TRANSFORMASI BUDAYA PADA BATIK MADURA (original) (raw)
Related papers
TRANSFORMASI BUDAYA ASWAJA DI PESANTREN
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam, 2021
Pesantren merupakan salah satu potret institusi penting bagi banyak masyarakat Indonesia. Pesantren merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga, yang sangat strategis dalam membentuk budaya yang menghidupi dan membiasakan nilai-nilai positif tertentu, sehingga santri dapat bertumbuh dan berkembang secara alami dengan menginternalisasi nilai-nilai positif tersebut. Di antara nilai-nilai positif tersebut adalah nilainilai ahlus sunnah wal jamā"ah (Aswaja). Transformasi budaya pesantren berbasis Aswaja perlu dilakukan di tengah maraknya isu-isu nasional tentang salafisme, fundamentalisme, radikalisme dan terorisme. Salafisme nampak cenderung kearah fundamentalisme agama dan radikalisme agama, yang berujung pada wacana terorisme dalam Islam. Sayangnya, proses transformasi budaya Aswaja di pesantren banyak mengandalkan pembiasaan dan kurang memperhatikan internalisasi dan institusionalisasi. Sebagai konsekwensinya, pengetahuan dan kompetensi mayoritas santri tentang Aswaja An-Nahdhiyyah, hanya sekedar amaliyah nya saja seperti istighātsah, tahlīl dan membaca al-Qur"an surat Yāsīn. Kesimpulan artikel ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya Aswaja yang diterapkan di pesantren meliputi: nilai tawasut, tawazun, tasamuh dan adl. Pesantren lebih banyak melakukan pembiasaan dari pada internalisasi dan institusionalisasi budaya tersebut.
PENGHAYATAN NILAI BUDAYA LOKAL MADURA PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM MASARAN
Khoirul Holis, 2022
Penghayatan Nilai budaya lokal Madura pada Santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Masaran sangat penting dilaksanakan karena Santri di Pesantren ternyata tidak diberikan pengetahuan tentang nilai-nilai budaya lokal khusunya Madura secara spesifik dimana mereka tumbuh, berkembang, dan akan kembali ke tengah masyarakat setelah menyelesaikan studinya. Pesantren kenyataannya memiliki sub kultur yang berdiri sendiri dan tidak membaur dengan masyarakat secara langsung. Mereka hidup dengan sistem dan pola yang sudah baku di Pesantren. Di sisi lain, penguatan nilai- nilai budaya lokal Madura bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat karakter generasi muda Madura yang banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai global yang menerobos nilai-nilai yang ada di masyarakat. Generasi muda diharapkan dapat meneruskan dan melestarikan nilai budaya Madura.
PERGESERAN BUDAYA MADURA PASCA SURAMADU
Indonesia adalah Negara dengan berjuta budaya. salah satu daerah yang sarat akan budaya lokalnya adalah Madura. Pulau yang dikenal dengan sebutan pulau garam ini telah menunjukkan eksistensinya sebagai daerah yang mampu bertahan dengan kearifan lokalnya di tengah pengaruh globalisasi. Madura berusaha mengenalkan budaya lokalnya sebagai budaya nasional dengan kebiasaan mereka "merantau". Di tanah perantauan mereka berusaha menunjukkan jati diri "engkok oreng madureh" (Aku Orang Madura).
MAKNA BUDAYA PADA JILBAB MODIS
Penelitian ini membahas tentang makna budaya pada jilbab yang terjadi pada anggota komunitas HSC Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan makna budaya pada jilbab yang dikenakan anggota komunitas HSC Malang. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan kajian fenomenologi makna budaya pada jilbab yang terjadi pada anggota komunitas HSC Malang.
