Melawan Hak Eigendom Sultan Ground: Ecocide to Genocide Pertambangan Pasir Besi Kulonprogo (original) (raw)
Related papers
Predatory Regime dalam Ranah Lokal : Konflik Pasir Besi di Kabupaten Kulon Progo
Jurnal Demokrasi dan HAM, Volume 10, Nomor 1, tahun 2013, 2013
This article aims to analyze the power contestation in natural resources (iron ore) conflict in Kulon progo. This contestation includes ideologies in managing natural resources between the paradigms of developmentalism and ecology. Developmentalism is represented with high economy growth achievement based on natural resources excavation. Meanwhile; ecology is represented with harmony among human and environment in managing natural resources. The exploitation of iron ore in Kulonprogo confirm the grand narration wherein farmers fight against alliance of government and corporation. Interestingly, these alliances were built from patrimonialism and feudalism powers that ever exist in Yogyakarta. The implication is, then, social movement from farmers becoming narrow and limited in their environment.
Jaynal Arifin
Abstrak Aktifitas pertambangan seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dianggap sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitic volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen. Begitu prospektifnya sektor pertambangan pasir besi ini tidak mengherankan jika kemudian mengundang ketertarikan investor untuk ikut mengeruk keuntungan dari hasil Sumber Daya Alam yang selama ini dijaga oleh masyarakat sekitar. Untuk memuluskan praktek penambangan ini, para investor biasa menggunakan jasa pemerintah daerah sebagai pintu masuk untuk proses perijinan yang kemudian dikemas untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk memakmurkan masyarakat. Disisi lain masyarakat memiliki konsepsi dan persepsi sendiri tentang pemaknaan terhadap Sumber Daya Alam. seperti halnya Nelayan dan Petani di Bandungharjo, Donorojo, Jepara, mereka memaknai Sumber Daya Alam sebagai satu-satunya sumber mencari nafkah, kerusakan lingkungan akibat petambangan berarti sama halnya mengancam kehidupan mereka. Perbedaaan konsepsi dan persepsi inilah yang kemudian melahirkan konflik berbasis Sumber Daya Alam yang semakin hari semakin membesar sebagai retorika perlawanan masyarakat untuk memperjuangkan ruang ekologi yang berkeadilan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi investasi yang melahirkan penindasan secara ekonomi maupun ekologi sangat perlu untuk menodrong penguatan organisasi rakyat sampai pada tingkatan kesadaran kritis masyarakat, sehingga diharapkan rakyat bisa mandiri dalam mengadvokasi dan mempertahankan lahan penghidupan mereka.
Konflik Pasir Besi: Pro dan Kontra Rencana Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Kulon Progo
2012
The policy made by the Local Government of Kulon Progo District toward pig iron mining is rejected by the people of coastal area. Consequences, it accelerated the social tension and created a social conflicts. It has arisen as a result of difference interest between the local government and the local people in terms of natural recourses management of coastal area. This research as qualitative research aims to observe the unique of “Pasir Besi Conflict”. And, the type of predatory regime in this issue has strong exaggerated the conflict into horizontal and vertical conflict.
Jihad Ekologi Melawan Eksploitasi Tambang Emas DI Banyuwangi Sebagai Penguatan Green Constitution
Peradaban Journal of Religion and Society
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari (1) Bagaimana potret kerusakan ekologi yang diakibatkan oleh pengelolaan tambang emas di Banyuwangi? (2) Bagaimana jihad ekologis kaum bersarung terkait pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan sebagai penguatan green constitution dalam menyikapi penambangan emas di Banyuwangi? Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa: Pertama, Penambangan emas di Banyuwangi telah menyebabkan pencemaran udara dan laut/pantai, kerusakan jalan, banjir lumpur, merentankan kawasan rentan tsunami di pesisir selatan wilayah Banyuwangi. Kedua, berbagai upaya jihad atau aksi bernuansa religius seperti istighasah, doa bersama, membaca hizb nashar sebagai bentuk jihad ekologis kaum bersarung dalam penyelamatan lingkungan belum berhasil menyelamatkan kawasan Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan dari eksploitasi tambang. Kondisi ini menyiratkan semakin pentingnya konstitusionalisasi hijau model struktural dengan memberikan hak alam (right of nature) atau me...
