127-147 LUQMAN - AL-MUSYTARAK AL-LAFDZI MENDEKONSTRUKSI ARGUMEN TAFSIR TEKSTUAL.pdf (original) (raw)

Al-Musytarak Al-Lafzy Mendekontruksi Argumen Tafsir Tekstual

Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir, 2019

The main factor of radicalism is textual understanding of religius teachings, an approach in understanding religious text in literal meaning. Certain efforts have been carried out to deconstruct this approach by establishing contextual approach to understand religious text. However, the two approaches seem to continuously shape religious text understanding as contradict to each other. The textualist argue that the text cannot be broken down by context, because both are different principles. Al-musytarak al-lafd} zi is one of the concepts of understanding the holy text (Alquran) which can deconstruct this textual argument. This study employs descriptive analytical methods by describing data originating from the literature review to draw general conclusions. The results of this study shows that al-musytarak al-lafd} zi is a concept in understanding religious texts that refer to one word that has variety of meanings and the meaning derived from it does not contradict to one another. The conclusions in this paper prove that the concept of al-musytarak al-lafd} zi can be used to analyze the meaning of religious texts comprehensively and deconstruct the textualist arguments of understanding religious text.

Article TextKOMPLEKSITAS ILMU TAFSIR DALAM LITERATUR ‘ULŪM AL-QUR’ĀN

This paper attempts to explain the conditions of a mufassir/interpreter that had been formulated byMuslim scholars. These conditions are usually related to the sciences that must be mastered by an interpreter to avoid mistakes when interpreting the Qur'an. The requirements of aninterpreter are generally found in the literatures of the Qur'anic sciences, or commonly referred to as the 'Ulūm Al-Qur'ān. Therefore, this paper also explains the history of the emergence and development of the sciences of the Qur'an. The sciences that must be mastered by an interpreter are quite numerous and varied, but some scholars summarized them into just a few points. In contrast to the context of the previous scholars, in the present context, an interpreter must also master the social sciences of humanities and modern sciences. Of course this will greatly help someone in understanding the verses of the Qur'an itself.

TAFSIR TARJUMÂN AL-MUSTAFÎD KARYA 'ABD AL-RAUF AL-FANSHURI

Miqot , 2018

Abstrak: Artikel ini mengkaji tafsir Tarjumân al-Mustafîd karya ' Abd al-Rauf al-Fanshuri. Penelitian ini difokuskan pada surah al-Fâtihah dan surah al-Baqarah yang menghabiskan setidaknya lima puluh halaman dari tafsir Tarjumân al-Mustafîd. Pendekatan deskriptif dan kuantitatif dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk menggapai hasil yang tepat sesuai dengan fakta dan realitas yang ada. Tafsir ini ditulis ketika ' Abd al-Rauf menduduki jabatan mufti di kerajaan Aceh yang waktu itu dipimpin oleh empat orang sultanah secara bergantian. Meskipun begitu, hampir dapat dikatakan nuansa politis itu tidak meresap ke dalam penafsirannya. Sisi keunikan tafsir ' Abd al-Rauf ini, ia sangat kontiniu dalam menggunakan kata kunci tertentu untuk mengawali sebuah penafsiran, ditambah lagi dengan bahasa dan aksara yang melekat dalam tafsir semakin menambah kekayaan khazanah tafsir Nusantara yang jarang dimiliki oleh tafsir lain. Abstract: 'Abd al-Rauf al-Fanshuri's Tarjumân al-Mustafîd: Biography, Political and Theological Contestation and Tafsir Methodology. This article is an attempt to provide insight to the reader on the interpretation of Tarjumân al-Mustafîd by ' Abd al-Rauf al-Fanshuri focusing on the sura al-Fâtihah and sura al-Baqarah which consumes at least fifty pages of the Tarjumân al-Mustafîd tafsir. This commentary was written when ' Abd al-Rauf assumed the position of mufti in the kingdom of Atjeh, which was then led by four sultanahs in turn, although, it is almost arguable that the political nuance did not seep into his interpretation. The unique aspect of the interpretation of ' Abd al-Rauf, he constantly uses certain keywords to start an interpretation, coupled with the language and script inherent in the interpretation increasing the wealth of the wealth of interpretation of the Nusantara that is rarely owned by other exegetes.