MENARA KUDUS: WARISAN BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI BERAGAMA
2024
Indonesia is a country with ethnic, cultural, linguistic and religious diversity. This diversity shows how different the views, opinions, beliefs and interests of society are, including their religion and beliefs. Religious tolerance takes many forms in Indonesia, including laws that guarantee freedom of religion and the right of people to practice the religion of their choice. The government also supports the freedom of citizens to follow the religion of their choice and recognize the existence of other religions. Religious moderation has existed since the time of the Saints in. Islam entered Java through trading activities in the ports of northern Java. Islam was known to the Javanese people in the 11th and 12th centuries AD. The spread of Islam on the island of Java cannot be separated from the role of nine saints known as Walisongo. At the end of the 15th century, the Hindu kingdom of Majapahit was the most influential kingdom in Javanese society. One of the historical heritage sites and currently designated as a cultural heritage site by the Central Java Provincial Government which was founded by Sayyid Ja'far Sadiq (Sunan Kudus) in the 16th century AD. This can be seen in the architecture of the Al-Aqsho Mosque in the Kudus area, except for the Sunan Jafar Shodiq site which has a tower similar to a Hindu place of worship. Hindu and Buddhist architecture includes four ancient buildings, such as the mosque pulpit, two double doors at the entrance to the mosque and inside the mosque, the gate at the front of the mosque, and the gate at the side of the mosque. The application of Hindu culture to the Kudus Tower Mosque can be seen in the spatial layout of Kudus City which is modeled after the spatial layout of the Majapahit Kingdom. The greatest blend of Hindu culture can be seen at the Kudus Tower. The Kudus Tower is divided into three parts, namely the two-story Tayug roof, the use of Hindu ornaments, and the temple shrine at the entrance signifying the entry of Hindu culture into the Kudus Tower. Sunan Kudus forbids Muslims from slaughtering cows because they know that cows are sacred animals for Hindus. The method for writing this article uses library research, namely a method of gathering information through understanding and studying scientific literary theory.
BUDAYA MENTUHANKAN MANUSIA VERSI MODEN
Saya sering keliru apabila ditanya apakah fokus dan tumpuan saya dalam mengkaji atau menyelidik sesuatu ilmu atau jurusan. Saya bermasalah meletakkan limitasi pada kemahuan di hati.
Menurut MacDonald (1957) sebagaimana yang dikutip Strinati (2009) budaya massa berasal dari atas. Budaya rakyat merupakan pranata rakyat senidiri yang mempunyai nilai keagungan, sementara itu budaya massa menghancurkan dinding (keagungan) tersebut dengan mengintegrasikan massa ke dalam suatu bentuk budaya tinggi yang menurunkan nilai dan kemudian menjadi salah satu instrumen dominasi politik (Strinati, 2009: 35). Dalam hal ini saya mempunyai pemahaman bahwa budaya massa merupakan bagian dari sebuah kebudayaan yang bersifat 'sakral' atau budaya yang dianggap tinggi (hanya dikonsumsi oleh masyarakat elit) namun kemudian karena kebudayaan tersebut disebarkan secara massal maka nilai-nilai 'kesakralannya' menjadi hilang dengan tujuan memperoleh keuntungan. Strinati (2009) mengungkapkan bahwa budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik indutrial dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan, sehingga dengan kata lain menjelaskan bahwa jika sebuah budaya tidak memberikan keuntungan, maka budaya tersebut tidak akan diproduksi (Strinati, 2009: 37). Pernyataan tersebut seolah memberikan anggapan bahwa budaya yang tidak dapat 'dikomersialkan' atau memberikan keuntungan pada akhirnya akan terkikis oleh kebudayaan massa. Saya berpendapat bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena sebagian budaya atas yang kemudian menjadi budaya massa justru mendapatkan tempat juga 'penghargaan' tersendiri dalam masyarakat. Seperti halnya batik, yang pada mulanya hanya dipakai oleh lingkungan kerajaan dan bukan menjadi konsumsi khalayak setelah diproduksi secara massal batik kini diakui oleh dunia sebagai hasil kebudayaan Indonesia. Menurut saya disahkannya batik sebagai kebudayaan milik Indonsia tidak akan terlepas dari peran serta budaya massa yang telah membantu memassalkan batik hingga kemudian dikenal bukan hanya di Indonesia, namun juga di berbagai negara belahan dunia.
