Menakar Peran Relawan Politik Pasca Kontestasi Presidensial 2014 (original) (raw)

Fenomena Relawan Politik dalam Kontestasi Presidensial 2014

Jurnal Ilmu Sosial dan ilmu Politik, 2014

This article describes how the presidential contestation in 2014 was characterized by the presence of political volunteers. Here political volunteers is defi ned as a manifestation of strengthening active participation of citizens in promoting substantive democracy. This article argues that the rise of a new social movement has brought a tradition of voluntarism in politics. In addition he voluntarism has transformed the values of patrimonial political and oligarchy onto active popular voluntarism and participatory. The political volunteers who employed offl ine and online medium have clearly increased public participation in Indonesia. This article has also argued the presence of political volunteers has positively contributed to developtment of extra parlementary democracy model. Abstrak Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana kontestasi presidensial 2014 yang diwarnai oleh kehadiran relawan politik sebagai manifestasi dari meningkatnya partisipasi aktif warga masyarakat dalam demokrasi substansial. Artikel ini berpendapat bahwa kebangkitan gerakan sosial telah melahirkan tradisi voluntarisme dalam politik. Selain itu voluntarisme juga turut mentrasformasi nilai-nilai politis yang bernuansa patrimonial dan oligarkis menjadi voluntarisme dan partisipatoris. Relawan politik yang bergerak secara offl ine dan online dapat meningkatkan partisipasi publik. Artikel ini juga berpendapat bawah kehadiran relawan politik secara sangat positif berkontribusi terhadap pembangunan model demokrasi ekstra parlementer.

Peran Relawan Politik Dalam Konstelasi Politik Indonesia

Jurnal Hukum Sasana

Pemilihan Umum langsung merupakan pilar pertama dalam ber Demokrasi di Indonesia , dengan menganut sistem one man, one vote dimana mengharuskan siapapun yang menginginkan kursi politik dipemerintahan harus mendapat suara pemilih terbanyak. Kehadiran relawan menjadi penting bagi massa yang mendukung salah satu calon baik di Pilkada maupun Pilpres. Fenomena kemunculan deklarasi relawan ini mulai bermunculan setidaknya bisa kita lihat dari berbagai pemberitaan dimedia massa dan media sosial. Kehadiran relawan politik sebagai manifestasi dari meningkatnya partisipasi aktif warga masyarakat dalam berdemokrasi substantial.Relawan politik yang bergerak secara offline maupun online mampu meningkatkan partisipasi masyarakat yang menjadi kunci kehadiran model pemerintahan demokrasi ekstra parlementer. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif, peneliti bermaksud menggambarkan bagaimana peran relawan politik dalam konstelasi politik Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan Fe...

Konflik Kepentingan Pasca Recall Dalam Perspektif Kelembagaan Partai Politik

Journal of Government and Politics (JGOP)

Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran tentang konflik inetrnal yang terjadi di tubuh Partai Hanura Lombok Utara pasca terjadinya Recall oleh satu anggota Anggota DPRD Lombok Utara dari Partai hanura. Metode penelitian yag digunakan dalam penelitian ini menggunakan penedkatan kualitatif, dengan tehnik pengumpulan data berupa wawancara, dokumntasi dan tinajuan pustaka. Analisis data dengan menggunaka tehnik Miles dan hHuberman,yaitu, mulai pengumpulan data dilapangan, reduksi data, penyajian data sampai pada penarikan kesimpulan. Recall dipahami secara umum sebagai penarikan kembali anggota DPR untuk diberhentikan dan digantikan dengan anggota yang lain sebelum berakhir masa jabatan anggota DPR yang ditarik tersebut. Hasil penelitian menunjukan dalam kasus Recall yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Kabupaten Lombok Utara (KLU) terhadap Arif Usman, salah satua anggota atau kader partai Hanura yang duduk sebagai anggota DPRD Kab. Lombok Utara priode ...

Aktivisme Kelas Menengah Berbasis Media Sosial: Munculnya Relawan dalam Pemilu 2014

Emergence of voluntarism power that occured in 2014 election have indicated new form of middle class in Indonesia. Analyse on middle class always posited as either " leisure class " or " depedent class ". However, in 2014 election, its class has been transformed itself as powerful actor from extra-parliamentary arena which able to persuade political succesion with Jokowi as pivotal person. Addresing to recent middle class, using of social media undoubtely become main factor to encouraging political awareness form middle class to be partisan voters. This article using cyberactvism perspective to elaborate more deeply toward middle class power in 2014 election.

Relawan: Dari Gerakan Sosial ke Proyek Politik

Religion, State and Society: Exploration of Southeast Asia, 2017

This article describes the 2014 presidential contest marked by the presence of political volunteers as a form of increasing the citizen's active participation in substantial democracy. This article argues that the rise of the social movement has spawned a tradition of voluntarism in politics. In addition, voluntarism also helps change the political values of patrimonial and oligarchic nuances into voluntarism and participation. Active and online political volunteers can increase community participation. The article also argues that the presence of political volunteers contributes positively to the development of an extra model of parliamentary democracy.