Konflik penambangan pasir besi di pantai Selatan Kulon Progo antara pihak PT. Jogja Magasa Iron (JMI) dengan warga setempat yang tergabung dalam Persatuan Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) mengindikasikan bahwa konflik ini masuk dalam katagori jenis konflik sumber daya. Motif dari konflik ini adalah ekonomi dimana munculnya tindakan dan moral serakah bagi salah satu pihak untuk memanfaatkan lahan pantai untuk mendapatkan nilai ekonomik yang tinggi. Tindakan eksploitatif yang dilakukan PT JMI merujuk pada gagasan Vandana Shiva merupakan ciri khas prinsip maskulinitas, sedangkan petani PPLP yang menolak rencana penambangan atas dasar mempertahankan keselerasian alam dikatorikan menjunjung tinggi prinsip feminitas. Maka dalam upaya untuk mewujudkan kelestarian alam, perjuangan PPLP-KP perlu didukung.
Hak Penambangan Pasir di Indonesia
Tugas hukum agraria Dosen Pengampuh : Mukmin Sakie, SH.,M.Hum.,Ph.D Disusun Oleh Nama : Fajar, SH Nomor mahasiswa : 17921012 Universitas Islam Indonesia Fakultas Hukum 2018 kurang memperhatikan sejumlah elemen dasar praktik pembanguan berkelanjutan, baik ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup:"Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain". Namun, dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap paling merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumber daya alam lainnya, sebab pekerjaan penambangan tidak lebih dari kegiatan melakukan penggalian tanah/bumi untuk mengambil objek penambangan. Apabila penambangan selesai dilakukan, maka kegiatannya tidak berhenti sampai disitu. Pihak penambang berkewajiban untuk mengembalikan keadaan tanah seperti semula, dan tidak membiarkan tanah-tanah bekas penambangan yang berlubang-lubang begitu saja sehingga tanah-tanah tersebut tidak dapat dimanfaatkan masyarakat dan berakibat akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. 2 Keberadaan sektor pertambangan seperti penambangan pasir misalnya, sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable Resources) sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan. Sektor pertambangan ini selain menghasilkan devisa (pemasukan) bagi negara dan daerah, juga merupakan sumber energi. Agar keberadaannya dapat bertahan lama maka sudah seharusnya pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana dan terencana sehingga dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam termasuk pemanfaatan lahan untuk penambangan pasir harus mengacu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH)
Jaynal Arifin
PENDAHULUAN Persoalan yang ada di Bandungharjo khususnya di Masyarakat nelayan yang berada di dukuh Mulyorejo dimulai dari adanya aktivitas penambangan pasir besi di area pantai oleh CV.Guci Mas. Aktivitas penambangan ini dilakukan sekitar bulan November 2011 yang membuat resah warga Nelayan dan Petani sampai akhirnya pada 30 April 2012 direspon adanya aksi dan pengerusakan oleh warga yang berbuntut pada dikriminalisasikannya 15 warga Mulyorejo, Bandungharjo, yang saat ini masih dalam proses di Pengadilan Negeri Jepara. Setelah adanya aksi oleh warga tersebut penambangan pasir besi oleh CV.Guci Mas berhenti. Namun tidak sampai disitu, persoalan yang lebih besar lagi sedang mengancam Warga, yaitu rencana penambangan pasir besi oleh PT. Alam Mineral Lestari yang berencana melakukan penambangan Pasir Besi dengan luasan 200 Ha dengan rincian 21 Ha di Desa Bandungharjo (Area Perhutani), 119 Ha di Desa Banyumanis (Lahan Masyarakat), dan 60 Ha di Desa Ujungwatu (Lahan Masyarakat) yang berada/berbatasan langsung dengan garis pantai. Untuk penambangan di area Perhutani akan dilakukan dengan sistem Pinjam-pakai dan sistem Sewa/kontrak untuk lahan milik Masyarakat. Dari dokumen AMDAL tersebut juga diketahui rencana penambangan yang akan dilakukan terbagi dalam 3 tahap. Tahap ke 1 dimulai dari Blok 1 yang terletak di desa bandungharjo dengan luasan 21 Ha dengan potensi tambang 383.695 ton dan umur tambang 2 tahun. Penambangan tahap 2 merupakan penambangan pada blok III dan IV yang terletak di Desa Ujungwatu dengan luasan 60 Ha dengan potensi tambang 990.045 ton dan umur tambang 4,1 tahun, serta penambangan tahap 3 pada Blok I, II, III di desa Banyumanis dengan luasan 119 Ha dengan potensi