PERBAIKAN MAKALAH GENDER KLMPK (original) (raw)

PEMAHAMAN YANG BIAS GENDER

Abstract Understanding verses and hadiths that gender bias, often used as a legitimation for inequality relationships women and men. Forexample, the interpretation of the word nafs wahidah that could be interpreted as Adam or also of the same material with Adam. However, the important thing is, that it does not mean there are more superior than others. Understanding verses and hadiths that gender bias is also found in understanding the hadith about the creation of woman from the rib. The creation of woman from the rib here is not in the true meaning, but often harfiyah interpreted giving rise to the perception that women in Islam is a second being. This understanding arises because of an incomplete understanding of the meaning of the verse and the hadith, and also due to the only partial understanding. Kata Kunci: Perempuan, Al-Qur’an, Islam, Bias Gender

MAKALAH TENTANG JENIS KELAMIN DAN GENDER

Puji dan syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul " Jenis Kelamin dan Gender ". Makalah ini disusun sedemikian rupa sebagai tugas yang kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisa makalah ini. Harapan penulis sebagai penyusun makalah ini adalah semoga makalah ini dapat diterima dengan baik oleh dosen pembimbing dan bermanfaat untuk semua pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

SIKAP PERAN GENDER DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGAJARAN PENDETA LAKI-LAKI

Noetic, 2011

In order to promote gender equality in Indonesia, the church as one of the systematic and organized congregations need to be involved. The priests as leaders who provide teaching in the church hold a large role, especially the male priests whose number exceed the female ones and as a man, they are more resistant to the idea of gender equality. Therefore, this study wanted to see the gender role attitudes of male priests and their understanding of feminist theology that is closely related to the teaching of gender equality in the church. This study revealed three of them have the traditional gender roles attitude and they haven't known yet the feminist theology. They believe there are different roles and attributes between women and men that must be addressed with respect to and help each other. While not demeaning women, such a view is still potential to perpetuate the patriarchal culture. However, it is interesting that these three male priests do not regard several themes of the feminist theology in the patriarchal perspective although not in the feminist point of view either. Meanwhile, based on the experience of the only one male priest in this research who has an egalitarian gender role attitude and a very good understanding of feminist theology, it seems that a strategy is needed in spreading the idea of gender equality that won't provoke parishes's refusal. Inserting it into the sermons, embracing the young people, and giving examples through the words and deeds in everyday life, are several ways that can be applied by the male priests who'd like to carry the gender equality on their teaching in the church.

WASPADA KEKERASAN BERBASIS GENDER ONLINE

Rahmi, 2022

Kekerasan berbasis gender online (KBGO) menempatkan perempuansebagai korban melaluisarana internet dengan cara mentransmisikan atau mendistribusikan data digital milik korban.Unsur materil perbuatan melawan hukumnya tidak berubah walaupun melalui sarana internet,misalnya melalui penghinaan,pemerasan,ancaman kekerasan.Motif pelaku antara lain sakit hati,dendam,inginmendapatkan keuntungan materil.Akibat yang dialami korban KBGO dapat berupa kerugian psikologis(depresi,ingin bunuh diri),keterasingan sosial (malu,tidak mau bergaul dengan siapapun),kerugian ekonomi (menjadi pengangguran sebab menutup diri),mobilitas terbatas(kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam kegiatan online/offline),sensor diri(putusnya akses informasi,layanan elektronik,dan komunikasi sosial/professional).Untuk mencegah perempuan menjadi KBGO adalah melalui upaya non penal dan penal.Upaya non penal antara lain sosialisasi ke masyarakat akan dampak negatif,edukasi bagi perempuan untuk bijak dalam menggunakan sosial media,tidak membuat dan menyimpan tulisan,gambar,foto dan video yang mengandung untuk SARA dan kesusilaan.Upaya penal ditempuh dengan cara memberikan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku KBGO.