TRADISI TER-ATER DAN DAMPAK EKONOMI BAGI MASYARAKAT MADURA
KARSA, Vol. 21 No. 1, Juni 2013, 2013
Ter-ater merupakan bagian dari budaya lokal yang membuat banyak orang menyimpulkan bahwa masyarakat Madura adalah masyarakat yang ramah, dermawan, komunikatif, baik hati, dan memiliki solidaritas yang tinggi pada sesama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tradisi ter-ater dalam tinjauan agama, budaya, dan ekonomi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologis. Data diperoleh dari hasil observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan tahap kesimpulan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari masyarakat, pedagang dan tokoh masyarakat di Desa Bakiong, Guluk-Guluk, Sumenep. Hasil penelitian menunjukan bahwa ter-ater merupakan salah satu upaya mempererat hubungan kekeluargaan dan sarana ukhuwwah Islâmiyyah sebagaimana anjuran dalam agama Islam. Secara budaya, orang dianggap kurang lengkap tradisi keberagamaannya jika tidak pernah mengeluarkan sebagian hartanya dalam hal ini adalah ter-ater. Secara ekonomi, pelaksanaan tradisi ter-ater memberikan dampak ekonomi yang cukup berarti. Pertama, dalam setiap perayaan keagamaan yang kemudian diikuti dengan praktik ter-ater, kebutuhan ekonomi masyarakat sangat meningkat, ini dapat dilihat dari neraca transaksi perdagangan yang meningkat pula. Bisa di pastikan pada kondisi seperti ini menjadi momentum kesejahteraan para pedagang. Kedua, bahwa ter-ater merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan motif dalam ekonomi, motif memenuhi kebutuhan, motif memperoleh keuntungan, motif mendapatkan kekuasaan ekonomi, motif sosial, dan motif memperoleh penghargaan.
PENGEMBANGAN BUDIDAYA LEBAH MADU DAN PERMASALAHANNYA
Perlebahan memiliki peranan penting di dalam strategi pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan dan sektor pertanian berkelanjutan. Kegiatan perlebahan menghasilkan produk pangan berkualitas yang dapat membantu meningkatkan gizi dan penghasilan masyarakat pedesaan. Melalui fungsi polinasi, lebah madu juga berperan besar dalam meningkatkan produksi buah dan biji serta menjaga kelangsungan hidup dan karagaman jenis tumbuhan. Di banyak negara, budidaya lebah madu telah berkembang menjadi kegiatan usaha berskala besar. Hasil yang diperoleh dari industri perlebahan tidak saja terbatas pada madu saja, tetapi juga termasuk lilin, royal jelly, propolis, tepungsari, dan racun lebah. Selain itu, tambahan penghasilan dapat diperoleh dari jasa sewa koloni untuk penyerbukan tanaman pertanian. Bahkan, di Amerika Serikat, lebih dari separoh pendapatan peternak lebah komersial berasal dari jasa penyerbukan. Budidaya lebah madu adalah salah satu kegiatan usaha yang tidak berbasis lahan, sehingga tidak menjadi pesaing bagi usaha pertanian pada umumnya. Perlebahan bahkan berperan dalam optimalisasi sumber daya alam melalui pemanfaatan nektar dan serbuksari, yakni dua produk tumbuhan yang sebagian besar akan terbuang sia-sia apabila tidak dimanfaatkan untuk pakan lebah madu. Dengan begitu, perlebahan merupakan jenis kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap budidaya tanaman. Pengembangan perlebahan dinilai penting mengingat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di bidang ini. Keadaan alam dan kondisi iklim Indonesia sangat mendukung untuk usaha budidaya lebah, seperti tersedianya sumber pakan (bee forage) sepanjang tahun dan aneka jenis lebah madu; selain itu, masyarakat, secara tradisional, sudah mengenal budidaya lebah.