Perkembangan Bank Syariah di Indonesia (original) (raw)
Related papers
Perjalanan perbankan di Indonesia tentunya sudah ada sejak zaman colonial dahulu, dan dalam kontek pasca kemerdekaan regulasi pertama yang ada mengenai perbankan di tanah air dimulai dengan UU No. 14 Tahun 1967, dari regulasi tersebut tidak memungkinkan adanya bank tanpa bunga, namun dengn perkembangan selanjutnya lahir regulasi-regulasi yang menaungi adanya bank yang boleh menjalankan usahanya tanpa bunga / zero inters. Perjuangan para cendikiawan dalam menegakkan ekonomi Islam di Indonesia tentunya mendapat banyak tantangan, diantaranya adalah faktor politik yang ada. Lahirnya ide pendirian bank syariah sendiri tentunya tidak lepas dari peran para pemikir fundamental, yang mereka berpendapat bahwa bunga bank itu adalah riba, namun pada perkembangan zaman ini tetunya jasa perbankan sangatlah diperlukan, karena itu para fundamentalis melahirkan ide adanya bank Islam yang tentunya bank dengan menggunakan prinsip dasar Islam. Diantara tokoh-tokoh yang memperjuangkannya seperti, A. M. Saefuddin, Karnaen Perwataatmaja, M. Amin Aziz, Mohammad Syafi’I Antonio, Adiwarman Karim, Zainal Arifin, Mulya Siregar, Suroso Jajuli, Zaenal Baharnoer, Iwan Poncowinoto dan Riawan Amin. Salah satu faktor dapat berdirinya bank Islam pada waktu itu adalah keberpihakan politik pada masa itu mampu mendoron berdirinya Bank Islam, salah satunya dengan pembentuan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang diketuai BJ. Habibiy pada saat itu. Sejak didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang disebut sebagai bank syariah yang pertama kali berdiri di Indonesia, barulah lahir regulasi yang menaunginya, seperti lahirnya UU No. 7 tahun 1992 yang memungkinkan adanya bank tanpa bunga, lalu sekitar 6 tahun kemudian lahir pula UU No. 10 tahun 1998 yang menyebutkan istilah perbankan syariah dengan jelas didalamnya serta penjelasannya sendiri. Dengan lahirnya Uundang-undang tersebut memberikan angin segar bagi berkembangnya perbankan syariah.
Pola dan Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, 2019
The development of Islamic banking in Indonesia with the complexity of the problem in its journey has shown good results and as a reference for the pattern and strategy for developing financial institutions. Islamic banking with its (the) sharia principles of avoiding usury practices and prioritizing mutual benefits have proven to be a complete banking system. But besides that, additional supervision is needed to ensure the implementation of sharia principles, namely by the existence of a sharia supervisory board (DPS) to implement fatwas as guidelines for the operation of Islamic banks issued by the National Sharia Council (DSN).
Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia: Sebuah Kajian Historis
JES (Jurnal Ekonomi Syariah), 2019
Banking in Indonesia is now increasingly enlivened by the existence of Islamic banks, which offer financial and investment products in different ways than conventional banks that have long existed. Even conventional banks in Indonesia are now following the trend by establishing their own Islamic institutions or Islamic business units. Recorded in 2012 Islamic banks have increased rapidly to become 11 Islamic Commercial Banks (BUS) and 24 Sharia Business Units (UUS). Islamic banks were born and developed in Indonesia starting from the birth of Bank Muamalat in 1992. Law Number 7 of 1992 concerning banking was born because in that year Bank Muamalah was the only bank that carried out business activities based on the principle of profit sharing. Furthermore, the culmination point has been reached with the enactment of Law Number 10 of 1998 concerning banking which opens the opportunity for anyone who will establish a Shari'ah bank or who wants to convert from a conventional system ...
