FAKTOR MEMPERTAHANKAN KONVERGENSI ANTARA SISTEM NASIONAL DAN INTERNASIONAL & DASAR POLITIK NON-BLOK (original) (raw)

URGENSI INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN

Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam, karena berkat rakhmat dan hidayahNyalah kami kelompok III telah berhasil menyelesaikan makalah dengan judul " Urgensi Integrasi Nasional Sebagai Salah Satu Parameter Persatuan dan Kesatuan Bangsa ". Shalawat dan sallam tak lupa selalu kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhamad Rasulullah SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, para tabi'in, para tabi'ut tabi'in, serta kita semua umatnya hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini sesungguhnya adalah sebagian dari syarat untuk mendapatkan nilai semester pada mata kuliah Kewarganegaraan. Oleh sebab itu kami berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan karya yang terbaik menurut kemampuan kami demi untuk meraih nilai yang terbaik pula.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Aliansi Perdagangan Antar Negara

JEBI | Jurnal Ekonomi Bisnis Indonesia, 2019

Abstrak: Aliansi/integrasi ekonomi internasional, regional dan multilateral telah dianggap sebagaibidang utama penelitian di bidang ekonomi internasional dan perdagangan internasional. Kolaborasiekonomi semacam ini memberikan beberapa dampak signifikan pada strategi negara-negara yangbersekutu dengan aliansi dalam kawasan yang terintegrasi secara ekonomi. Ekonomi pasar bebastelah memunculkan realisasi/pembentukan pasar regional atau blok. Munculnya integrasi ekonomiregional ditandai dengan pembentukan blok khusus atau zona ekonomi seperti zona EURO, NAFTAdan sebagainya. (Dewi, et.al, 2015). Penelitian ini adalah analisis deskriptif berdasarkan kajiankajianempiris yang ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukanaliansi perdagangan atau ekonomi antar negara, dan juga pola dan struktur aliansi strategis ekonomidi dalam anggota aliansi itu sendiri. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kemunculan dan jugaadopsi kebijakan integrasi ekonomi di tingkat negara ber...

KONFLIK INTERNAL DAN PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK

Pasca dinamika politik nasional yang melelahkan selama tahun 2014 yang lalu, setiap partai politik (parpol) di Indonesia mulai disibukkan dengan agenda internalnya masing-masing. Pesta demokrasi internal seperti kongres, muktamar dan munas menghiasi wajah politik kepartaian di Indonesia akhir-akhir ini. Parpol di Indonesia silih berganti melaksanakan agenda tersebut demi menyonsong dan mempersiapkan parpolnya pada pemilihan umum tahun 2019 mendatang. Segala bentuk evaluasi dari perjuangan pada tahun 2014 yang lalu menjadi refleksi parpol untuk perbaikan kedepan. Namun ditengah proses evaluasi dan konsolidasi menuju perbaikan tersebut, hal penting yang menarik untuk kita lihat dari perhelatan demokrasi internal tersebut adalah terkait dengan maraknya konflik horizontal yang terjadi didalam tubuh parpol di Indonesia.

PENTINGNYA INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

Falakh izat asya, erlin kurniati, 2024

Untuk membuat rencana pembangunan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan, perlu dipahami unsur-unsur apa saja yang diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan serta unsur dan alat apa saja yang diperlukan.Pilar-pilar pembangunan berkelanjutan adalah keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan kelestarian lingkungan hidup, dan ketiganya harus dikembangkan secara seimbang.Jika tidak, pembangunan akan tetap terjebak pada model pembangunan tradisional yang hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan pembangunan sosial dan lingkungan.Selain itu, keberhasilan pembangunan berkelanjutan juga memerlukan kebutuhan akan modal sosial yang dapat menjaga hubungan kerja yang baik baik secara vertikal maupun horizontal antar berbagai instansi pemerintah, serta antara pemerintah dan swasta; Sinergi dengan komunitas multisektor juga diperlukan Pendekatan pemangku kepentingan.Ketiga kelompok ini berpartisipasi dalam pengembangan rencana dan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

KONFLIK INTERNAL PARTAI POLITIK DI ERA REFORMASI

Pada fase reformasi ini, konflik internal muncul di dalam partai politik. Penyebab konflik internal antara lain pemilihan koalisi dan oposisi. Kecenderungan yang muncul adalah partai-partai politik terlibat dalam konflik internal, yang sebagian berujung pada perpecahan yang berujung pada munculnya partai-partai baru dan sebagian lagi memunculkan kepemimpinan ganda. Seringnya terjadi konflik internal antarparpol ini menunjukkan betapa lemahnya kohesi di dalam parpol. Konflik di dalam partai politik juga menunjukkan betapa sedikitnya pelembagaan di tubuh partai untuk mengelola konflik dan mencapai konsensus. Tidak ada kecenderungan konflik internal yang tidak disebabkan perbedaan visi, misi, platform dan ideologi partai, namun umumnya bersumber dari pragmatisme dalam memilih koalisi partai untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden dan/atau pemerintah. dan kepentingan yang kuat.