METODOLOGI AL-SHAUKANI DALAM PENTAFSIRAN AL-QUR'AN ANALISIS TERHADAP TAFSIR FATHAL-QADIR

Tafsir Fath al-Qadir merupakan karya monumental daripada Imam Muhammad bin Ali al-Shaukani yang muktabar di kalangan para ahli tafsir. Tafsir Fath al-Qadir adalah salah satu tafsir yag lahir dari kalangan penganut syi'ah zaidiyah. Dalam kajian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan analisis deskriptif yang menganilisis kepada beberapa literatur, kitab-kitab maupun buku-buku untuk selanjutnya mengumpulkan semua data yang diperoleh lalu membuat perincian sebagaimana tertera pada bab-bab selanjutnya. Objek utama penilitian ini adalah kitab Tafsir Fath al-Qadir karangan Muhammad "Ali al-Shaukani. Adapun sumber penulisan yang digunakan di antaranya sumber utama (primary) dan sumber tambahan (sekundary). Sumber utama adalah kitab Tafsir Fath al-Qadir karangan Muhammad Ali al-Shaukani sendiri, sedangkan sumber tambahan di antaranya kitab Tafsir wa al mufassirun karangan Muhammad Husein al-Zahabi, The Biography of al-Shaukani karangan Salahuddin "Ali abd al-Maujud, Metodelogi Tafsir karya mani"Abdul Halim Mahmud. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensenaraikan penjelasan tentang metode penulisan Tafsir fath al-Qadir, terkait sumber tafsir, manhaj tafsir juga kecenderungan dalam penafsiran. Juga untuk mengupas dan mengungkapkan beberapa kelebihan serta kekurangan Tafsir Fath al-Qadir. Hasil penelitian ini adalah untuk membuktikan bahawa Tafsir Fath al-Qadir merupakan salah satu tafsir kategori mazmum. Kesimpulannya, Tafsir Fath al-Qadir merupakan salah satu khazanah Islam dalam bidang al-Quran yang agung serta digalakkan untuk terus dipelajari karena sangat luas ilmu juga wawasan yang dapat dipetik darinya.

HERMENEUTIKA DAN LINGUISTIK PERSPEKTIF METODE TAFSIR SASTRA ÂMÎN AL-KHÛLI

Amin al-Khuli puts forward two methodological principles in developing methods of literary interpretation of the Qur’an, which is an ideal method for assessing the literary text. Two of these methods is the study of everything that is around the Quran (dirâsah mâ hawlal Qurân), and the study of the Quran itself (dirâsah fil Qurân nafsih). The measures are undertaken to the attention of the authors to examine how the relationship of literary interpretation methods Quran Amin al-Khuli with hermeneutics and linguistic studies. Broadly speaking Amin al-Khuli effort in developing methods of literature in this commentary, can be said to bring a new perspective in the science of interpretation of the Quran. The most valuable contribution of the methods of literary interpretation Amin al-Khuli is to keep the interpretation of subjectivity commentators. Therefore, the steps performed in the methods can be classified into theoretical hermeneutics and in the study of linguistics can be classified into semantic studies using diachronic analysis.

EPISTEMOLOGI TAFSIR AL-JABIRI KRITIK ATAS FAHM AL-QUR`AN, AL-TAFSĪR AL-WĀḌIḤ ḤASBA TARTĪB AL-NUZŪL

Al Itqan Jurnal Studi Al-Qur'an, 2015

Tulisan ini bermaksud mengkaji tafsir al-Jabiri dalam Fahm al-Qur‘ān dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana epistemologi tafsir al-Jabiri? Apa pendapat al-Jabiri tentang tartīb al-nuzūl dan pengaruhnya terhadap pemaknaan alQur`an? Tafsir al-Jabiri didasarkan pada sumber konteks situasi dan budaya saat mana suatu ayat diturunkan. Hal itu didasarkan pada prinsip bahwa pemaknaan ayat-ayat al-Qur`an harus sesuai dengan makna yang dapat dipahami pada saat ayat tersebut diturunkan. Karena itu tartīb al-nuzūl menjadi aspek terpenting dalam tafsir al-Jabiri. Sebab tartīb al-nuzūl dapat memberikan arah bagi pararelisasi turunnya ayat dengan fase-fase dakwah Rasulullah Ṣalla Allah Alayhi wa sallam yang menciptakan konteks bagi pemaknaan ayat. Dalam menyusun tartīb al-nuzūl al-Jabiri menggunakan tartīb al-nuzūl versi kesarjanaan muslim sebagai acuan yang kemudian dimodifikasi dengan mengadopsi metode penyusunan tartīb al-nuzūl Noldeke dan Blachere. Penyusunan alJabiri menghasilkan tartīb al-nuzūl yang sama sekali berbeda dengan versi Noldeke maupun Blachere dan hanya berbeda dalam 13 surah dengan versi kesarjanaan Muslim.