Membawa Pulang Politik

Raimondus Arwalembun

“Kembalinya Politik” merupakan buku tentang politik yang secara khusus dipersembahkan oleh P2D kepada A. Rahman Tolleng sebagai hadiah ulang tahunnya. Dari judul buku ini, muncul pertanyaan apa pentingnya mengembalikan politik? Dalam pengantarnya Rocky Gerung mengatakan penting mengembalikan politik karena politik (yang selama ini ditafsirkan keliru) merupakan urusan keadilan umum yang melibatkan semua orang, dan untuk membahagiakan seluruh rakyat (hal. viii-ix).

Prospek Relasi Dewan Perwakilan Daerah Dengan Partai Politik

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 2021

This article analyzes the relationship between the Regional Representative Council (DPD) and political parties that are often confronted diametrically. The questions presented, what is the historical factor for the formation of the DPD and the comparison of the practices of several countries in relation to regional representative bodies and political parties? What are the prospects for the relationship between the DPD and political parties in the future? This article aims to provide a different perspective on the relationship between the DPD and political parties from the historical, comparative and conception point of regional representation bodies. Through the socio-legal method, it was concluded that, first, historically the formation of the DPD was designed to be filled by individuals, not political parties. However, the practice of some countries shows that regional representative bodies generally cannot be separated from political parties. The lesson is that separating the DPD and political parties "strictly" can be said to always be violated because it is not in accordance with the natural conditions of filling the DPD directly by the people, who are influenced by the strength of the network and political parties. Second, whether or not there are political party affiliations in the DPD will not have a significant impact due to the limited authority of the DPD, so what is needed is the granting of significant DPD authority in the legislative process and supervision through the bicameral model. Thus, the prospect of the relationship between the DPD and political parties in the future can contribute to each other according to the DPD's already significant authority while still providing space for individuals.

Peran Partai Oposisi di Parlemen Pasca Pemilu Presiden 2014

Jurnal Politik, 2016

Keberadaan partai oposisi di parlemen Indonesia setelah reformasi terjadi sejak Megawati Sukarnoputri mengalami kekalahan pada Pemilu Presiden 2004 dan kemudian mendeklarasikan dirinya dan partainya, PDI-Perjuangan, sebagai sebuah partai oposisi. Kemudian, PDI-P berusaha untuk menjalankan fungsi oposisi dalam mengkritik kebijakan pemerintah selama kurang lebih sepuluh tahun. Setelah itu, kandidat yang diajukan oleh PDI-P meraih kemenangan pada Pemilu Presiden 2014 mengalahkan kandidat lain, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Setelah mengalami kekalahan, Prabowo-Hatta membentuk Koalisi Merah Putih (KMP) untuk meneruskan posisi berseberangan mereka dengan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sementara itu, Presiden Joko Widodo didukung oleh partai politik-partai politik yang dikenal dengan Koalisi Indonesia Hebat. Meskipun pada awalnya KMP berhasil menjalankan sejumlah peran dengan cukup baik, akan tetapi belakangan KMP justru tidak dapat menjalankan perannya sebagai oposisi dengan baik. Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan: Mengapa partai oposisi tidak dapat bekerja dengan baik sebagai oposisi pasca Pemilu Presiden 2014? Artikel ini dihasilkan dari penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Temuan artikel ini adalah partai oposisi tidak dapat bekerja dengan baik disebabkan oleh dua hal: yaitu persoalan ikatan koalisi yang tidak didasarkan atas kesamaan ideologi atau visi kebijakan dan perpecahan internal partai politik di dalam KMP.

Politik Recalling Dalam Parlement Riau 2014 - 2019

Jurnal Ilmu Pemerintahan Nakhoda, 2016

The Interim Replacement between the time (PAW) mechanism of six legislators of Riau at 2014-2016 period through the long mechanism and give rise to polemics both at the elite level and on the society. Strating from the proposal for dismissal by the regional council (DPD) of political parties, approval at the meeting of DPRD, verification of the KPUD of Riau Provinces, the letter proposal that then forwarded to the Minister for issued official announcement of PAW. Delays in the Minister's decree related determination replacement PAW of the six legislators Riau who participate in 2015 election implication for the vacancy delegation in constituency of the six legislators who resigned. This is administratively highly influential DPRD of Riau in decision making and for the local elections also will impact to reduced their delegations in government. This research used the turnover between the time (PAW) concept and theory of political delegation institutions. This research type is descriptive with qualitative approach, the data collection technique used depth interviews and documentations. The results showed that the mechanism of the six legislators Riau PAW 2014-2019 period after the enactment into regional head candidates in the elections of December 2015 the dynamics of the level of Parliament and political parties Bearers and take quite long. That condition has implications for vacancies in representative institutions (parliament) Riau province where administratively is not full members of Parliament in decisionmaking so that the delay in setting the budget Riau in 2016.