BUDAYA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA (original) (raw)

UPAYA REFORMASI BIROKRASI DALAM MENGOPTIMALKAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

TUGAS 2, 2024

Penelitian ini menyelidiki upaya reformasi birokrasi di Indonesia dengan fokus pada efisiensi operasional, transparansi, akuntabilitas pegawai, responsivitas terhadap masyarakat, adopsi teknologi, pengembangan sumber daya manusia, dan partisipasi masyarakat. Langkah-langkah tersebut bertujuan meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan publik. Analisis menyeluruh

BUDAYA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK

Sinyalemen terhadap ketidak berdayaan administrasi negara melalui birokrasinya dalam menghadapi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik sudah dirasakan sejak lama. Kondisi semacam ini dalam perdebatan administrasi negara sering disebut sebagai "Krisis Identitas" yang mempertanyakan kecenderungan peran dan posisi administrasi negara sebagai ilmu (science) ataukah sebagai praktek (art). Kesan semacam ini didukung oleh adanya fakta tumpang tindihnya antara posisi peran ilmu politik (ilmu pemerintahan) dan ilmu ekonomi (ilmu manajemen) dengan ilmu administrasi dalam praktekpraktek administrasi negara yang terkesan bersifat legal formal, spesifik, bernuansa budaya sentris, sampai dengan anggapan bahwa administrasi negara tidak memiliki persyaratan ilmiah dan teoritisasi yang sifatnya berlaku umum. Oleh karena itu Robert Dahl (1947) menyarankan adanya studi perbandingan administrasi negara (atau studi perbandingan birokrasi) yang mampu melakukan terobosan, terutama dalam menjawab tantangan-tantangan pembangunan yakni masalah kemiskinan dan ketidak adilan sosial, terutama yang terjadi dinegara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Produk dari pemikiran ini, kemudian berkembang dan melahirkan paradigma administrasi pembangunan (development administration paradigm) yang dibentuk oleh Ikatan Sarjana Administrasi Pembangunan Asia di Teheran (1966) yang bergerak dalam bidang penyempurnaan administrasi negara di wilayah timur. Salah satu orientasinya adalah bagaimana administrasi negara mampu mengembangkan dirinya dalam melaksanakan fungsi-fungsi pembangunan, terutama dalam hal pelayanan publik yang dapat dipertanggung jawabkan (responsebelity), memiliki daya tanggap yang kuat (responsivity) dan mampu mewakili kepentingan masyarakat (representativity) berdasar ketentuan hukum dan aturan yang berlaku dengan pancaran hati nurani (akuntabelity) . Oleh sebab itu, pergeseran pemikiran administrasi semacam ini seharusnya tidak hanya membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur, fungsi, financial dan personalia dari organisasi birokrasi itu saja, tetapi yang lebih penting bagaimana perubahan struktur, fungsi, finansial dan personalia organisasi birokrasi mampu diikuti oleh perubahan kultur organisasi birokrasi dan perilaku manusia-manusia yang terlibat di dalamnya. Apabila perubahan ini dapat terwujud, maka apa yang diharapkan dalam orientasi efektivitas pelayanan publik, Insyaallah akan dapat tercapai.

SELAYANG PANDANG TEORI BIROKRASI PUBLIK

Prodi Administrasi Publik Unhas, 2019

A. Pendahuluan Ketika orang berbicara tentang birokrasi, maka kesan umum yang seringkali muncul adalah bahwa birokrasi itu sesuatu yang jelek, negative, penghambat, dan korup. Mungkin kesan tersebut ada benarnya, ketika birokrasi dipandang dari sisi empirikalnya, baik birokrasi pada negara-negara maju maupun pada negara-negara berkembang dan terbelakang. Namun tidaklah sesederhana menyimpulkan seperti itu, karena nyatanya dalam beragam teori tentang birokrasi, terungkap bahwa pada dasarnya birokrasi lahir sebagai instrument untuk membantu manusia dalam menyelesaiakan berbagai persoalan hidup yang sangat kompleks. Oleh karena itulah penting untuk memahami terlebih dahulu tentang teori-teori birokrasi yang telah berkembang, terutama dalam kajian teori-teori administrasi. Sebagaimana pada paparan berikut disajikan secara singkat dan terbatas mengenai birokrasi dalam berbagai perspektif teoritis. Pada bagian awal pemaparan dimulai dengan mengacu pada penjelasan teori politik birokrasi dari H. George Frederickson & Kevin B. Smith (2003) dalam bukunya yang berjudul The Public Administration Theory Primer, yang dijelaskan dalam tiga sub-bab. Bagian ini dilengkapi pula dengan penjelasan tentang teori representative bureaucracy (J. Donald Kingsley) dan teori street level bureaucracy (Michel Lipsky's). Kemudian pada bagian berikutnya secara berturut-turut, dipaparkan penjelasan teori birokrasi dalam perspektif Weberian, yang lebih banyak mengacu pada pendapat Eva Etzioni-Halevy yang dikutip dari buku yang berjudul Bureaucracy and Democracy; A Political Dilemma (1983) dan terakhir ditampilkan dua model birokrasi menurut Douglas Yates.

POLITISASI BIROKRASI DI INDONESIA

Indonesian bureaucracy is built in a long history, since an era of kingdom until an era of the state formation called Indonesia. However, the characteristics of the bureacracy is mainly identified as patrimonialistic. The characteristics are inheritted until in the era of reformation when political structure has been reconstructed to be more democratic. The efforst to reform seem not to yield a more legal-rationalistic typology of bureacracy. One of the reasons is a highly politicized bureaucracy in the forms of for example the uses of public facilities for particular political partties' activities, political mobilisation in general election, the practices of spoil system in bureaucracy, political interest-based promotion for public officers, government officer recruitment, and the dismantle of career officers of government institution that is highly political. However, it is not easy to eradicate the politicization of bureacracy since both of them are closely linked. Ideally, the links between bureacracy and politics must be oriented for accommodating public interests.

INOVASI BIROKRASI : MENUJU PELAYANAN PUBLIK YANG LEBIH EFISIEN DAN RESPONSIF

Birokrasi secara umum dapat dijelaskan sebagai suatu sistem pengelolaan administrasi yang terdiri dari aturan, prosedur, dan struktur yang kompleks. Firman (2015) Birokrasi seringkali diidentifikasi dengan kekakuan, lambatnya proses pengambilan keputusan, dan tingginya tingkat birokrasi. Birokrasi juga seringkali dipenuhi dengan aturan dan regulasi yang rumit, yang membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat. Meskipun demikian, birokrasi juga memiliki peran yang penting dalam menjaga kestabilan, keadilan, dan keamanan dalam suatu organisasi atau negara.

PELAYANAN PUBLIK DALAM BIROKRASI PEMERINTAHAN

Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan. Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran

REFORMASI PELAYANAN BIROKRASI DI INDONESIA DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT Oleh

Sejatinya terwujudnya Good Governance sangat di dambakan oleh setiap orang yang hidup di dunia ini,tetapi tidak semudah itu mewujudkan itu semua proses awal hingga akhir tentu akan sangat rumit,mulai dari reformasi stuktur yang sudah ada sampai perombakan anggota guna mengurangi oknum-oknum yang masih nakal yang bisa menghambat progress terwujudnya Good Governance tersebut. Reformasi bisa di jadikan langkah awal