tambang 2.263.801,039 ton dan umur tambang 8,9 tahun,. Rincian volume penggalian pasir besi lembab pada tahun ke 1 dan ke 2 sebesar +/- 1.500 m3/hari, pada tahun ke 3 dan ke 4 sebesar +/- 2.000 m3/hari, sedangkan pada tahun ke 5, ke 6, dan ke 7 +/- 4.000 m3/hari. Tentunya dari angka dan rentang tahun dalam rencana penambangan yang akan dilakukan oleh PT. AML sangat meresahkan warga nelayan sekitar pantai, petani, dan petani tambak yang terancam lahannya, karena selama ini masyarakat hanya menggantungkan hidup pada Sumber Daya Alam disekitar mereka. Keterancaman ini bukan tanpa alasan, lokasi penambangan pasir besi di jepara utara memiliki karakteristik pantai dan Hidrooceanografi rentan terhadap arus dan gelombang, sehingga sering terjadi abrasi dan perubahan garis pantai. Dampak hipotetik abrasi/akresi inilah yang membuat masyarakat dukuh Mulyorejo, Bandungharo, Donorojo, Jepara bersikeras untuk melakukan penolakan terhadap segala bentuk penambangan pasir besi di sepanjang pantai. Pada awalnya penolakan terhadap penambangan pasir besi hanya terjadi dan mucul di Desa Bandungharjo, ini dikarenakan lokasi penambangan yang sebelumnya telah dilakukan oleh CV. Guci Mas Nusantara berlokasi di Bandungharjo. Penolakan terhadap penambangan pasir besi oleh masyarakat Bandungharjo khususnya warga Nelayan dukuh Mulyorejo yang berujung pada kriminalisasi 15 nelayan secara tidak langsung mendorong kesadaran kritis masyarakat Mulyorejo untuk bertanya dan mencari tahu aturan-aturan yang terkait dengan lingkungan dan penambangan. Selain itu warga juga mulai belajar dari warga di daerah lain yang mengalami konflik sumber daya alam dengan mengundang tokoh-tokohnya dalam pertemuan-pertemuan warga bahkan warga juga tidak segan untuk bersama mendatangi warga di daerah lain untuk mengetahui sejauh mana konflik yang terjadi dan upaya apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk merebut hak atas lingkungannya. Dari interaksi warga Bandungharjo dengan masyarakat daerah lain yang mengalami nasib yang sama atas konflik sumber daya alam tersebut akhirnya membuat warga bandungharjo menyadari pentingnya penguatan dan konsolidasi masyarakat dengan warga desa lain. Konsolidasi dilakukan warga Bandungharjo dengan mengadakan pertemuan di Desa banyumanis dan Ujungwatu. Dari beberapa peretemuan yang dilakukan oleh warga bandungharjo dengan warga Banyumanis dan Ujungwatu menghasilkan beberapa kesepakatan, dintaranya adalah: Pertama, warga Banyumanis dan Ujungwatu sepakat untuk melakukan penolakan terhadap rencana penambangan oleh PT. Alam Mineral Lestari; Kedua, Masyarakat dari tiga desa tersebut sepakat untuk mengadakan pertemuan besar tiga desa yang melibatkan masyarakat lebih banyak untuk membahas pembentukan organisasi/paguyuban; ketiga, warga tiga desa sepakat untuk membuat spanduk, poster, stiker dan tulisan lainnya terkait penolakan penambangan pasir besi yang kemudian akan dipasang di desa masing-masing; keempat, meminta kepada lembaga-lembaga dampingan untuk intensif memberikan pendidikan hukum kritis terkait penambangan dan hak atas lingkungan; kelima, warga sepakat untuk melakukan aksi besar mendesak bupati untuk pembatalan izin penambangan serta warga siap untuk melakukan gugatan PTUN jika desakan kepada Bupati tidak mendapatkan respon. Berdasarkan observasi di Riset Aksi tahap 1, secara goegrafis Desa Bandungharjo merupakan Desa yang memilki Sumber Daya Alam yang melimpah. Selain kandungan pasir besi di sepanjang pantai, area persawahan juga terlihat subur, hal ini disebabkan mudahnya sumber mata air tawar yang bisa dimanfaatkan untuk mengairi sawah dan juga kebutuhan sehari-hari masyarakat disekitar pantai. Di Bandungharjo juga terdapat kawasan hutan yang kini dikelola oleh Perhutani (Petak 30, 31, dan 32), dan juga perkebunan karet yang dikelola oleh PTPN. Selain itu di Desa Bandungharjo juga terdapat sungai yang warga biasa menyebutnya sebagai sungai gelis yang saat ini dijadikan area pertambangan batu. Dari data demografi yang kami dapat, Bandungharjo memiliki luas 1.049.780 Ha, dengan luas hutan 464,700 Ha, dan batas wilayah: Sebelah Utara berbatasan dengan Pantai, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tulakan, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bumiharjo, dan Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Banyumanis. Sementara