KONTESTASI RELAWAN TEMAN AHOK DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DKI JAKARTA 2017 (original) (raw)
Related papers
GERAKAN SOSIAL-POLITIK TEMAN AHOK MENJELANG PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017
Latar belakang dari penelitian adalah munculnya Teman Ahok dalam masa persiapan menjelang Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Kemunculan Teman Ahok adalah salah satu wujud gerakan masyarakat yang tidak puas dengan kinerja partai politik. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk Gerakan Sosial-Politik Teman Ahok Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi. Berdasarkan Teori Gerakan Sosial Baru, maka gerakan sosial-politik Teman Ahok adalah salah satu wujud ekspresi masyarakat DKI Jakarta yang mempunyai tujuan untuk mengusung sosok figur yang sesuai dengan ide dan nilai yang mereka percayai. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk Gerakan Sosial yang dilakukan Teman Ahok dalam pengumpulan satu juta KTP adalah melalui viralnya Teman Ahok di media sosial dan juga bantuan beberapa aktor politik atau pihak yang memiliki agenda politik. Gerakan Sosial bergantung pada empat aspek yaitu Ideologi, Struktur, Taktik, dan Partisipan. Pihak-pihak yang terlibat dalam Gerakan Sosial-Politik Teman Ahok dibagi dalam dua jenis yakni partisipan politik dan partisipan non-politik. Partisipan politik adalah partisipan yang merupakan aktor dan kelompok politik beserta pihak yang memiliki agenda politik. Lalu partisipan non-politik adalah partisipan yang secara sukarela membantu tujuan dari Gerakan Sosial yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan asumsi dasar bahwa Gerakan Sosial-Politik Teman Ahok tidak lepas dari aktor politik yang ada dengan Gerakan Sosial sebagai variabel berpengaruh (independent variable) dan Teman Ahok sebagai variabel terpengaruh (dependent variable).
EFEKTIVITAS POLITIK IDENTITAS TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2017 DI JAKARTA
Okka Andriansyah, 2023
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mempelajari bagaimana dinamika politik yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 yang dilatarbelakangi oleh politik identitas. Bila dilihat dengan pendekatan historis, kehadiran politik identitas ini sudah ada dan tercipta sejak masa kolonial Belanda. Pemberian hak-hak istimewa kepada etnis tertentu (Tionghoa khususnya) membuat orang-orang Pribumi merasa tertindas hingga timbul kecemburuan sosial. Kebencian ini terus terbawa hingga masa awal kemerdekaan, Orde Baru, bahkan sampai saat ini. Politik identitas kerap dijadikan sebagai alat politik oleh elit-elit dalam kontestasi Pilkada, khususnya di Jakarta. Metode tersebut memang dapat memberikan kemenangan bagi peserta Pilkada yang dimana identitas politiknya bersifat mayoritas di daerah pemilihannya. Dibalik itu, terdapat pula implikasi yang menyebabkan keterbelahan dan perpecahan masyarakat.
Keberjalan suatu pemerintahan tidak terlepas dari berbagai macam konflik karena selalu ada pihak yang pro dan kontra. Begitu pula dalam hal pengambilan keputusan dipengaruhi oleh berbagai kelompok yang berkepentingan dalam suatu pemerintahan. Teori urban power yang terdiri atas pluralisme, elitisme, rezim, atau growth machine akan berpengaruh pula di dalamnya. Pro dan kontra yang ada akan memunculkan suatu konflik pemerintahan. Masing-masing pihak akan berusaha memperjuangkan kepentingan masing-masing. Begitu halnya dengan kondisi politik dan pemerintahan yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta.
FENOMENA RELAWAN AHOK: Kembang Gula Pilkada DKI Jakarta 2017
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia akan digelar serentak pada tahun 2017 nanti. Begitu juga dengan Propinsi DKI Jakarta, akan diselenggarakan Pilkada pada tahun 2017 untuk pemilihan calon gubernur. Namun ada fenomena yang menarik pada persiapan pemilihan calon gubernur tersebut, sebab ada suatu kelompok non partai dari himpunan anggota masyarakat Jakarta yang mengatasnamakan Teman Ahok.
Eni Saeni, 2020
Kepiawaian berkomuniksi merupakan salah - satu syarat tak tertulis bagi seorang pejabat publik. Sebab, selama mengelola institusinya, seorang pejabat publik mesti berinteraksi dengan banyak pihak. Berbagai kebijakan mesti terkomunikasikan dengan baik. Sementara pengambilan keputusan sebuah kebijakan melalui proses yang tak sederhana. Pejabat public mesti mendengar masukan dari banyak pihak, juga bernegosiasi. Pejabat publik juga dituntut bisa mengelola dengan baik ‘serangan’ dari pihak yang resisten atas kebijakan yang ada. Salah seorang pejabat publick yang punya gaya komunikasi politik unik dan fenomenal yakni Gubernur DKI Jakarta (19 November 2104 - 9 Mei 2017), Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Mantan Bupati Belitung Timur ini cepat dikenal secara luas bukan hanya karena kinerjanya, tetapi juga lantaran gaya komunkasinya. Yang segera teringat oleh kebanyakan orang tentang Ahok yakni bicaanya yang ceplas-ceplos, kata-katanya yang ‘kasar’ dan kadang marah-marah. DPRD DKI Jakarta ...
NETRALITAS BIROKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH
Ilmu Politik, 2023
Aparat pemerintah merupakan pelayan public yang harus netral dalam setia[ pelaksanaan tugasnya. Negara kita dalam waktu dekat akan melaksanakan pemilihan umum serentak di tahun 2024, tentu saja melakukan banyak sekali prosedur untuk melakukan hal tersebut untuk mendapatkan dukungan. Meskipun hal tersebut sulit, tetapi hendaknya dapat menghindarkan diri dari keberpihakan pada salah satu calon kelak karena netralitas merupakan hal yang mutlak bagi orang yang berada di bangku birokrat, namun walaupun begitu, mereka tetap manusia biasa yang punya motivasi tertentu dalam pelaksanaan tugasnya. Tetapi, setidaknya dengan mengantisipasi dan mencegah hal itu terjadi, hal kecil yang harus dilakukan adalah dengan menghilangkan budaya kotor yang sudah berlaku dari dahulu. Pemerintah juga telah menetapkan peraturan bahwa setiap PNS harus netral dalam pemilihan kepala daerah.
Politisasi Hijab Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah
HUMANISMA : Journal of Gender Studies, 2019
This research about the transformation of hijab women candidates in the political stage direct election of the regional head (Pilkada). In Indonesia hijab experienced a transformative instrument motif. This is related to the dynamics of democratization in Indonesia, the factor of political identity and religious polarization is very strong. The focus of this study is the motive of wearing a hijab on women's candidates influenced various aspects including religion, fashion trend, even political interests to gain power. The theoretical study uses the rational action theory approach is the front stage and backstage. The object of this research is women candidates who suddenly use the hijab before the election of the regional head. The purpose of this study to determine the motives behind the use of hijab, the objective of political parties to bring women candidates wearing hijab to gain sympathy and captivate the voice of Muslim voters. The research method is a textual analysis on ...