KEWENANGAN LEMBAGA PERADILAN AGAMA DI INDONESIA (original) (raw)
Related papers
Rili, 2021
Religious Court in Indonesia has a long history in accordance with the history of Islam in Indonesia. This article portrays the development of religious court on Indonesia since the era of Islamic kingdom until the New Order era.
KEWENANGAN RELATIF PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
Peradilan Agama adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang mengurusi perkara perdata islam dan hanya dikhususkan untuk umat muslim yang ada di Indonesiaberdasarkan nilai-nilai hukum Islam. Lembaga ini menyelesaikan perkara dengan hukum-hukum syara yang dipetik dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.Kekuasaan peradilan adalah menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan.Sedangkan dalam peradilan agama itu adalah dalam perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan Islam. Oleh karena hukum sosial kekeluargaan hampir secara mutlak menyentuh dan dialami setiap pribadi muslim.
KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
Rifki Lukman Hakim, 2018
Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang ada di indonesia, peradilan agama memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang berubungan dengan masyarakat yang beragama islam. Kewenangan pengadilan agama didasarkan pada undang – undang No 7 tahun 1989 jo Undang – undang No 3 tahun 2006 tentang peradilan Agama. Diantara kewenangan pengadilan agama yaitu mengenai perkara : Perkawinan, Warisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, shodaqoh, dan Sengketa Ekonomi Syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
The ministry of religion in Indonesia, has walked through all the circumstances up and down. From times to times, authority and power of the ministry of religion based on the value of Islam and the fact found around the civilization. In this chance both power and authority are limited societyby various policy and constitution roles, instead of undergoing many challenges from the controller and groups of society in order to positionate this ministry becomes weak. There are some, historical phases of the ministry of religion begun from Islam which came to Ind, the era of Islam kingdoms, cobonization era, and the era of post-freedom to era.
KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DI INDONESIA MASA PASCA REFORMASI
Ichda Rismatul Jannah, 2018
Peradilan Agama Indonesia merupakan badan/lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merupakan salah satu peradilan negara di Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus yang bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus serta menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di Indonesia dalam rangka untuk menegakkan hukum dan keadilan. Peradilan merupakan bagian dari lembaga negara di bawah dari Mahkamah Agung. Sebagaimana lembaga-lembaga kehakiman lainnya seperti Peradilan Militer, Peradilan Negeri, dan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai wewenang masing-masing, maka Peradilan Agama pun begitu juga mempunyai wewenang tersendiri. Dalam hal ini, jenis-jenis perkara yang dikuasai oleh sebuah badan peradilan juga ditentukan. Maka setiap pengadilan yang ada di indonesia, telah ditentukan dalam hal apa saja dan di mana proses peradilan itu patut untuk dilaksanakan. Sudah tentunya, Peradilan Agama yang berada di Indonesia memiliki ciri-ciri yang sama. Ini dikarenakan kesemua peradilan yang ada di Indonesia ini berada di bawah naungan/kekuasaan Mahkamah Agung. Peradilan Agama pada awalnya diatur dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang tersebar di berbagai peraturan. Kemudian baru pada tahun 1989 Peradilan Agama diatur dalam satu peraturan perundangundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dan telah dirubah sebanyak dua kali.Dengan adanya perubahan tersebut Peradilan Agama mengalami pula perubahan tentang kekuasaan atau kewenangan mengadili di pengadilan pada lingkungan Peradilan Agama.
DINAMIKA WAKAF DI INDONESIA (KAJIAN KOMPETENSI PERADILAN AGAMA)
2013
The property that may be provided as waqf is more in the form of unmoving objects, so its allotment is not maximum for the social benefit. In addition, the community comprehension on waqf is more dominant positioned as object that may not be changed, including for being empowered. It causes the waqf property less productive for maximally social benefit. Majority of wakif from Indonesian Muslims have held to the conservative view of Asy-Syafi'i stating that the waqf property may not be exchanged for any reason. The waqf practices applied in Indonesia is still carried out conventionally which vulnerable to cause various problems and not a little that end up in the court. In this regard the Religious Court has authorities to resolve the case of waqf. ABSTRAK Harta yang boleh diwakafkan pun lebih banyak berupa benda-benda yang tidak bergerak, sehingga peruntukannya tidak maksimal untuk kepentingan sosial. Di samping itu pemahaman masyarakat tentang wakaf lebih dominan diposisikan sebagai benda yang tidak boleh diubah, termasuk untuk diberdayakan. Hal itu menyebabkan harta wakaf kurang produktif untuk kemaslahatan umat secara maksimal. Mayoritas wakif dari umat Islam Indonesia berpegang pada pandangan konservatif Asy-Syafi'i sendiri yang menyatakan bahwa harta wakaf tidak boleh ditukar dengan alasan apapun. Praktik wakaf yang diterapkan di Indonesia masih dilaksanakan secara konvensional yang rentan menimbulkan berbagai masalah dan tidak sedikit yang berakhir di pengadilan. Dalam kaitan ini Peradilan Agama berwenang untuk menyelesaikan perkara wakaf tersebut. Kata kunci: wakaf, kompetensi, peradilan agama. PENDAHULUAN Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat starategis, disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Karena itu, pendefenisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting. Kebiasaan masyarakat lebih banyak menggunakan pernyataan lisan pada saat ingin mewakafkan sebagian hartanya tanpa disertai dengan bukti tertulis (sertifikat ikrar wakaf), sehingga banyak harta wakaf yang hilang karena tidak adanya bukti setelah dikelola oleh beberapa generasi.