PERKEMBANGAN HUKUM KONTRAK BISNIS; TEORI & PRAKTIK (original) (raw)

HUKUM PERJANJIAN KONTRAK BISNIS

Reski Syahputra Syafri-Persada Bunda, 2020

Abstrak: Buku II KUH Pdt atau BW terdiri dari suatu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Dalam bisnis kontrak sangat dipergunakan orang, bahkan hampir semua kegiatan bisnis selalu diawali oleh adanya kontrak, kalaupun dibuat secara sederhana. Karena fungsinya yang sangat penting, maka pembuatan kontrak haruslah memperhatikan asas-asas yang berlaku dalam suatu kontrak. Asas dimaknai sebagai hal-hal mendasar yang menjadi latar belakang lahirnya suatu norma atau aturan atau kaidah. Sebelum membuat suatu aturan biasanya ditentukan dahulu asasnya yang biasanya lebih bersifah filosofis. Kata Kunci: perjanjian kontrak bisnis, azas perjanjian kontrak bisnis PENDAHULUAN Buku II KUH Pdt atau BW terdiri dari suatu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas "kebebasan berkontrak" dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua perjanjian "mengikat" kedua belah pihak. Terjadinya prestasi, wanprestasi, keadaan memaksa, fiudusia, dan hak tangunggan dikarenakan hukum perikatan menurut Buku III B.W ialah: suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau "kreditur" sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau "debitur". Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan "prestasi" yang menurut undang-undang dapat berupa: 1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan. Berdasarkan latar belakang

ASPEK HUKUM BISNIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

Fakultas Hukum, 2017

ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis, yang meningkat dari hari ke hari. Semakin meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya. Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang disebut dengan pengadilan. Sudah sejak ratusan bahkan ribuan tahun badan-badan pengadilan ini telah berkiprah. Akan tetapi, lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para pencari keadilan, khususnya jika pencari keadilan tersebut adalah pelaku bisnis dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis. Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa, diantaranya adalah lewat badan arbitrase. Kata Kunci : Penyelesaian, Sengketa, dan Bisnis A. LATAR BELAKANG MASALAH Di zaman modern seperti saat ini bangsa Indonesia banyak mengalami berbagai polemik yang beredar di dalam masyarakat yang menimbulkan suatu pertentang bahkan sampai menimbulkan perikaian diantara masyarakat. Pertikaian yang ada muncul dari berbagai masalah yang biasanya timbul karena perbedaan pendapat atau paham yang mereka anut. Pertikaian bermula dari suatu persoalan yang kecil karena tidak cepat diselesaikan maka persoalan tersebut menjadi besar. Persoalan ini sebaiknya cepat diselesaikan agar tidak menjadi besar. Sengketa bisnis, pada uumnya dimulai dengan adanya wanprestasi atau ingkar janji sehingga pihak yang lain merasa dirugikan 1. Sebuah konflik, yakni sebuh situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatianya istilah orang jawa "nrimo ing pandum". Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain 2 1 H.R. Daeng Naja, 2009, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, hlm 131 2 Ibid, hlm 2