PERAN GENDER YANG BERLAKU DI KALANGAN MASYARAKAT

Peran gender dalam masyarakat, 2019

Abstrak Mengetahui efektivitas suatu kegiatan aksi kolektif yang melibatkan perempuan, terutama pada struktur masyarakat terdiri dari berbagai latar belakang etnis, mungkin akan sangat sulit untuk dilakukan. Hal yang terlupakan adalah bahwa komponen masyarakat tersebut terbentuk dari dua unsur penting, yaitu perempuan dan laki-laki, yang memiliki kebutuhan, keinginan dan kepentingan yang beragam. Manakala suatu inisiatif pemberdayaan masyarakat menganggap dua komponen ini sebagai satu identitas tunggal, maka dapat dipastikan akan nada ketimpangan dalam distribusi manfaat, dimana program tersebut lebih memberdayakan satu unsur dibandingkan unsur lainnya. Pada kebanyakan kasus, laki-laki mendapatkan porsi lebih besar dari manfaat program-program kegiatan yang ada di masyarakat, dibandingkan dengan perempuan. Kajian gender dimaknai sebagai kajian "tentang" perempuan bukan kajian berperspektif gender atau kajian yang menggunakan gender sebagai alat analisis. Analisis kajian tentang perempuan pada umumnya menggunakan analisis deskriptif, yaitu hanya mendeskripsikan posisi dan peran perempuan, sedangkan analisis kajian gender menggunakan analisis kritis, yaitu mengungkapkan argumen di balik peran dan posisi perempuan sehingga dapat diketahui apakah posisi dan peran perempuan itu sudah setara gender (setara dengan posisi dan peran laki-laki) atau justru bias gender (menimbulkan diskriminasi, kekerasan, beban ganda dan subordinasi laki-laki atas perempuan). Abstract Knowing the effectiveness of collective action activities involving women, especially in the community structure consisting of various ethnic backgrounds, may be very difficult to do. The forgotten thing is that the community component is formed from two important elements, namely women and men, who have diverse needs, desires and interests. When a community empowerment initiative considers these two components as a single identity, it can be ascertained there will be inequality in the distribution of benefits, where the program empowers one element more than the other. In most cases, men get a greater share of the benefits of the activities programs that exist in the community, compared to women.Gender study is viewed the study about women not about gender or the study utilizing gender as tool of analysis. The analysis of women study mostly use descriptive one, it only describes position and role of women, whereas the gender study uses critical analysis, that ilustrate the arguments behind the role and position of women. It could be identified wether the position and role of women are equal or not wiht men. PENDAHULUAN Kajian gender tidak hanya sekedar menarik untuk didiskusikan, lebih dari sekedar itu gender adalah isu aktual. Isu gender telah mendorong satu kesadaran yang khas bukan hanya semata-mata karena pandangan filosofis atau wacana, tapi punya implikasi praktis yang memang sangat dituntut. Dari segi wacana, isu ini sudah berkembang sangat pesat dan progresif, bahkan cenderung liberal.

MAKALAH SOSIOLOGI KELUARGA DAN GENDER

MAKALAH SOSIOLOGI KELUARGA DAN GENDER KODRAT SEORANG WANITA PERAN PEREMPUAN SEBAGAI ISTRI DAN IBU RUMAH TANGGA DALAM KELUARGA Oleh: FITRIANA SAKTI (084564220) PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITA NEGERI SURABAYA 2010 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah.

MELIHAT KEADILAN DARI KACA MATA GENDER

Keadilan secara definitif berarti kesetaraan atau kesamarataan antara hak dan kewajiban, akan tetapi adil juga sering diikuti dengan kata " tidak harus sama ". Maka dari itu, adil merupakan sesuatu yang sangat dinamis dan juga sensitif. Kenapa sensitif? Karena tolok ukur adil itu sendiri berbeda-beda disetiap sudut pandang manusia. Sebuah pakem harus dibentuk guna meletakan keadilan sesuai dengan tremnya. Salah satu pakem yang sangat reliable untuk menjunjung tinggi keadilan adalah dengan kesetaraan gender. Benar, kesetaraan gender merupakan pedang yang ampuh untuk menebas ketidakadilan yang menjadi tirani antara hak dan kewajiban lelaki dan perempuan. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan realitas bahwa sejauh ini masih terpelihara dengan baik budaya patriarki yang tidak lain merupakan buah Khuldi yang dihasilkan dari kontruksi sosial. Contoh kecilnya adalah dalam satu keluarga, penempatan seorang suami biasanya diletakan diatas eksistensi seorang istri dalam berbagai hal seperti menjadi tulang punggung keluarga dan penentu keputusan. Kultur budaya yang seperti itu otomatis menempatkan suami menjadi sosok kepala keluarga, sedangkan apabila ada sebutan kepala keluarga bukan tidak mungkin ada sebutan kaki keluarga. Lalu pertanyaanya, siapa yang mau diposisikan sebagai kaki dalam satu keluarga? Prespektif feminisme melihat hal tersebut sebagai suatu ketimpangan gender. Bagaimana tidak, pihak lemah (atau sengaja dilemahkan) adalah istri yang dituntut harus nerimo ing pandum terhadap setiap perkataan suami. Padahal berbicara tentang hak dan kewajiban, keduanya memiliki proporsi yang sama dalam kaca mata kesetaraan gender. Para feminisme berpendapat bahwa yang membedakan antara lelaki dan perempuan hanya sebatas objek biologis reproduksinya yang bersifat given. Seperti lelaki memiliki penis dan perempuan memiliki vagina, perempuan mengalami menstruasi dan lelaki mengalami mimpi basah, selain dari hal tersebut keduanya memiliki hak dan kwajiban yang sama. Apakah perempuan hanya ditugaskan di dapur? Apakah lelaki hanya ditugaskan mencangkul? Jawabanya adalah tidak sama sekali. Pembangunan budaya sosial dimsyarakatlah yang mengharuskan mereka bertindak seperti itu, padahal sebenarnya mereka memiliki otoritas kebebasan terhadap diri mereka untuk berlaku dan bertindak. Jika hak dan kewajiban mereka direnggut atas nama kultur budaya yang kurang tepat dan sudah terpelihara dari sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga sekarang, maka selama itu ketidakadilan juga akan turut serta dalam kultur budaya tersebut. Perlu diketahui bahwa para pejuang kesetaraan gender tidak hanya membela hak perempuan akan tetapi juga hak lelaki tergantung berada dimanakah posisi identitas mereka dalam tataran sosial. Mereka pun akan turun dan membantu para lelaki ketika dalam posisi identitas sosial lelaki tersebut ternyata berada dibawah dan masuk dalam golongan yang termarjinalkan.