Tantangan Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Islamic Economics Journal, Vol. 2, No. 1, Desember 2013, 19-40, 2013
This research tries to offer a solution to face the challenges of Islamic banks nowadays. It is known that Islamic banking in Indonesia was reached twentieth age, but has only 5 % from total market share in Indonesia. This is a contradiction to the fact that Indonesia is a largest muslim country in the world. This problem is related to some factors. First, muslim's rationality in economic, which doesn't consider halal or haram to pursue the material wealth. Second, their lack of understanding of Islamic bank. Third, there is no support from Islamic institution. Fourth, Islamic banks in Indonesia operate in mix economic system which has lack of regulation, because system of control is mixed with the conventional banks. Therefore, it is necessary to formulate the strategy of Islamic banks development to face the competition with the conventional. It is directed to the development of business competency comprehensively referring to the strength and weaknesses analysis of Islamic banks in Indonesia, such as new imaging program, expansion of market share program, development product program, service enhancement program and open and universal communication program. Makalah ini berusaha memberi tawaran dalam menghadapi tantangan perkembangan perbankan syariah saat ini. Sebagaimana diketahui, Perbankan syariah di Indonesia telah memasuki usia ke dua puluh tahun, namun dari sisi pangsa pasar masih relatif kecil (kurang dari
Perkembangan regulasi perbankan syariah di Indonesia
Ijtihad Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, 2013
Not only Islamic financial institutions rate impressively, but also Islamic banking. Statistics released by Bank Indonesia prove the premise. At the same time, supporting the legality of Islamic banking operations became more solid. Although at the beginning of its establishment faced legal problems, but since the enactment the Islamic Banking No. 21 of 2008 has been issued, the problem is resolved. Authority that important in the dynamics of Islamic banking regulation is the National Sharia Board-Council of Ulama Indonesia (DSN-MUI). The council became the source of authoritative institutions in guarding the observance of the Islamic banking industry to comply with the rules of sharia. All Islamic banking products must be controlled under sharia compliance by the DSN-MUI. Then, the fatwa is absorbed by Bank Indonesia and Bank Indonesia Regulation (Peraturan Bank Indonesia) is set to be. In this context, the national banking regulator has a significant association with DSN-MUI fatwa. Tidak hanya lembaga keuangan syariah saja yang melaju dengan impresif, perbankan syariah pun melaju dengan impresif pula. Angka statistik yang dirilis Bank Indonesia membuktikan premis tersebut. Pada waktu yang bersamaan, legalitas yang menopang operasional perbankan syariah pun semakin kokoh. Walaupun diawal pendiriannya menghadapi masalah legalitas, namun sejak ditetapkannya UU no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah maka masalah legalitas relatif sudah teratasi. Otoritas yang penting dalam dinamika regulasi perbankan syariah adalah Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Lembaga ini menjadi sumber otoritatif dalam mengawal ketaatan pelaku industri perbankan syariah untuk mematuhi aturan syara. Semua produk perbankan syariah harus difatwakan sesuai syariah oleh DSN-MUI. Fatwa ini kemudian diserap oleh Bank Indonesia dan ditetapkan menjadi Peraturan Bank Indonesia. Dalam konteks ini maka regulasi perbankan nasional memiliki keterkaitan yang signifikan dengan fatwa DSN-MUI.
Perbankan Syariah di Indonesia
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: اللسسسسليمية المصسسسرفية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia. Di Indonesia keberadaan perbankan Syariah secara hukum dimulai melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian diikuti dengan pendirian bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, yang kemudian diikuti dengan pembukaan pelayanan bank Syariah dengan menampilkan Islamic Windows dari banyak bank konvensional. Semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan semakin perlunya sosialisasi atas apa dan bagaimana operasional Bank Syariah, karena operasional perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan konvensional.
Prospek Perbankan Syariah DI Indonesia
Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman, 2018
Masyarakat indonesia adalah masyarakat yang kaya akan keberagaman, baik dalam budaya , bahasa, bahkan agama. Dalam kehidupan sosial, masyarakat tersebut tentunya tidak terlepas dengan adanya interaksi antar individu sebagai proses sosialisasi baik dalam bidang keagamaan maupun dal;am bidang perkonomian. Hal ini nyata dalam aspek perekonomian yang menjadi sorotan dewasa ini adalah munculnya bank-bank yang berbasis perekonomian islam yang lebih populer di sebut dengan perbankan syariah tersebut merupakan respon adanya kegelisahan dan kegundaan jiwa masyarakat islam di indonesia akan lalu lintas perekonomian yanh hanya berorientasi pada kehidupan duniawi saja sehingga tidak berjalan seirama dengan aturan agama islam. Kemunculan bank-bank syariah di harapkan mampu menjawab dan merespon agar lalu lintas perekonomian masyarakat di indonesia (yang nota bene masyarakat di indonesia beragam islam), mampu berjalan seirama yang di yakini akan membawa kemaslahatan bagi peningkatan ekonomi.