KONFERENSI ASIA-AFRIKA, GERAKAN NON BLOK DAN INGATAN KOLEKTIF BANGSA INDONESIA Wawancara tertulis Darwis Khudori dengan ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia

Catatan pendahuluan Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, khususnya nomor 1 sampai 5, sesungguhnya bisa didapat di berbagai buku dan artikel ilmiah yang sudah diterbitkan dalam berbagai bahasa, baik Indonesia, Inggris, Prancis, maupun bahasa-bahasa lainnya. Karena itu, sesungguhnya tidak ada yang baru dari jawaban-jawaban saya di bawah ini sebab merupakan kutipan-kutipan saja dari buku-buku dan artikel-artikel dari berbagai bahasa yang sudah saya baca tentang KAA dan GNB. Pada akhir wawancara, saya lampirkan daftar buku dan artikel yang paling relevan tentang KAA dan GNB yang menjadi sumber kutipan-kutipan saya. 1. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan salah satu prestasi bangsa Indonesia dalam kancah diplomasi luar negeri. Apa yang melatarbelakangi penyelenggaraan KAA? Latar belakang KAA itu tidak tunggal melainkan majemuk berlapis-lapis tumpang-tindih, ada yang bersifat global, regional, internasional, nasional, lokal, dsb. Yang paling terkenal tentunya situasi dunia yang diwarnai oleh Perang Dingin antara Blok Barat (USA, Eropa Barat dan negara-negara kapitalis dan satelitnya) dan Blok Timur (URSS, RRT dan negara-negara sosialis/komunis lainnya). Ketegangannya sangat tinggi dengan resiko Perang Dunia Ketiga yang diperkirakan lebih dahsyat daripada Perang Dunia Kedua sebab kedua blok yang bersengketa memiliki bom nuklir yang lebih mengerikan daripada yang dipakai untuk menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Masing-masing blok berusaha dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang kotor, untuk menarik negara-negara di Asia dan Afrika yang baru saja merdeka untuk bergabung ke dalam bloknya. Sementara itu, rakyat-rakyat di Asia dan Afrika yang merupakan dua pertiga penduduk dunia masih mengalami keterkebelakangan, kemiskinan, kelaparan, epidemi,… sebagai akibat dari peperangan, penjajahan dan perbudakan selama puluhan bahkan ratusan tahun yang didalangi dan dilakukan oleh negara-negara yang kemudian membentuk Blok Barat. Sebagian dari pemimpin negara-negara yang baru saja merdeka menyadari bahwa perang dingin antara kedua blok itu bukan prioritas kalau bukan urusan mereka sama sekali. Prioritas mereka adalah membebaskan diri dari dominasi negara-negara adidaya dan membangun negara mereka masing-masing berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan perdamaian. Indonesia sendiri sudah menetapkan kebijakan luar negerinya sejak awal masa kemerdekaannya (pidato Bung Hatta pada tahun 1948) yang mendapat nama " bebas aktif " pada awal tahun 50-an (Program Kabinet Sukiman tahun 1952 dan pidato Bung Karno 17 Agustus 1952), artinya tidak berpihak kepada blok manapun, tidak berdasarkan kepentingan asing, tetapi ikut aktif dalam menghapuskan penjajahan di muka bumi dan menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial, sebagaimana tersurat dalam UUD-nya. Pada tahun limapuluhan, Indonesia belum sepenuhnya merdeka, kuku-kuku penjajah masih mencengkeram di berbagai sektor, perbedaan aliran-aliran politik menjelma menjadi ketegangan bahkan konflik bersenjata, sebagian kekuatan politik didukung oleh Blok Barat, ada pula yang disokong oleh Blok Timur, Irian Barat masih disandera oleh Belanda. Tapi di luar perbedaan aliran-aliran politik dalam negeri, para pemimpin Indonesia pada tahun limapuluhan secara umum disatukan oleh semangat yang sama: anti penjajahan, anti dominasi asing, solidaritas dengan bangsa-bangsa terjajah, kedaulatan rakyat, bangsa dan negara dalam pembangunan. Semua itu, dan masih ada lagi unsur-unsur lain yang tidak perlu kita ceritakan dalam wawancara ringkas ini, bergabung menjadi kekuatan yang memungkinkan lahirnya KAA.

PENGARUH FAKTOR IDEOSINKRETIK DALAM HUBUNGAN POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KONFRONTASI MALAYSIA

Dapat dilihat peran ideosinkretik masing-masing presiden Indonesia banyak memiliki perbedaan yang mendasar. Presiden Soekarno yang berkesan tegas membuat kebijakan “Ganyang Malaysia” dan dapat menggerakan masa dari rakyat Indonesia untuk mendukung kebijakan tersebut. Pada era Soeharto, Indonesia mulai memperbaiki hubungan dengan dunia luar terutama juga dengan Malaysia. Isu 'negara serumpun' mampu mengubah hubungan kedua negara menjadi lebih akrab.

MENEROPONG PRINSIP NON INTERVENSI YANG MASIH MELINGKAR DALAM ASEAN

PENDAHULUAN ABSTRAK ASEAN didirikan berdasarkan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967, dengan beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara yang masih tetap berpegang teguh pada prinsip non intervensi yang telah diatur dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia 1976 (TAC) dan Piagam ASEAN. ASEAN berkembang menjadi suatu organisasi internasional besar dan mulai diperhitungkan dalam dunia internasional, prinsip non intervensi masih menjadi suatu permasalahan yang masih melingkar dalam tubuh ASEAN dan sudah seharusnya para pemimpin ASEAN untuk memikirkan suatu fleksibelitas dari suatu prinsip ini, hal ini bertujuan untuk membantu suatu negara anggota yang tengah dihadapi permasalahan khususnya tentang kemanusiaan. Kata Kunci: ASEAN, Prinsip Non Intervensi, TAC, dan Piagam ASEAN. ABSTRACT ASEAN was established by the Bangkok Declaration on August 8, 1967, with the region of ten countries in Southeast Asia that still remains on the principle of non-intervention which has been arranged in the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia in 1976 (TAC) and the ASEAN Charter. ASEAN grown into a large international organization and gained recognition in the international world, the principle of non-intervention is still a problem that still coiled in the body of ASEAN and the ASEAN leaders ought to think about the flexibility of this principle, it aims to help a country members who were in face particular problems of humanity.