itu jumlah penduduk Bandungharjo terdiri dari 2.172 KK, dengan jumlah laki-laki 3.627 Orang, dan perempuan 3.868 Orang, yang terbagi dalam 11 RW. Mata pencaharian masyarakat desa Bandungharjo beranekaragam, mulai dari bertani di area persawahan dan juga di hutan sampai berwirausaha mebel, meskipun beberapa tahun terakhir ini sudah jarang ditemui lagi karena banyaknya usaha mebel yang gulung tikar akibat tidak sebandingnya biaya produksi yang harus dikeluarkan dengan hasil yang didapat. Umumnya masyarakat yang bertani adalah orang tengger (atas) yaitu warga yang tinggal di RW 1-10. Khusus untuk warga di dukuh Mulyorejo (RW 11) atau yang biasa disebut dengan Gisikan (warga sekitar pantai), warga hampir semuanya bermata pencaharian sebagai Nelayan. Hal ini disebabkan karena dekatnya pemukiman warga dengan laut. Selain melaut adalah satu-satunya keahlian yang dimiliki secara turun-temurun, warga gisikan ini tidak memiliki alternatif lahan penghidupan yang lain semisal tanah persawahan. Jadi praktis warga di dukuh Mulyorejo hanya menggantungkan hidup pada Sumber Daya Laut yang ada. Sementara itu, berbeda dengan warga Bandungharjo Khusunya warga Mulyorejo, warga Banyumanis mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan warga Desa Ujungwatu lebih beragam mata pencahariannya, ini dikarenakan kondisi wilayah yang berbeda di setiap dukuhnya. Untuk dukuh Metawar desa Ujungwatu mayoritas warga bekerja sebagai nelayan, Dukuh Tajung Desa Ujungwatu mayoritas adalah petani, dan Dukuh bangkelan Ujungwatu mayoritas adalah petani tambak. Sebenarnya untuk warga nelayan yang berada di sepanjang pantai utara jepara telah memiliki atau tergabung dalam organisasi yang bernama Forum Nelayan (Fornel), namun karena rencana penambangan yang akan dilakukan PT. Alam Mineral Lestari tidak hanya mengancam para nelayan saja akan tetapi juga para petani dan petani tambak maka sangat perlu untuk warga melakukan konsolidasi serta melakukan pengorganisasian diri dengan membentuk organisasi sebagai alat perlawanan untuk penolakan terhadap penambangan pasir besi. Oleh karena itu untuk mencapai cita-cita bersama dalam merebut hak atas lingkungan yang adil maka metode yang digunakan dalam pengorganisasian diri adalah dengan menggunakan metode Riset Aksi.
Konflik Mega Proyek Tambang Pasir Besi Kulon Progo: Anatomi, Eskalasi, Resolusinya - AB. Widyanta
Anatomi, Eskalasi, dan Resolusinya) "Dari pertambangan pasir besi yang merupakan terbesar di Asia Tenggara ini, diharapkan menambah pendapatan asli daerah (PAD) Kulonprogo sebesar Rp1 triliun setiap tahun. Saya berharap penerus saya nanti meneruskan proyek pasir besi dan rencana pembangunan pelabuhan Adi Karta yang sudah ditunggu-tunggu masyarakat maupun investor," (Toyo S. Dipo, Mantan Bupati Kulon Progo) 1 "Hati kami sudah terlanjur terluka oleh pendekatan pemerintah dan pihak investor yang salah sejak awal. Mereka tidak menggunakan car-cara persuasif. Bahkan kami yang tinggal di selatan jalan Daendles, dari Trisik sampai timur Sungai Serang, diperlakukan seperti layaknya "Gepeng" (gelandangan dan pengemis-pen) yang harus disingkirkan." (Supriadi, Ketua PPLP) 2
2009
Rencana penambangan dan pengolahan pasir besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (PT. JMM) untuk menghasilkan pig iron di Kabupaten Kulon Progo, DIY, ditolak sebagian masyarakat petani yang mengusahakan lahan tersebut, dengan alasan masalah lingkungan dan sosial ekonomi. Wilayah Kontrak Karya (KK) PT. JMM, termasuk PT. Krakatau Steel (PT. KS) dan Indo Mines Ltd. berada dalam lahan Pakualaman pada kawasan sepanjang 22 kilometer pesisir Kulon Progo, di wilayah Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Deposit pasir besi sekitar 33,6 juta ton. Produksi direncanakan 500.000 ton per tahun dan umur tambang diperkirakan sampai 25 tahun. Penambangan menerapkan tambang kering dan proses ekstraksi dilakukan dengan teknologi Autokumpu seperti yang diterapkan di New Zealand Steel. Reklamasi akan dilakukan sejauh 200 meter ke darat dengan dibuat gumuk artifisial dan ditanami cemara udang. Saat ini kegiatan PT. JMM dan Indo Mines Ltd. sedang memasuki tahap studi kelayakan dan AMDAL yang dibantu oleh ...