Cover Belakang Buku Hak Inisiatif DPR (original) (raw)
Related papers
Studi Tentang Pelaksanaan Hak Inisiatif DPRD Kutai Kartanegara Periode 2014-2018
NATAPRAJA
As an element of local government organizers, the DPRD is demanded to play an active role in carrying out its functions. One of the important functions of the DPRD is the formation of regional regulations together with the Regional Head. For the implementation of this function, the DPRD was given the right of initiative to submit a draft Regional Regulation. From the results of the study, the implementation of the DPRD Kutai Kartanegara initiative rights for the period 2014-2018 has been implemented well, but it is not optimal because on average only 14.63% has been passed into a Regional Regulation. In theory, the factors that influence the implementation of the DPRD initiative rights are education, experience and data / information factors, but this has been overcome by the existence of an Expert Team / Expert Group, workshops or training to increase the capacity of the DPRD and the Academic Script in each Design Regional Regulation submitted to the DPRD, so that it is no longer a...
Desain Buku Panduan Tata Cara Perlindungan Terhadap Hak Anak Sebagai Media Pendukung Kampanya
Jurnal Inosains, 2011
Di Indonesia masalah seperti fakta-fakta pelanggaran terhadap hak-hak anak yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin bertambah. Kekerasan, penganiayaan, pelecehan seksual. diskriminasi, dan penghinaan adalah bentukbentuk yang terjadi pada pelanggaran hak anak. Anak-anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Perlunya suatu tindakan dalam perlindungan serta pencegahan terhadap hak anak saat ini, dengan bantuan Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota dewan yang memiliki wewenang dan membuat legislasi, mengawasi kegiatan pemerintah, alokasi sumber daya finansial, dan sebagai pemimpin di negara dan masyarakatnya, membangkitkan kesadaran atas permasalahan ini. Yang paling penting adalah bahwa dewan perwakilan rakyat dan anggota dewan melakukan advokasi dalam konstituennya untuk mengakhiri dan melindungi hakhak anak.
2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman Anggota DPRD mengenai legislasi, penguatan kelembagaan dan mengetahui kendala-kendala yang di hadapi DPRD dalam menyusun Peraturan Daerah Inisiatif. Untuk mengetahui permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan Penelitian Lapangan, yaitu peneliti langsung menemui Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tidore Kepulauan. Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Kualitatif dengan beberapa metodologi yaitu obeservasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Fungsi Legislasi DPRD Kota Tidore Kepulauan masih belum sesuai harapan meski pemahaman mengenai legisasi cukup baik namun pembentuakan Peraturan Daerah Hasil inistiaf DPRD masih jauh dari harapan dimana dalam 4 (empat) tahun DPRD hanya mampu membentuk 7 (tujuh) Peraturan Inisiatif DPRD sedangkan Dalam Penguatan Kelembagaan DPRD Kota Tidore rutin melakukan Bimtek mengenai Legal Draft...
Yustitia
The inquiry right of the House of Representatives (DPR-Dewan Perwakilan Rakyat) is the right of the DPR to conduct an investigation of the implementation of laws/government policies relating to important things, strategic, and broad impacts on the life of the community, nation, and state suspected of being in conflict with the law regulations. The DPR's inquiry rights relating to the implementation of the DPR's oversight function are “an institutionalized system, involving the effectiveness and regularity of restrictions on government actions”. According to the definition above, the questions arise is what is the position of the inquiry rights in the implementation of the DPR's oversight function on the implementation of a law? What is the implication of the Constitutional Court's decision Number: 36 / PUU-XV / 2017 for the implementation of the DPR's inquiry right to the Corruption Eradication Commission (KPK – Komisi Pemberantasan Korupsi)? The study was conduc...
Menelisik Sisi Lain DPR Korupsi
Jika dua orang membutuhkan hal yang sama, akan tetapi hanya satu orang yang memperolehnya, maka mereka akan saling bermusuhan-masing-masing pihak mencoba menggangu dan menindas pihak lain untuk mencapai tujuannya, yaitu kelangsungan hidupnya, Thomas Hobbes. Salah satu kasus korupsi fenomenal adalah kasus korpsi yang melibatkan anggota Komisi V DPR RI inisial DWP (dari partai besar dan berkuasa) soal kasus suap di Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku. Kian hari makin meningkat terungkap dan tertangkapnya anggota DPR RI karena korupsi. Tulisan ini akan menelisik sisi lain anggota DRP RI korupsi. Profil Itulah cukilan untuk mendeskripsikan 560 anggota DPR RI terpilih periode 2014-2019 dari 250 an juta penduduk Indonesia. Anggota DPR tersebut masuk dalam pranata politik. Betapa istimewanya anggota DPR tersebut. Anggota DPR tersebut pastinya berada dalam kondisi istimewa yaitu life chesser dan life style (kemudahan hidup dan gaya hidup). Baik masyarakat umum, khususnya anggota DPR terpilih hendaknya memahami karakteristik pranata politik berikut ini, pertama, adanya suatu komunitas manusia yang secara social bersatu (hidup bersama) atas dasar nilai-nilai yang disepakati bersama. Kedua, adanya asosiasi politik atau biasa disebut pemerintah yang aktif. Ketiga, asosiasi tersebut melaksanakan fungsi-fungsi untuk kepentingan umum. Keempat, asosiasi tersebut diberi kewenangan luas jangkauan hanya dalam territorial tertentu.
Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi
Jurnal Integritas KPK, 2018
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 menguji konstitusionalitas objek hak angket DPR terhadap KPK menimbulkan permasalahan dan perdebatan hukum, khususnya dapat tidaknya penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga negara independen. Permasalahan dalam penelitian adalah apakah pertimbangan Hakim Konstitusi dalam putusan a quo telah tepat menempatkan KPK sebagai objek hak angket DPR? Bagaimana implikasi putusan a quo berkaitan penggunaan hak angket DPR kepada KPK terhadap pemberantasan korupsi? Penelitian doctrinal ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan objek penelitian. Penelitian menyimpulkan, pertama, pertimbangan Hakim Konstitusi khususnya pertimbangan 5 Hakim Konstitusi yang menjadi dasar putusan a quo tidak tepat menempatkan KPK sebagai objek hak angket DPR dikarenakan pertimbangannya tidak memiliki konsistensi terhadap makna independen yang dimiliki KPK bahwa posisi KPK berada di ranah eksekutif, sehingga tidak berarti membuat KPK tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun. Pertimbangan yang tidak konsisten dibarengi tidak dibedahnya makna “hal penting, strategis, dan berdampak luas” sebagai kriteria dipergunakannya hak angket DPR. Kedua, implikasi putusan a quo terhadap penggunaan hak angket DPR terhadap KPK adalah dapat terganggunya status independensi KPK. Penggunaan hak angket DPR terhadap KPK secara eksesif dapat merintangi, mempolitisasi kasus pemberantasan korupsi yang ditangani KPK. Diperlukan penegasan pembatasan penggunaan hak angket DPR khususnya kepada tugas KPK dalam bidang yudisial, serta pengekangan diri panitia angket DPR untuk tidak memasuki batas-batas yang ditentukan hukum.