ISSN: 0216-6534 DiH Jurnal Ilmu Hukum Volume 13 Nomor 26 Agustus 2017 (original) (raw)
Related papers
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia
Pandecta: Research Law Journal, 2010
Masyarakat Kelurahan Sekaran memenfaatkan tanah yang dimilikinya tidak lagi untuk pertanian melainkan dimanfaatkan dengan cara menyewakan tanah tersebut kepada orang lain untuk digunakan sebagai tempat usaha. Hal tersebut dilakukan dengan alasan penting yaitu hadirnya Universitas Negeri Semarang di tengah-tengah Kelurahan sekaran mengakibatkan perubahan besar terjadi pada masyarakat Kelurahan Sekaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perjanjian sewa tanah untuk usaha di kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang; Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelakasanaan perjanjian sewa tanah untuk usaha di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang; Penyelesaian terhadap hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian sewa tanah untuk usaha di kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Perjanjian sewa tanah antara pemilik tanah dan penyewa tanah tidak luput dari berbagai permasalahan yang timbul baik dalam pelaksanaan...
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 16 Nomor 1 Februari 2020 – Juli 2020
2020
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Peringkat 3 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Nomor 36/E/KPT/2019 tentang Peringkat Akreditasi Jurnal Ilmiah Periode VII Tahun 2019 Tanggal 13 Desember 2019 hingga 13 Desember 2024. DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 16 Nomor 1 Februari 2020 – Juli 2020
Jurnal Lensa Hukum FH UCY Vol 7, Tahun 2013
Key Word: environmental governance, protection of individual liberty A. Pendahuluan Tata kelola lingkungan sebagai hak Milik umum, adalah hak yang setara dengan bentuk perlindungan atas kebebasan individu dan tekanan komersialisasi. Permasalahan yang timbul selama ini yaitu apa yang semula ruang publik yang merupakan masalah hak milik umum berubah menjadi masalah kekuasaan dan pemilik kepentingan, menjadi persoalan moral antara individu dengan masyarakat. Dan tentu saja masyarakat sebagai pemilik ruang publik akan menunjukan perlawanan, lebih-lebih ketika ruang itu berubah menjadi komersialisasi lahan,terlebih lagi dibumbui dan dibelokan oleh dominasi broker yang mengejar rente /keuntungan. Dengan demikian fungsi lahan yang semula untuk daya dukung agraris wet berubah menjadi arena perebutan rente. factor pergeseran alih fungsi ini tidak lepas dari benturan kepentingan kewenangan terhadap tata kelola lingkungan,antara kebijakan (policy) dengan kebijaksanaan, meski keduanya terkait dengan pengambilan keputusan. Kebijakan merupakan basis untuk pengambilan keputusan,sedangkan kebijaksanaan merupakan keputusan yang bersumber dari diskresi (discretion) yang dimiliki oleh pejabat yang berwenang 1. Diskresi ini muncul karena para pejabat menggunakan 1 Hikmanto Juwana, Makalah kriminalisasi Kebijakan dalam Kebijakan Publik,diselenggarakan oleh PPA,Jakarata 2010. Diskresi dalam bahasa Belanda Discretionair atau dalam bahasa jerman dikenal dengan istilah Freis Ermessen dan dalam bahasa Inggris Discretionary Power, yaitu merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian het beginsel van wetmatigheid van Abstract This paper discusses environmental governance as a right-Owned general, is a right which is equivalent to the form of the protection of individual liberty and the pressures of commercialization. The problems that arise during this time that what was once public space is the common property rights problem turns into the problem of power and the interests of owners, became a moral issue between the individual and society. And of course the community as the owners of the public space will show the resistance, the more so when the room was turned into the commercialization of the land, even more seasoned and warped by the dominance of brokers who pursue rents / profits. Thus the original land function for carrying wet agrarian turned into the arena of struggle rents
Jurnal Lensa Hukum FH UCY Vol 6, Tahun 2012
Keywords: policy of fuel oil Pola konsumsi bikin subsidi membengkak, meskipun kebijakan pengendalian sudah dilakukan (kompas 4 agustus 2014) kocek pemerintah terkuras 500 triliun hanya untuk membeli BBM. Permasalahan subsidi BBM membelit negeri ini tiada berkhir , bagai bom waktu yang selalu mencuat disetiap saat dan terlalu naïf untuk dipikirkan. Mengamati pengaturan kebijakan subsidi yang terjebak pada pola satu arah dan satu kekuasaan selama ini hanyalah berkutat pada pada besaran belanja subsidi yang dirogoh dari kocek APBN, sedangkan saluran dana BBM dan saluran konsumsi rakyat sebagai pembeli tidak dipertimbangkan. Volume konsumsi BBM seharusnya setera dengan penyebaran jumlah kendaraan di masing-masing pemerintah daerah. Penggunaan BBM adalah harus seimbang dengan jumlah pajak kendaraan yang diperoleh daerah , dengan demikian nilai harga yang di subsidi disetiap daerah akan berbeda dengan tingkat atau jumlah pajak kendaraan bermotor yang diperoleh disetiap daerah lainya. sehingaga rumus penggunaan BBM akan diperoleh (N = k). Adapun harga BBM dalam arti luas (Hb) bila permintaan sesuai dengan jumlah pajak kendaraan yang diterima , maka keperluan BBM disetiap daerah akan diperoleh Abstract The pattern of subsidy policy of fuel oil (BBM) one way, which has been implemented by the government, have an impact on the precipice of fiscal, between spending on goods (BBM) as compared to income taxes on motor vehicles, tend to more subsidies and even more swollen where the calculation of the subsidy as a contraction burden countries that rains greater fiscal targets Configuration between the interests of the people (consumers BBM) and the good government (subsidies) impressed nuanced on imaging, politicians look at the rise in prices was calculated populist who actually ended up being a trap nation towards non puasaan against the government, the formulation of the proliferation of the above confirm that the calculation of fuel subsidies should be proportional to the level consumer demand is equivalent to the amount of vehicle tax received in each area Proliferation policy by Pertamina fuel prices through a fuel quality rumasan (KW), to be supported by two packages, namely the regulation of motor vehicle tax and the regulation of public transport. Because the affair left the area, not only the authority but funds are centralized in geneuin regional autonomy should be the driving force for the benefit of the economy. The regulation should refer to the modern management