan rakyat, karena mereka menjadi aktor yang mendapatkan margin keuntungan paling sedikit dibandingkan aktor-aktor yang lain. Sederet permasalahan tersebut menjadi sangat mendesak untuk segera ditangani. Dalam konteks ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sangat berkepentingan untuk menjaga dua setengah juta keluarga petani hutan rakyat agar tetap dapat melangsungkan kehidupan ekonominya, sekaligus dapat melakukan lompatan menuju kesejahteraan hidup yang lebih baik. Pada sisi yang sama, Pemerintah Daerah sangat berkepentingan untuk menjaga dan meningkatkan peran katub penyelematan ekologi Jawa Tengah, yang telah diperankan oleh hutan rakyat. Menurut kami, harus ada grand desain pembangunan pengelolaan hutan rakyat lestari di Jawa Tengah guna mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) sebagai organisasi yang sangat concern pada isu kehutanan di Jawa, merasa berkepentingan untuk membantu Pemerintah - dalam mengurus kehutanan khususnya hutan rakyat di provinsi ini. Kami menawarkan 7 program dan 23 kegiatan strategis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Ketujuh program tersebut antara lain: (1) Penataan dan Perlindungan kawasan hutan rakyat; (2) Penguatan Kelembagaan Pengelola Hutan Rakyat; (3) Menuju Pengelolaan Hutan Rakyat yang Profesional; (4) Mengatasi Permasalahan Tebang Butuh dengan Tunda Tebang; (5) Pengintegrasian Kearifan Lokal dengan Hutan Rakyat; (6) Pasar Produk Hutan Rakyat yang Berkeadilan; dan (7) Hutan Rakyat untuk Mitigasi Kerawanan Bencana. Ketujuh program strategis tersebut kami harapkan dapat diterima sebagai sumbangsih masyarakat sipil terhadap visi dan proses pembangunan Jawa Tengah yang Sejahtera dan Berdikari – mboten ngapusi mboten korupsi, serta semakin mewujudkan Jawa Tengah Ijo Royo Royo. Pada akhirnya, kami merekomendasikan kepada Bapak Gubernur Provinsi Jawa Tengah untuk membuat Kebijakan Daerah berupa Peraturan Gubernur tentang Pembangunan Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari di Jawa Tengah.

Konteks Politik Hukum di Balik Percepatan Penetapan Hutan Adat: Catatan Ke Arah Transisi 2019

Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2018

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, tahapan baru bagi masyarakat adat sebagai subjek pengelola hutan adat berdampak positif terhadap transformasi pengelolaan kawasan hutan dan sumber daya alam di Indonesia. Konteks politik-hukum menjadi hal yang penting untuk dipahami secara historis dan kontekstual dalam melihat beragam strategi yang dilakukan oleh NGO dalam mendorong pengakuan bagi masyarakat adat di dalam kawasan hutan. Tulisan ini muncul dari hasil observasi penulis selama kurun waktu 2015-2017 atas arah advokasi NGO pegiat masyarakat adat di Indonesia dalam proses regularisasi tentang hutan adat. Berfokus pada proses regularisasi sebagai proses sosial, tulisan ini menelaah dinamika Pasca keluarnya Putusan MK 35 yang mengoreksi UU No.41/1999 tentang kehutanan, yang kini memposisikan ‘hutan adat adalah berada terpisah dari hutan negara’. Dengan memahami proses terbentuknya aturan sebagai sebuah proses sosial, tulisan ini melihat sebuah produk hukum sebagai dokumen...